CHILD’S PLAY
Sutradara: Tom Holland
USA (1988)
Review oleh Tremor
Child’s Play adalah film horor supranatural dimana untuk pertama kalinya boneka pembunuh bernama Chucky diperkenalkan pada dunia. Film horor tentang boneka pembunuh sendiri memang sudah ada sejak sebelum Child’s Play lewat film-film seperti Trilogy of Terror (1975) dan Dolls (1987) misalnya. Tetapi film Child’s Play mampu membuat ide tentang boneka pembunuh terasa bagaikan konsep baru dan berhasil mempopulerkan genre tersebut hingga ke tahun-tahun berikutnya. Setelah kesuksesan Child’s Play, ada banyak film-film boneka pembunuh mulai bermunculan dari mulai Puppet Master (1989), Dolly Dearest (1991), Demonic Toys (1992), hingga yang terakhir adalah M3GAN (2022). Dan kapanpun orang mendengar ide tentang boneka pembunuh, mereka tetap akan ingat Chucky dan bukan yang lain. Child’s Play disutradarai oleh Tom Holland, seorang sutradara horor 80-an yang sebelumnya cukup sukses lewat debut penyutradaraannya Fright Night (1985). Ia juga ikut menulis naskah film ini bersama Don Mancini dan John Lafia. Karakter Chucky yang fenomenal ini diciptakan oleh Don Mancini, seorang penulis film yang pada akhirnya menulis semua skenario dalam setiap film franchise Chucky dari mulai Child’s Play sampai Cult of Chucky (2017), dan tak ketinggalan juga serial TV Chucky yang dirilis di SyFy. Di saat karakter dalam franchise slasher lain seperti Freddy Krueger, Jason Vorhees, Michael Myers, hingga Leatherface mendapatkan remake/reboot, mungkin Chucky adalah satu-satunya franchise yang paling lama bertahan dari “serangan” remake / reboot, hingga seseorang memutuskan untuk “merusak” kemurnian tersebut lewat dibuatnya reboot Child’s Play (2019) yang menurut saya sangat tidak dibutuhkan oleh siapapun.
Film ini dibuka dengan adegan pengejaran antara kepolisian Chicago dengan seorang pembunuh berantai bernama Charles Lee Ray yang terkenal brutal dan sadis. Dalam proses pengejaran ini, Detektif Mike Norris sempat menembak Charles. Kini Charles terjebak dalam sebuah toko mainan dengan kondisi terluka parah. Apa yang tak diketahui oleh polisi adalah Charles merupakan seorang praktisi ilmu hitam yang pernah mempelajari bagaimana cara memindahkan jiwanya sendiri ke dalam tubuh baru. Tak ingin mati kehabisan darah atau ditangkap polisi, Charles Lee Ray yang putus asa harus segera melakukan ritual okultisme-nya untuk pindah ke tubuh baru lewat sederet mantra. Sial bagi Charles, satu-satunya tubuh yang ada di sekitarnya hanyalah sebuah boneka bermerk “Good Guy” yang saat itu memang sedang sangat populer. Charles tak punya pilihan lain selain mencoba harapan terakhirnya untuk bertahan hidup lewat ritual pemindahan jiwa. Tanpa ia sangka, ritualnya berhasil dan jiwa Charles kini terjebak dalam tubuh boneka Good Guy. Polisi kemudian mengumumkan bahwa pembunuh sadis Charles Lee Ray meninggal dunia dalam proses penangkapan dan kasusnya pun ditutup. Beberapa hari kemudian boneka Good Guy yang kini sudah dirasuki jiwa Charles Lee Ray jatuh ke tangan seorang anak laki-laki bernama Andy yang sedang berulang tahun yang ke-6. Lewat berbagai iklan komersialnya, kita mengetahui kalau setiap boneka Good Guy memiliki namanya sendiri, dan bisa berbicara beberapa kalimat yang sudah terprogram. Chucky adalah nama boneka baru Andy. Suatu malam kematian misterius terjadi di rumah Andy saat ibunya sedang pergi bekerja lembur. Polisi tak punya pilihan logis lain selain menduga bahwa Andy-lah pelaku utama di balik kematian tersebut, karena tidak ada orang lain lagi di TKP selain Andy dan bonekanya Chucky. Andy bersikeras pada ibunya dan polisi bahwa Chucky-lah pelakunya, namun tentu saja tak ada seorangpun yang mempercayainya. Ibu Andy yang bernama Karen pun harus mencari cara agak bisa membuktikan bahwa anaknya tidak bersalah, hingga akhirnya ia menyaksikan sendiri bahwa Andy tidak berbohong dan boneka Chucky benar-benar hidup.
