MOVIE REVIEW: NIGHT OF THE COMET (2016)

NIGHT OF THE COMET
Sutradara: Thom Eberhardt
USA (1984)

Review oleh Tremor

Saya sangat menyukai desain poster Night of the Comet yang sederhana ini, karena tidak memperlihatkan terlalu banyak sehingga meninggalkan kesan misteri yang kuat. Kalau hanya melihat dari posternya saja, mungkin banyak orang akan berpikir kalau Night of the Comet adalah sebuah film cosmic horror, atau bisa juga film tentang bagaimana umat manusia bersatu melawan alien. Tapi saya akan beberkan bahwa tidak ada alien dalam film ini. Night of the Comet adalah sebuah film sci-fi horror / komedi bertema kiamat yang dipadukan dengan (sangat) sedikit bumbu zombie dan action. Ini merupakan film kedua yang disutradarai sekaligus ditulis oleh Thom Eberhardt setelah sebelumnya membuat film horror berjudul Sole Survivor (1984). Namun, Eberhardt tidak pernah membuat film yang bisa dibilang bagus sejak Night of The Comet, menjadikan film ini sebagai karya terbaiknya.

Suatu hari di bulan Desember, penduduk bumi sedang menunggu datangnya malam dengan penuh antusias. Mereka tak sabar ingin menyaksikan fenomena astronomi spektakuler yang sangat langka dengan mata kepala mereka sendiri, yaitu munculnya sebuah komet yang akan melintas di dekat bumi. Terakhir kali komet yang sama melintasi dekat bumi adalah 65 juta tahun yang lalu. Keesokan harinya, seorang perempuan muda bernama Regina terbangun dari tidurnya di tempat ia bekerja hanya untuk menemukan langit yang telah berubah warna menjadi merah serta seisi kota telah kosong. Tidak ada satu orangpun yang ia temui, selain pakaian-pakaian lengkap yang bergeletakan di jalanan dan banyak bubuk berwarna merah berserakan. Tampaknya semua orang telah berubah menjadi debu. Ia juga menemui satu orang gelandangan yang mencoba menyerangnya dengan beringas layaknya zombie. Setelah berhasil mengalahkan zombie tersebut, Regina segera pergi ke rumahnya untuk mencari adiknya, Samantha. Beruntung Samantha baik-baik saja dan tidak tahu apa yang terjadi di luar rumah karena sama seperti Regina, ia juga tidak ikut menyaksikan komet pada malam sebelumnya. Setelah mendengar sebuah siaran radio, mereka pun bergegas pergi ke stasiun radio setempat dan menemukan salah satu survivor lain bernama Hector. Kini mereka bertiga harus mencari tahu apakah ada manusia lain yang bertahan hidup, dan harus siap dengan bahaya apapun yang menanti mereka di tengah dunia yang mendadak tidak berpenghuni.

