RANDOM ACTS OF VIOLENCE
Sutradara: Jay Baruchel
Kanada (2019)
Review oleh Tremor
Random Acts of Violence adalah sebuah film slasher yang disutradarai oleh seorang komedian asal Kanada, Jay Baruchel. Ini adalah film horor pertama buatannya, diadaptasi dari graphic novel tahun 2010 dengan judul yang sama, yang kemudian ia tulis ulang menjadi naskah film bersama Jesse Chabot. Tak hanya menyutradarai dan menulis, Baruchel juga ikut bermain dalam film ini. Lantas apakah latar belakang Baruchel sebagai komedian membuat Random Acts of Violence menjadi film komedi horor? Jawabannya adalah tidak. Film ini justru cukup serius, gelap, brutal dan penuh darah. Random Acts of Violence bukanlah film slasher biasa, karena film ini menyertakan komentar kritik terhadap genre horor sekaligus melontarkan bahan diskusi yang klasik namun tetap menarik untuk terus dibahas: apakah kekerasan dalam dunia hiburan bisa menginspirasi tindak kekerasan sungguhan di dunia nyata, ataukah sebaliknya? Dan kalau memang hiburan bisa menginspirasi kekerasan di dunia nyata, apakah itu menjadi tanggung jawab moral para penulisnya?
Film ini berkisah tentang seorang komikus Kanada bernama Todd yang terkenal lewat komik gore ultra-violent buatannya berjudul “Slasherman”, di mana ia menghadirkan seorang pembunuh bertopeng sebagai protagonisnya. Komik Slasherman terinspirasi dari kisah nyata (dalam film ini) rangkaian pembunuhan sadis dan acak yang pernah terjadi pada rentang waktu 1987 hingga 1991 di sekitar jalan Interstate 90, Amerika. Pembunuhnya dijuluki I-90 Killer, dan ia tidak pernah tertangkap. Setelah menerbitkan banyak edisi, kini Todd merasa sudah saatnya ia mengakhiri komiknya. Namun Todd belum memiliki ide tentang bagaimana cara menyudahi kisah Slasherman. Besama kekasihnya Kathy, mitra bisnisnya Ezra (diperankan oleh sutradara Jay Baruchel sendiri), serta asisten Todd yang bernama Aurora, Todd melakukan road trip ke Amerika untuk melakukan promosi komik Slasherman sekaligus mencari ide untuk edisi finale-nya. Kedatangan Todd di sekitar lokasi Interstate 90 mengundang banyak perhatian, bukan hanya dari para penggemar komiknya, tetapi juga dari para pembencinya. Komik fiksi buatan Todd menimbulkan gesekan antara dirinya dengan sebagian orang, terutama mereka yang pernah mengenal para korban I-90 Killer, serta mereka yang simpati terhadap keluarga korban. Todd dianggap sudah mengeksploitasi tragedi yang pernah terjadi di lingkungan mereka untuk keuntungannya sendiri dengan cara mengglorifikasi sosok pembunuh sadis. Namun gesekan dan serangan kritik yang Todd hadapi tidak ada apa-apanya dibanding dengan yang terjadi berikutnya. Tiba-tiba mulai terjadi serangkaian pembunuhan baru, yang seperti meniru cara-cara Slasherman membunuh dalam komik fiksi buatan Todd. Apakah pembunuh ini adalah seorang penggemar komik Slasherman yang terinspirasi, atau ia adalah I-90 Killer yang memutuskan untuk kembali beraksi?
Random Acts of Violence bekerja pada beberapa level yang berbeda. Pertama, ia adalah film slasher yang potensial, dengan cara-cara membunuh yang cukup kreatif meskipun kebanyakan tidak diperlihatkan di layar. Kedua, film ini memiliki pesan yang ingin disampaikan seputar kekerasan acak dalam kehidupan nyata yang memang banyak terjadi di Amerika dan hubungannya dengan kultur horor, terutama film-film eksploitasi gore dan torture porn. Dalam hal ini, Random Acts of Violence menyampaikan bahan diskusinya dengan cukup jelas tanpa terkesan menceramahi penontonnya. Film ini tidak memberi jawaban pasti atas perdebatan apakah genre horor yang penuh kekerasan menginspirasi terjadinya kekerasan sungguhan di dunia nyata, ataukah sebaliknya. Acts of Violence sepertinya ingin membiarkan penontonnya mengambil kesimpulannya masing-masing. Pada sisi artistik, Random Acts of Violence bagaikan sebuah surat cinta bagi film-film eksploitasi grindhouse di era 70-80an lewat gaya visualnya. Ini jelas terlihat dari bagaimana sinematografi film ini banyak menggunakan saturasi warna cahaya mencolok yang mengingatkan kita pada film-film horor klasik semacam Blood and Black Lace (1964), Suspiria (1977) dan Black Christmas (1974). Selain visual, penghormatan Baruchel terhadap genre horor juga terlihat dari adegan-adegan gore-nya yang banyak dikerjakan menggunakan special effect tradisional prostetik yang tampak meyakinkan. Jay Baruchel sepertinya tahu betul bahwa special effect tradisional adalah elemen yang paling dicari pra penonton horror dari sebuah film yang menampilkan darah dan isi perut.
Random Acts of Violence bukanlah film yang buruk. Tapi tentu saja ada beberapa kekurangan, di mana salah satunya cukup mengganggu saya. Saya tidak ingin menuliskan spoiler, jadi saya akan mencoba menuliskannya sesingkat mungkin. Kekurangan terburuk dari film ini berhubungan dengan potongan-potongan flashback yang rupanya adalah petunjuk tentang hubungan Todd dan sang pembunuh. Semua rangkaian flashback ini menjadi hal yang membingungkan, terutama menjelang adegan finalnya. Saya pikir masalahnya bukan ada pada penulisan, tetapi pada casting aktor yang sama sekali tidak tepat, membuatnya mustahil untuk penonton bisa menangkap koneksi antara semua flashback dengan kejadian di dalam film. Terlepas dari semua kekurangannya, film ini tetap merupakan sebuah karya horor yang bisa menghibur sekaligus menegangkan. Saat kita menyadari bahwa ini adalah debut horror dari seorang komedian yang mencoba duduk di kursi sutradara, Random Acts of Violence adalah usaha yang cukup mengesankan.