Dalam rencana awalnya, judul film Child’s Play adalah Blood Brother atau Blood Buddy. Kata “Buddy” dalam judul tersebut merujuk pada boneka buatan Hasbro bernama “My Buddy” yang sempat menjadi trend pada tahun 1985. Boneka Hasbro itu jugalah yang menjadi rujukan boneka “Good Guy” dalam film ini. Dalam draft cerita asli Blood Buddy buatan Don Mancini, boneka Chucky bukanlah boneka yang dirasuki jiwa serial killer i, melainkan bentuk manifestasi dari amarah Andy. Naskah asli ini terdengar jauh lebih janggal sekaligus gelap dibandingkan Child’s Play yang kita kenal. Diceritakan Andy kecil yang kesepian menyimpan semua amarah dan frustrasinya seorang diri. Ibunya adalah seorang workaholic, dan babysitternya berperilaku sangat kasar padanya. Andy juga adalah korban bully dari teman-teman di sekolahnya. Semua amarah terpendam dan yang tak disadari inilah yang kemudian bermanifestasi dalam boneka Chucky untuk membalaskan dendam pada orang-orang yang pernah menyakiti Andy. Konsep dasar ini kemudian diadaptasi dan dirombak dalam Child’s Play versi reboot 2019, dimana tidak ada Charles Lee Ray dan kemampuan ilmu hitamnya sama sekali dalam ceritanya.
Meskipun Chucky dan franchisenya dikenal sebagai franchise slasher, namun saya pribadi agak ragu untuk menyebut Child’s Play 1988 sebagai film slasher. Sebagian besar durasi film ini berfokus pada usaha ibu Andy untuk membuktikan bahwa anaknya tidak bersalah. Chucky sendiri baru benar-benar beraksi mungkin di sekitar pertengahan film dan semua kesenangan dalam Child’s Play pun dimulai sejak itu. Child’s Play juga tidak memiliki banyak adegan kematian yang kreatif apalagi sadis. Padahal adegan kematian kreatif dan sadis adalah salah satu ciri terpenting genre slasher selain tingginya body count. Saya pikir “gelar” slasher mungkin baru menempel pada Chucky mulai di film sekuel ke-duanya, yaitu Child’s Play 2 (1990) yang memang jauh lebih fun, cheesy dan lebih banyak aksi berdarah layaknya film slasher. Total adegan kematian dalam Child’s Play 1988 sendiri hanya ada empat, dan tak satupun dari adegan ini membutuhkan sentuhan special effect gore yang brilian. Special effect paling fantastis dalam Child’s Play ada pada bagaimana para kru special effect membuat boneka Chucky benar-benar tampak hidup. Ingat, film ini dibuat pada akhir tahun 80-an di mana CGI belum digunakan. Ada banyak sekali keterampilan dan trik kompleks yang digunakan untuk menghidupkan boneka Chucky di belakang layar, dari mulai penggunaan puppet, pemeran pengganti dalam kostum, hingga yang paling signifikan adalah animatronik. Menurut saya Chucky adalah bentuk pencapaian tertinggi dari special effect tradisional di akhir 80-an. Siapapun yang tertarik dengan bagaimana Chucky dibuat hidup bisa segera mencari video behind the scene-nya di youtube. Adalah Kevin Yagher, seorang seniman special effect yang sebelumnya pernah berkarya dalam A Nightmare on Elm Street 2: Freddy’s Revenge (1985) dan A Nightmare on Elm Street 3: Dream Warriors (1987) beserta timnya lah yang memiliki peran sangat penting dalam menghidupkan boneka Chucky. Kerumitan animatronik Chucky melibatkan banyak sekali