MOVIE REVIEW: THE POSSESSION OF HANNAH GRACE (2018)

THE POSSESSION OF HANNAH GRACE
Sutradara:
Diederik Van Rooijen
USA (2018)

Review oleh Tremor

Setelah film The Exorcist memantik lahirnya subgenre horor baru pada tahun 1973, banyak sutradara mencoba untuk membuat film-film kerasukan berelemen ritual pengusiran iblis versi mereka sendiri. Sayangnya, tidak ada satupun yang sanggup menandingi keberhasilan masterpiece sutradara William Friedkin tersebut. Jadi, siapapun yang mencoba untuk membuat film horor kerasukan dengan pengusiran iblis (seterusnya saya akan sebut sebagai film exorcism), sudah seharusnya selalu membuat inovasi baru agar tidak melulu mengulang konsep sama yang membosankan. The Possession of Hannah Grace yang diarahkan oleh sutradara Belanda Diederik Van Rooijen adalah salah satu film horor generik yang berusaha untuk menjadi film exorcism yang berbeda. Kalau kebanyakan film semacam ini menempatkan ritual pengusiran iblis yang dilakukan oleh pemuka agama sebagai klimaks-nya, The Possession of Hannah Grace justru menempatkan ritual tersebut sebagai pembuka film.

Setelah sebuah upaya pengusiran iblis gagal total dan berakhir dengan tragis, kita diperkenalkan dengan protagonis film ini. Ia adalah Megan Reed, seorang mantan polisi yang sedang berjuang memerangi depresi dan trauma setelah rekan kerjanya meninggal ditembak penjahat saat mereka berdua tengah bertugas. Kini Megan baru saja memulai pekerjaan barunya sebagai penjaga kamar mayat di malam hari. Tugasnya adalah mencatat setiap mayat yang diantarkan oleh ambulans untuk didata semua ciri fisik dan sidik jarinya. Di malam pertamanya bekerja, sebuah ambulans mengantarkan jasad seorang gadis muda yang tubuhnya dipenuhi luka bakar dan bacokan. Tak butuh waktu lama hingga hal-hal ganjil mulai terjadi di kamar mayat dan Megan mulai menyadari bahwa ada yang salah dengan jasad yang baru tiba tersebut, jasad Hannah Grace.

Siapapun yang sudah menonton terlalu banyak film exorcism mungkin akan merasa lega saat melihat bahwa adegan “wajib” ritual pengusiran iblis dalam The Possession of Hannah Grace ditempatkan sebagai pembuka film. Semua hal klise kerasukan ada dalam adegan pembuka ini: gadis muda tak berdosa bersuara seram, berekspresi menakutkan, melayang, hingga pose tubuh yang tidak alami. Untunglah semuanya ditempatkan di awal film. Jadi sepanjang film ini adalah kisah tentang konsekuensi dari ritual pengusiran yang gagal karena iblisnya terlalu kuat. Sayang sekali, ide yang kita pikir cukup inovatif dan menarik ini justru menjadi kelemahan terbesar plot The Possession of Hannah Grace kemudian. Cara film ini dimulai justru memungkinkan para penonton dengan mudah memprediksi keseluruhan isi film karena sejak awal kita sudah tahu apa yang salah dengan jasad Hannah Grace. Tapi film ini masih saja tetap berupaya untuk membuat seakan-akan momen Megan menemukan fakta kalau Hanna Grace telah meninggal tiga bulan sebelumnya, merupakan sebuah kejutan bagi penonton yang sebenarnya sudah tahu soal itu sejak awal. Dan sisa film ini semakin klise meskipun sutradara Van Rooijen berusaha membuat pengaturan suasana yang menakutkan di setiap sudut kamar mayat. Bahkan judul film ini sangat generik, ditambah dengan tagline-nya “Death Is Only The Beginning” yang tak kalah klise.

Saya sepakat bahwa upaya Van Rooijen dalam film debut Amerika-nya ini perlu diapresiasi. Namun sayang sekali konsep yang mirip sudah pernah digunakan dengan sangat efektif dalam sebuah film horor yang jauh lebih superior dan menyeramkan, dirilis dua tahun sebelumnya, yaitu The Autopsy of Jane Doe (2016). Akan sulit bagi siapapun yang sudah pernah menonton The Autopsy of Jane Doe untuk tidak memperbandingkan antara kedua film ini, meskipun Jane Doe bukanlah film exorcism. Apa yang membuat film Jane Doe begitu efektif salah satunya adalah misteri seputar apa yang sebenarnya terjadi pada jasad Jane Doe sebelum ia tiba di kamar mayat. Misteri tersebutlah yang menambah faktor menakutkannya, ditambah dengan pengaturan atmosfer yang menyeramkan. Sebaliknya, The Possession of Hannah Grace justru sudah membocorkannya di awal film demi menjadi film exorcism yang “berbeda”, sehingga film ini tidak meninggalkan satupun misteri. Disengaja atau tidak, The Possession of Hannah Grace bagaikan salinan The Autopsy of Jane Doe yang jauh lebih lemah dan generik, dengan plot yang digabungkan dengan tema kerasukan dan ritual pengusiran iblis yang gagal, disudahi dengan terburu-buru dan meninggalkan banyak sekali pertanyaan tak terjawab. Dari semua plot hole dalam film ini, yang paling mengganggu saya adalah sebuah pertanyaan besar, mengapa Hannah Grace dengan mudah mampu membunuh para korbannya lewat kekuatan telekinetik mistis, tapi ia seakan terus membiarkan Megan sejak awal. Awalnya saya menduga akan ada twist tentang sesuatu yang spesial dari Megan yang membuatnya selamat, namun sayangnya tidak ada yang spesial dari Megan.

Tapi ada beberapa hal sepele yang masih bisa diapresiasi dari film horor generik ini. Salah satunya adalah minimnya penggunaan CGI pada pose-pose ganjil tubuh Hannah Grace, karena pemerannya Kirby Johnson adalah seorang penari sekaligus pesenam yang memiliki tubuh sangat lentur. The Possession of Hannah Grace adalah film debutnya, dan saya pikir Johnson berpotensi menjadi aktor “spesialis” karakter-karakter kerasukan karena kelenturannya itu. Beberapa luka sayat pada tubuh jasad Hannah Grace juga tampak cukup real karena dikerjakan secara tradisional, meskipun mayoritas special effect dalam film ini dipenuhi dengan CGI. Untuk ukuran film horor, film ini dieksekusi dengan cara yang sangat biasa saja. Tapi setidaknya The Possession of Hannah Grace memiliki konsep menarik di mana iblis bisa tetap mengendalikan mayat manusia yang sebelumnya ia rasuki. Idenya, manusia yang kerasukan saja sudah seram, apalagi mayat. Setidaknya konsep ini bisa menjadi variasi kecil dari banyak kisah kerasukan usang yang sudah pernah kita dengar berkali-kali sebelumnya. Secara garis besar, The Possession of Hannah Grace bisa saja menjadi tontonan yang menyeramkan bagi mereka yang jarang menonton film horor dan tidak familiar dengan semua klise horor supranatural. Namun film ini jelas akan segera dilupakan oleh para penontonnya.