MOVIE REVIEW: WE ARE STILL HERE (2015)

WE ARE STILL HERE
Sutradara:
Ted Geoghegan
USA (2015)

Review oleh Tremor

We Are Still Here adalah sebuah film horor supernatural indie yang ditulis dan disutradarai oleh Ted Geoghegan. Dalam debut penyutradaraannya ini, Geoghegan memadukan kisah rumah berhantu atmosferik, tema evil house, tema kerasukan, ditutup dengan klimaks gore ringan yang cukup fun. Mood dan atmosfer yang dibangun di sepanjang film ini dibuat dengan pengaruh kuat dari film-film horor klasik akhir 70-an / awal 80-an, dengan inspirasi paling menonjol yaitu dari karya raja film horor Italia, Lucio Fulci yang berjudul The House by the Cemetery (1981).

Berlatarkan tahun 1979, We Are Still Here menceritakan kisah tentang pasangan suami istri Anne dan Paul Sacchetti yang masih berduka sejak anak mereka satu-satunya Bobby meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Seperti dalam umumnya film horor, Anne dan Paul mencoba mengatasi kesedihan mereka dengan cara pindah ke sebuah rumah tua di pelosok pedesaan. Tak lama sejak tinggal di rumah baru tersebut, hal-hal ganjil pun mulai terjadi. Anne yang percaya dengan hal-hal mistis yakin bahwa arwah Bobby ada di rumah tua itu dan mungkin sedang berusaha untuk berkomunikasi dengan mereka. Suatu hari salah satu tetangga mereka yang bernama Dave datang bertamu hanya untuk menceritakan sejarah gelap rumah yang kini dihuni oleh Anne dan Paul. Rumah tua tersebut rupanya dibangun pada tahun 1800-an di atas tanah yang sebelumnya merupakan rumah duka yang dijalankan oleh satu keluarga bernama keluarga Dagmar. Penduduk setempat percaya kalau keluarga Dagmar menjual jenazah-jenazah yang mereka urus ke berbagai pihak secara diam-diam, dari mulai dijadikan bahan makanan hingga untuk bahan praktek para mahasiswa universitas kedokteran di Essex County. Ini adalah referensi yang jelas-jelas merujuk pada kampus fiktif karangan H.P Lovecraft, yaitu Miskatonic University yang berlokasi di Essex County. Penduduk pun akhirnya murka dan mengusir Dagmar dari desa tersebut. Setidaknya begitulah versi kisah yang diceritakan oleh Dave. Namun sebelum pamit pergi, istri Dave yang sejak awal berperilaku aneh diam-diam memberi secarik kertas pada Paul yang berisi tulisan peringatan agar Anne dan Paul segera pergi meninggalkan rumah tua itu. Namun tentu saja peringatan itu diabaikan. Karena Anne semakin yakin kalau arwah Bobby ada dalam rumah itu, ia mengundang sahabatnya May dan suaminya Jacob untuk datang. Mereka kebetulan adalah sepasang cenayang hippies yang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan arwah orang mati. Anne berharap May bisa berkomunikasi dengan arwah Bobby untuk mencari tahu apa yang Bobby ingin sampaikan. Namun kedatangan May dan Jacob justru menjadi katalis yang menyebabkan lebih banyak peristiwa supranatural menyeramkan terjadi dalam rumah tua itu. Sejak Jacob mencoba mengadakan ritual pemanggilan arwah bersama Paul, segalanya menjadi semakin buruk hingga film ditutup dengan penuh darah.

We Are Still Here memang dimulai dengan agak lamban dengan kisah ala cerita-cerita rumah berhantu tradisional bercampur tema evil house ala The Shining (1980) dengan sejarah gelap rumah tersebut. Pada bagian ini sutradara Ted Geoghegan tampak cukup cekatan dalam menciptakan suasana mencekam lewat sudut-sudut rumah yang menyeramkan. Terlebih lagi setiap kali ada siluet bayangan berbentuk manusia yang seringkali muncul pada di latar atau pojok ruangan. Menjelang klimaksnya, film ini mulai mengubah haluan dengan cara meninggalkan semua elemen rumah berhantu konvensional-nya dan menjadi sebuah film penuh aksi berdarah yang menegangkan. Saya pribadi suka dengan perubahan mood seperti itu. Kalau bagian pertama film ini bisa digambarkan sebagai usaha penumpukan lambat dari atmosfer mencekam ditambah misteri, bagian klimaks film ini berubah menjadi jauh lebih liar dan berdarah-darah. Secara teknis, hasil produksi film beranggaran rendah ini terlihat sangat bagus. Selain hadirnya ratu horor veteran Barbara Crampton yang berperan sebagai Anne, special make-up effect tradisional yang dikerjakan dengan sangat baik oleh Oddtopsy FX juga menjadi elemen yang paling mendukung film ini. Meskipun memang ada CGI yang digunakan untuk memoles special effect tradisional-nya, tetapi porsinya tidak terlalu mengganggu.

Kelemahan film ini mungkin ada pada banyaknya plot hole, yang diantaranya cukup janggal. Salah satu plot hole yang paling mengganggu saya adalah, kalau Dave ingin keluarga Paul tetap tinggal di rumah itu, untuk apa ia menceritakan sejarah gelap rumah itu? Meskipun apa yang ia ceritakan tidak sepenuhnya benar, tapi kisah yang ia tuturkan justru berpotensi membuat Paul dan Anne memutuskan pergi. Tak cukup sampai di situ, film ini juga berusaha menambal kebingungan penonton tentang sejarah rumah tua yang jahat itu lewat potongan-potongan kliping koran, yang sayangnya baru ditampilkan di akhir film selama credit berjalan. Itupun tak cukup menjawab kebingungan saya soal kejanggalan plot lainnya, yaitu mengapa keberadaan arwah Bobby begitu penting di dalam rumah yang sama sekali tidak memiliki memori apapun soal Bobby? Dan mengapa Bobby begitu berpengaruh pada evil house yang katanya sudah “berulah” setiap 30 tahun selama 120 tahun sebelumnya? Meskipun ada banyak sekali plot hole membingungkan seperti layaknya film-film Lucio Fulci yang hampir selalu berplot janggal, tapi secara garis besar saya cukup menikmati bagaimana kisah ini bergulir dan diakhiri dengan cukup menyenangkan ketika semua kekacauan, termasuk kekacauan penulisan, mencapai puncaknya. Saya yakin semua orang yang terlibat dalam pembuatan We Are Still Here setidaknya bersenang-senang ketika memproduksi babak terakhirnya. Saya rasa hal lain yang perlu diapresiasi dari debut pengarahan Ted Geoghegan ini adalah bagaimana We Are Still Here mampu membuat saya sebagai penonton tidak merasa bosan sejak film ini dimulai cukup lambat. Membuat penonton untuk tetap duduk dan memutuskan untuk melanjutkan menonton sebuah film tentu bukanlah hal mudah bagi seorang sutradara baru. Secara keseluruhan, ini adalah debut yang potensial dan lumayan menghibur. We Are Still Here dengan segala kekurangan penulisannya ini memang bukanlah masterpiece, tetapi film ini cukup membuat saya penasaran dengan karya-karya horor yang akan diarahkan oleh Ted Geoghegan berikutnya di kemudian hari.