operator yang harus bekerja secara serempak untuk menciptakan ekspresi wajah beserta gerak tubuh Chucky, dimana seorang operator mengendalikan tangan, dan operator lain masing-masing mengendalikan leher, mulut, mata, alis, pipi, rahang, dan seterusnya. Kerja tim yang kompleks inilah yang akhirnya membuat boneka Chucky tetap tampak benar-benar hidup tanpa bantuan CGI, meskipun ditonton ulang hari ini. Hal lain yang sangat saya suka dari boneka Chucky dalam film pertamanya ini adalah bagaimana wajah Chucky mulai berubah secara perlahan dari wajah boneka plastik yang menggemaskan menjadi semakin lebih mirip manusia bengis. Transformasi wajah ini memang disengaja, karena diceritakan semakin lama jiwa Charles Lee Ray terperangkap, tubuh boneka yang ia diami akan semakin menjadi manusia.
Komponen terakhir dan terpenting dari desain karakter Chucky adalah suaranya yang juga tak kalah ikonik. Suara Chucky diisi oleh aktor Brad Dourif yang juga memerankan Charles Lee Ray dalam adegan pembuka. Karena suara Brad Dourif begitu sempurna untuk karakter Chucky, akhirnya ia menjadi pengisi suara tetap Chucky dalam semua film sekuel Chucky lainnya di sepanjang franchise ini. Jadi jelas karakter Chucky tak bisa dipisahkan dari pengisi suaranya, sama seperti Freddy Krueger tidak bisa dipisahkan dari aktor Robert Englund dan Pinhead tak bisa dipisahkan dari aktor Doug Bradley. Dan inilah satu kesalahan fatal lain yang ada dalam Child’s Play versi reboot 2019, dimana Brad Dourif sama sekali tidak dilibatkan. Suara Chucky dalam versi reboot diisi oleh Mark Hamill, aktor ikonik pengisi suara Joker dalam hampir semua animasi dan video games Batman. Saya sangat mengagumi Mark Hamill karena ia mampu membuat Joker terdengar begitu sakit jiwa hanya lewat suaranya saja. Kekaguman saya juga tidak terlepas dari kenyataan bahwa pada masa mudanya Mark Hamill adalah pemeran Luke Skywalker dalam trilogi Star Wars original yang juga adalah trilogi favorit saya di masa kecil. Namun maaf Mark Hamill, Brad Dourif tetaplah pengisi suara Chucky yang paling efektif dan sudah terlanjur familiar bagi para pecinta horor. Tak diragukan lagi, boneka Chucky adalah karakter yang sangat ikonik dan usaha untuk membuat Chucky versi baru rasanya sangat tidak diperlukan. Saya rasa semua orang tahu sudah tahu yang mana Chucky yang sebenarnya, bahkan bagi mereka yang belum pernah menonton satupun filmnya. Meskipun dikenal sebagai boneka pembunuh yang sadis, karakter Chucky sendiri berangsur-angsur menjadi sosok yang cenderung komedi sambil tetap sadis lewat pengembangan film-film sekuel dan serial tv-nya. Namun dengan menonton ulang Child’s Play dan memahami bagaimana boneka “Good Guy” ini bisa menjadi begitu kejam, itu setidaknya memberi kita perspektif yang berbeda tentang karakter Chucky. Terlepas dari buruknya acting pemeran Andy (bisa dimaklumi karena ia adalah anak berumur 6 tahun) serta absennya adegan gore, Child’s Play tetaplah menjadi film horor klasik yang melahirkan satu sosok pembunuh legendaris. Ini adalah film horor yang menarik, fun, dengan special effect yang tetap tampak canggih meskipun ditonton ulang hari ini.