Ada banyak hal yang saya nikmati dari Night of the Comet. Yang paling utama adalah nuansanya yang sangat 80-an dari mulai soundtrack-nya, kultur radio, fashion-nya, hingga dialognya, semua hal 80-an Amerika ada dalam film ini. Selain itu saya juga menikmati visual, action, plot twist, hingga tingkat ke-cringey-an Night of the Comet. Film ini juga mengandung komedi yang datang dari dua hal yang berbeda. Yang pertama adalah komedi yang disengaja dan umumnya ada dalam dialog, sementara yang kedua adalah yang tidak disengaja, karena seperti kebanyakan film 80an lainnya, ada banyak hal dalam kultur 80-an terasa menggelikan kalau dilihat lewat kacamata modern. Saya pribadi cukup suka dengan premis dasarnya, di mana manusia yang terpapar komet secara langsung berubah menjadi debu, dan mereka yang terpapar secara tidak langsung berubah menjadi semacam zombie, meskipun entah bagaimana penjelasan ilmiahnya. Saya pikir penjelasan ilmiah adalah hal yang paling tidak diperlukan kalau kita ingin menikmati film semacam Night of the Comet. Tapi setidaknya Thom Eberhardt sedikit memberi penjelasan mengapa beberapa orang seperti Regina dan Samantha tidak menjadi debu maupun zombie, karena rupanya mereka yang kebetulan berada di balik ruangan berlapis baja ketika komet melintasi bumi tidak terkena dampak sama sekali. Konsep zombie dalam film ini juga sebenarnya tidak bisa sepenuhnya disebut zombie dalam artian umum, karena meskipun wajah mereka seperti zombie, tapi mereka masih bisa berbicara, memiliki kecerdasan, dan bisa mengambil keputusan. Wajah mereka yang berdegradasi membusuk secara perlahan, dan perilaku mereka menjadi sedikit lebih beringas dibanding manusia pada umumnya hingga ke titik kanibalistik dan kejam adalah satu-satunya ciri yang membuat mereka dianggap sebagai zombie. Namun kemunculan zombie dalam film ini pun terhitung sangat sedikit, dengan beberapa kemunculan yang hanya terjadi di dalam mimpi. Saya pribadi suka dengan keputusan menjadikan film Night of the Comet sebagai film apokaliptik, dan bukan film zombie, karena mungkin penonton pada tahun 1984 juga sudah lelah dengan film zombie. Sama seperti kebanyakan plot post-apocalypse survival lainnya, apa yang menjadi ancaman dalam film ini justru datang dari sesama manusia dengan sifat aslinya yang mulai muncul di tengah keputusasaan.

Hal lain yang paling saya suka dari Night of the Comet adalah visualnya yang kuat. Dalam beberapa adegan, kita bisa melihat kota besar yang sama sekali kosong tidak berpenghuni. Ditambah dengan filter berwarna merah pada langit, membuat atmosfer post-apocalypse film ini terasa semakin kuat. Saya tidak tahu bagaimana cara mereka bisa mengambil gambar kota besar sekosong ini. Kemungkinan, sebagian besar bajet yang mereka miliki dihabiskan untuk mengurus perizinan dan juga penjagaan polisi yang harus menahan lalu lintas dalam proses pengambilan gambar film ini. Saya juga suka dengan karakter Regina yang sangat berani dan tegas. Dengan cerdik penulis Thom Eberhardt merancang karakter Regina sebagai anak dari seorang tentara yang pernah memberi pendidikan tentang self defense sejak Regina masih kecil, termasuk penggunaan bermacam jenis senjata api. Itulah mengapa Regina mampu mengalahkan zombie dengan tangan kosong, hingga bisa menembakkan uzi dengan cekatan. Kakak beradik Regina dan Samantha juga adalah kakak beradik yang penuh keceriaan, antusiasme, dan sepertinya bisa selalu menemukan celah untuk menikmati apapun yang sedang terjadi, membuat suasana apokalips tidak sesuram itu. Satu hal lain yang saya suka dari desain hampir semua karakter dalam Night of the Comet adalah, penggambarannya yang terasa seperti diambil dari buku komik, dari mulai ekspresi mereka, permainan cahaya dan bayangannya, hingga angle kamera yang menyorot mereka. “Rasa” buku komik ini semakin diperkuat dengan adegan-adegan action tembakan dan ledakan, menjadikan Night of the Comet benar-benar menghibur. Sulit untuk mencari kelemahan film semacam Night of the Comet. Bukan berarti ini adalah film yang sempurna. Sebaliknya, film ini jauh dari sempurna. Tapi plot hole, inkonsistensi dan kelemahan memang sudah menjadi bagian dari film semacam in. Layaknya membaca buku komik horor ringan, Night of the Comet adalah film yang hanya perlu dinikmati saja tanpa perlu kita pikirkan segala sesuatunya terlalu serius. Yang terpenting adalah apakah film ini berhasil menghibur atau tidak, dan bagi saya jawabannya adalah sangat menghibur.