THE COTTAGE
Sutradara: Paul Andrew Williams
UK (2008)
Review oleh Tremor
Inggris adalah salah satu negara yang menghasilkan film-film komedi horror dengan gaya humornya sendiri, dari mulai Shaun of the Dead (2004), Severance (2006), Attack the Block (2011) Cockneys vs Zombies (2012), dan juga The Cottage. Namun The Cottage menggunakan pendekatan yang cukup berbeda dibanding film-film British horror comedy lainnya, karena dibuka dengan plot ala film kriminal. Film ini merupakan film full-length kedua dari seorang sutradara muda bernama Paul Andrew Williams yang pada tahun 2006 pernah merilis debutnya, sebuah film drama / thriller kriminal berjudul London to Brighton. Di tahun yang sama dengan dirilisnya The Cottage, ia juga menulis kisah horror bertema natal berjudul The Children yang disutradarai oleh Tom Shankland. Menurut saya The Cottage adalah jenis film yang akan terasa lebih menyenangkan kalau penontonnya tidak tahu apa-apa tentang film ini sebelumnya. Dan saya cukup beruntung karena menonton film ini secara buta tanpa melihat trailer atau membaca sinopsisnya terlebih dahulu.
David dan Peter adalah sepasang adik-kakak yang baru saja menculik seorang gadis bernama Tracey, dengan harapan bisa mendapatkan uang tebusan dari ayah Tracey yang merupakan seorang bos mafia sekaligus pemilik klub malam tempat David pernah bekerja. Keduanya menyekap Tracey yang sudah dibius dalam sebuah pondok kecil di tengah hutan. Masalahnya, David dan Peter memiliki kepribadian yang sama sekali berbeda. Peter bukanlah seorang kriminal seperti David. Ia hanyalah seorang family man yang tidak suka dengan masalah. Perilakunya yang polos dan gugup menghasilkan banyak konflik dan momen lucu, terutama saat ia mencoba untuk bersikap keras kepada Tracey. Sementara itu David adalah orang yang lebih berpengalaman di bidang kriminal, dan tentu saja jauh lebih kasar dibanding Peter. Satu-satunya alasan mengapa Peter mau membantu David adalah karena ia dijanjikan akan mendapatkan rumah warisan ibunya kalau David berhasil mendapat uang tebusan dari ayah Tracey. Tanpa mereka duga, ternyata Tracey sendiri adalah seorang gadis tangguh dan bermulut kasar yang berhasil membuat para penculiknya kerepotan. Keadaan semakin kacau ketika kakak tiri Tracey yang bernama Andrew datang membawa sekoper tebusan, sambil dibuntuti oleh sepasang pembunuh bayaran sadis yang dikirim oleh ayah Tracey. Bagian pertama The Cottage bisa dianggap selesai sampai di sini, karena selanjutnya secara perlahan penonton dibawa ke dalam teritori horror komedi yang penuh darah.
Meskipun plotnya berubah secara drastis di tengah jalan, namun The Cottage tetap berhasil mempertahankan elemen komedinya hingga film berakhir. Saya akui satu-dua lelucon dalam film ini terkadang cukup ofensif dan mungkin tidak akan lucu bagi sebagian orang. Contohnya, lelucon-lelucon body-shaming dan misoginis, seperti yang sering kita lihat dalam tayangan komedi di TV lokal. Saya pikir sudah seharusnya lelucon murahan semacam itu ditinggalkan dalam sebuah komedi modern seperti The Cottage, yang saya pikir jauh lebih berkelas dibandingkan komedi TV lokal. Namun di luar lelucon-lelucon usangnya, setidaknya masih ada beberapa momen lain dalam The Cottage yang membuat saya tertawa secara spontan, terutama dalam babak pertamanya di mana David cukup sial harus dikelilingi oleh orang-orang tolol dan tidak kompeten. Adanya momen-momen tersebut membuktikan bahwa membuat sketsa yang menggelitik tetap bisa dilakukan tanpa harus menghina perawakan tubuh tertentu.
