IT’S ALIVE
Sutradara: Larry Cohen
USA (1974)
Review oleh Tremor
It’s Alive adalah sebuah film horor independen kelas B 70-an yang tanpa diduga menjadi hits di bioskop-bioskop drive-in hingga bioskop besar di Amerika sesaat setelah dirilis. It’s Alive ditulis dan disutradarai oleh Larry Cohen, seorang pembuat film independen yang kini dianggap sebagai salah satu master of horror yang berpengaruh dalam budaya horor karena memiliki visinya sendiri yang unik. Di sepanjang sebagian besar karirnya, Cohen banyak berhadapan dengan keterbatasan biaya produksi. Namun itu tidak menghentikan Cohen. Beberapa karyanya kemudian diperhitungkan sebagai film-film klasik dalam kultur horor dan sci-fi seperti Q: The Winged Serpent (1982), The Stuff (1985) hingga Maniac Cop (1988). It’s Alive sendiri merupakan karya Cohen yang paling terkenal dan kini menyandang status cult dengan penggemarnya sendiri. Film ini kemudian memicu munculnya dua sekuel: It Lives Again (1978) dan It’s Alive III: Island of the Alive (1987) serta satu film remake yang dianggap gagal pada tahun 2009.
Plot It’s Alive sangat sederhana: Sepasang suami istri Frank dan Lenore Davis sedang menunggu kelahiran anak kedua mereka. Dalam proses persalinan, Lenore menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda pada bayi dalam kandungannya. Sesaat setelah dilahirkan, bayi Davis membunuh setiap orang di ruang bersalin kecuali ibunya, dan membuat kekacauan di rumah sakit. Bayi itu berhasil melarikan diri dari rumah sakit dan mulai membunuh orang-orang yang ia temui. Frank dan Lenore harus menerima kenyataan pahit bahwa anak kedua mereka yang baru saja dilahirkan adalah bayi mutan yang mengerikan dengan cakar, taring, serta naluri bertahan hidup yang ganas dan kemampuan menyerang dengan sadis. Polisi kemudian mulai memburu bayi itu di berbagai penjuru kota dengan tujuan untuk membunuhnya, sementara Frank harus memerangi nalurinya sebagai ayah kandung, merelakan perburuan ini demi keselamatan banyak orang.
Larry Cohen dikenal sebagai seorang sutradara yang kerap memasukkan komentar sosial dan unsur satir dalam film-filmnya dari mulai God Told Me To (1976) yang menyindir agama, hingga The Stuff (1985) yang menyindir budaya konsumerisme. It’s Alive juga tak berbeda jauh. Dalam film ini Cohen mengomentari banyak kecemasan sosial pada jamannya, dari mulai penggunaan bahan-bahan kimia asing dalam produksi bahan makanan secara massal, rusaknya kehidupan privat karena ketiadaan etika awak media yang meliput keluarga Davis, hingga penggunaan berlebihan obat-obatan kimiawi yang bisa berakibat fatal pada tubuh manusia. Soal obat-obatan ini adalah yang paling jelas dibicarakan dalam film, karena Lenore mengkonsumsi obat-obatan pencegah kehamilan secara rutin selama bertahun-tahun atas anjuran dokter. Ketika ia akhirnya hamil, yang sepertinya tidak direncanakan, ada kemungkinan janin bayi Lenore bermutasi karena banyaknya kandungan kimiawi asing yang selama ini Lenore konsumsi. Selain itu, Cohen juga mengambil tema tentang konsep cinta murni orang tua pada anaknya, di mana dalam kasus ini bagaimana orang tua bisa tetap mencintai dan melindungi bayinya meskipun bayi tersebut terlahir cacat, bahkan berperilaku layaknya monster ganas. Bayi mutan dalam It’s Alive sebenarnya tidak bisa dibilang jahat, karena ia melakukan semua keganasannya sesuai dengan naluri alaminya seperti makhluk hidup manapun: bertahan hidup, menyerang ketika merasa terancam, dan mencari kembali keluarganya. Karenanya tidak heran kalau penonton bisa sempat merasa simpati pada bayi itu. Cohen mampu memasukkan semua unsur komentar sosial tersebut di dalam satu film dengan cara yang sangat alami dan tidak terasa dipaksakan. Namun dari semua tema komentar sosial dalam film ini, ada satu hal yang agak mengganggu saya, yaitu tentang bagaimana film ini terlalu berfokus pada peran laki-laki, dalam kasus ini adalah David. Sementara peran sang ibu, Lenore, yang jelas-jelas harus melewati proses persalinan yang traumatik seakan diacuhkan begitu saja. Menurut saya hubungan ibu-anak dalam kisah It’s Alive jauh lebih signifikan dibandingkan hubungannya dengan ayah. Seandainya Cohen lebih banyak berfokus pada dilema dan perjuangan Lenore, serta usahanya untuk melindungi anak bayinya dari sang ayah dan kejaran polisi, mungkin film ini akan terasa jauh lebih kuat.
