THE RESURRECTED
Sutradara: Dan O’Bannon
USA (1991)
Review oleh Tremor
Para peminat horor kemungkinan besar pernah mendengar nama H.P. Lovecraft (1890-1937), salah satu penulis fiksi horor yang karya-karyanya bisa dibilang mengerikan, gelap, ganjil, megah, sekaligus puitis. Sastra Lovecraft seringkali menjadi bahan dasar yang menarik untuk diolah bagi para pembuat film horor, dari mulai yang hanya terinspirasi saja seperti film The Thing (1982), In the Mouth of Madness (1994), The Void (2016), Annihilation (2018) dan Underwater (2020), hingga yang mengadaptasi langsung cerpen / novel buatan Lovecraft. The Resurrected (1991) adalah sebuah film horor yang mengadaptasi novella karangan Lovecraft yang berjudul “The Case of Charles Dexter Ward” dengan sedikit modifikasi. Film ini disutradarai oleh Dan O’Bannon yang profesi utama sebenarnya adalah penulis skenario. Sebagai penulis, ia pernah menulis banyak skenario film-film klasik seperti Alien (1979), Dead & Buried (1981), Lifeforce (1985), Invaders from Mars (1986) hingga Total Recall (1990). Namun sepertinya O’Bannon tidak terlalu menikmati duduk di kursi sutradara. Di sepanjang karirnya ia hanya menyutradarai dua film, yaitu debutnya The Return of the Living Dead (1985) yang sangat sukses sekaligus ikonik, disusul The Resurrected enam tahun kemudian. The Resurrected sendiri bukanlah usaha adaptasi “The Case of Charles Dexter Ward” pertama. Sebelumnya sudah pernah ada film The Haunted Palace (1963) yang juga merupakan adaptasi novella tersebut. Namun The Resurrected adalah adaptasi yang dianggap lebih mendekati novella aslinya, dan tentu lebih menakutkan. Penulis naskahnya, Brent V. Friedman, hanya sedikit memodifikasi kisah Charles Ward dengan cara memasukkan unsur cerita detektif noir modern di dalamnya.
Detektif swasta bernama John March mendapat pekerjaan dari seorang perempuan kaya bernama Claire Ward yang meminta March untuk mengintai suaminya, ahli kimia bernama Charles Ward. Masalahnya, sudah sejak beberapa bulan Charles Ward mulai berubah, menjadi terlalu sibuk dengan proyeknya dan sering mengurung diri sepanjang malam di dalam kabin tua yang berada di area rumahnya. Sejak itu sering tercium bau busuk di sekitar kabin. Namun Charles merahasiakan proyek ilmiah apa yang sedang ia kerjakan dari istrinya. Karena Claire keberatan dengan aroma bau busuk, maka Charles mulai memindahkan proyek ilmiahnya yang misterius ke tempat lain dan sejak itu ia semakin jarang pulang. Ketika detektif March mulai menggali kasus Charles Ward lebih dalam, semua menjadi semakin ganjil hingga akhirnya ia menemukan kebenaran yang sangat mengerikan dan sulit untuk dipercaya.
Karya-karya sastra H.P. Lovecraft terkenal sulit untuk diadaptasi ke dalam media film, karena narasi kengerian Lovecraft cenderung berfokus pada atmosfer, deskripsi perasaan para narator dalam setiap ceritanya, yang kesemuanya membangun rasa mencekam dalam imajinasi para pembacanya. Jadi, sumber-sumber rasa takut dalam kisah-kisah Lovecraft tidak hanya bergantung pada detail monster mengerikannya saja, tetapi juga pada rasa yang sudah dibangun secara perlahan sejak kisahnya dimulai. Dalam bayangan saya mungkin kengerian Lovecraft akan jauh lebih mudah kalau diadaptasi dalam bentuk drama radio dan audiobook dibandingkan film. Kesulitan ini mungkin menjadi tantangan tersendiri bagi para pembuat film. Dalam The Resurrected, sutradara Dan O’Bannon memahami hal tersebut dan ia lumayan cekatan dalam usahanya mengembangkan suasana mencekam lewat audio dan visual. Meskipun ada beberapa penampakan makhluk aneh yang menjijikkan dan mengerikan dalam The Resurrected, teror yang sebenarnya sudah mulai muncul lewat atmosfer dan suasana hati yang dibangun sejak film dimulai. Salah satu usaha O’Bannon yang cukup efektif dalam menggambarkan “rasa” adalah ketika indera penciuman digunakan sebagai efek “ngeri” non-audio/visual dengan cukup baik untuk memunculkan firasat mencekam bagi penonton. Ada banyak momen dalam film ini yang menegaskan tentang hadirnya bebau-bauan busuk yang sudah pasti tidak bisa dilihat oleh penonton, tetapi bisa dibayangkan. Lovecraft sendiri memang banyak mendeskripsikan bebauan sebagai bagian dari suasana mengerikan, dan penulis Brent V. Friedman dengan cerdik memanfaatkan elemen ini dengan baik.
Selain atmosfer dan rasa, mayoritas karya sastra Lovecraft juga hampir selalu identik dengan monster, dan tim special effect film ini cukup memahami bagaimana desain wujud monster yang sangat Lovecraft. Dalam The Resurrected kita bisa melihat beberapa kejanggalan deformasi jasad manusia yang mengerikan, daging yang berkedut, penampakan-penampakan ganjil dalam kegelapan ruang bawah tanah, hingga yang paling ikonik adalah wujud mayat hidup yang ditemukan ikut mengalir di sungai. Special makeup effect tradisional dan animatronik monster dalam The Resurrected bisa dibilang cukup bagus dan berhasil membuatnya tampak benar-benar hidup. Namun sayang sekali ada beberapa penerapan special effect stop-motion serta special effect komputer yang tampak usang kalau dilihat di jaman sekarang. Tapi saya bisa memaklumi hal tersebut karena bagaimanapun The Resurrected adalah film yang dibuat di awal 90-an, era di mana special effect komputer pra-CGI sederhana mulai banyak digunakan dengan antusias tinggi oleh para pembuat film.
Sebagai film dengan anggaran yang tidak terlalu fantastis dan langsung dirilis dalam bentuk home-video, tentu The Resurrected memiliki banyak kekurangan. Namun film ini tetap merupakan adaptasi fiksi Lovecraft yang ditulis dengan serius, cukup menghibur, ditambah dengan beberapa adegan yang berhasil menjadi menegangkan. Sayang sekali mendiang O’Bannon tidak pernah membuat film lain karena debut The Return of the Living Dead (1985) dan The Resurrected membuktikan bahwa ia adalah seorang pembuat film horor yang berbakat.