Penampilan dari aktor Andy Serkis yang memerankan David mungkin adalah salah satu faktor yang menyelamatkan film ini. Wajahnya mungkin tidak begitu dikenal oleh sebagian penonton, karena Serkis lebih terkenal lewat peran-peran besar yang mengharuskan wajahnya digantikan CGI. Serkis adalah aktor yang pernah memerankan karakter-karakter penting dari franchise-franchise besar, dari mulai Gollum / Smeagol dalam seri The Lord of the Rings, Caesar dalam seri Planet of the Apes sejak Rise of the Planet of the Apes (2011), hingga memerankan Snoke dalam trilogi sekuel Star Wars. Dan rupanya Andy Serkis benar-benar bisa berakting tanpa CGI, karena ia melakukan pekerjaan yang luar biasa lewat karakter David dalam The Cottage. Selain itu, aktor Reece Shearsmith juga cukup bagus memerankan Peter yang komikal, teledor dan penakut. Shearsmith sendiri adalah aktor yang memang sudah familiar dengan genre komedi berkat pengalamannya bermain dalam serial TV horror komedi berjudul The League of Gentlemen (1999-2017). Perpaduan peran Serkis dan Shearsmith menjadikan hubungan Peter dan David cukup bernyawa, natural, dan terasa memiliki chemistry-nya sendiri, membuat kita sebagai penonton akan dengan mudah merasa khawatir atas keselamatan mereka di sepanjang film. Bicara soal aktor, film ini juga menampilkan cameo yang bisa membuat para penonton horror senang. Saat David mencari telepon umum di desa terdekat, kita bisa melihat kemunculan Doug Bradley, seorang aktor cult yang wajahnya sangat dikenal para penggemar horror karena ia adalah pemeran Pinhead dari seri Hellraiser.
Hanya dibutuhkan waktu sekitar 40 menitan hingga The Cottage benar-benar berubah menjadi film komedi horror, dan saat itu terjadi, peralihannya cukup halus. Bagian horror dalam film ini sendiri bukanlah sesuatu yang menyegarkan, dan memiliki banyak kekurangan serta plot-hole. Apalagi adegan penutupnya terasa sangat dipaksakan. Tetapi secara keseluruhan, bagian horror dalam The Cottage bisa menghibur para penggemar horror yang akan dengan cepat memaafkan kekurangannya berkat adegan kejar-kejaran yang cukup menegangkan hingga penggunaan special effect gore tradisionalnya. Bicara soal kekurangan, salah satu yang cukup mengganjal bagi saya adalah tentang karakter bos mafia ayah Tracey. Penonton tahu betul kalau ayah Tracey sedang dalam perjalanan untuk menjemput putrinya, dan jelas ia akan melampiaskan amarahnya pada Peter dan David dengan keji. Namun ia tidak pernah muncul, dan rasanya sayang sekali potensi bertambahnya karakter dalam suasana penuh kekacauan di The Cottage tidak dikembangkan. Jujur saya menunggu-nunggu kedatangannya, karena saya ingin melihat ekspresi wajahnya saat ia tiba di TKP hanya untuk melihat semua kekacauan di depannya. Memang pada akhirnya ia tiba dalam post-credit scene film ini, tetapi tidak seperti yang saya harapkan. Lagi pula ada berapa banyak penonton yang menunggu post-credit scene untuk film semacam ini? The Cottage memang bukan film yang bisa menyaingi Shaun of the Dead, Braindead ataupun Evil Dead II. Tapi film ini juga tidak buruk meskipun memiliki kekurangan. Kalau kalian adalah penggemar film-film horror komedi ringan, terutama dengan sentuhan lelucon British, saya pikir waktu kalian tidak akan terbuang percuma dengan menonton The Cottage. Saran saya, jangan melihat trailernya sebelum kalian benar-benar menonton film ini.