Kembali ke bayi mutan dalam It’s Alive, saya suka dengan bagaimana Cohen membuat wujud bayi ini tampak sangat misterius dan selalu tersembunyi. Saya menduga keputusan itu diambil karena keterbatasan dana. Namun Cohen mampu mengakali masalah itu dengan cara menyulap keterbatasan dana menjadi misteri penuh ketegangan, yang bisa jadi mengerikan bagi para penonton film di tahun 70-an. Kita tidak pernah benar-benar bisa melihat wujud sang bayi mutan dalam film ini. Ia selalu muncul secara sekelibat dalam kegelapan, bergerak cepat, dan terkadang lewat POV sebelum ia menyerang. Semua hal itu berhasil membantu terbangunnya suasana mengerikan, karena para penonton bisa memproyeksikan sendiri berbagai imajinasi menyeramkan soal wujud bayi ini dalam kepala mereka masing-masing. Ketegangan ini diperkuat dengan score film yang digubah oleh komposer legendaris Bernard Hermann yang sebelumnya pernah membuat score yang tak kalah legendaris dalam film Psycho (1960). Namun para penggemar film monster tentu akan kecewa dengan tidak terlihatnya sang bayi mutan dalam film ini, karena mereka pastinya ingin melihat wujud dan desain bayi mutan seutuhnya. Special effect dan desain bayi mutan dalam It’s Alive sendiri dikerjakan oleh Rick Baker, seorang seniman special effect yang sedang bekerja untuk film The Exorcist (1973) ketika Cohen pertama kali menawarkannya pekerjaan It’s Alive.
Meskipun kini dianggap sebagai karya cult classic, namun It’s Alive tetaplah film horor kelas B yang jauh dari sempurna, apalagi kalau ditonton dengan kacamata modern. Namun penonton perlu menempatkan diri pada kacamata penonton pada masanya saat menonton sebuah film jadul. Saya yakin It’s Alive adalah film yang cukup mengerikan pada jamannya, meskipun kalau ditonton di tahun 2023 bisa terlihat agak konyol. It’s Alive mungkin bisa lebih sempurna seandainya Cohen menjadikan film ini sebagai film horor komedi. Akting dalam film ini juga bisa dibilang sangat kaku dan buruk, dengan perilaku David di sepanjang film yang terasa menyebalkan bagi saya. Ia bahkan sempat menampar istrinya hanya untuk membuatnya diam, seakan itu adalah hal yang lumrah untuk dilakukan, mungkin pada masanya. It’s Alive adalah sebuah contoh film jadul yang sangat cocok kalau dibuat remake-nya oleh pembuat film yang tepat, mengingat remake tahun 2009 nya dianggap gagal total. Bagaimanapun, It’s Alive tetaplah merupakan sebuah produk film horor kelas B beranggaran rendah 1970-an yang berpengaruh, dan usaha Cohen tetap perlu diapresiasi terutama karena ia berhasil mengatasi rintangan keterbatasan dana dengan cukup baik.