fbpx

MOVIE REVIEW: INFECTION A.K.A. KANSEN (2004)

INFECTION A.K.A. KANSEN
Sutradara: Masayuki Ochiai

Jepang (2004)

Review oleh Tremor

Setelah kesuksesan film the Ring mengharumkan nama J-Horror di kancah perfilman internasional, produser Takashige Ichise (produser film-film J-horror fenomenal seperti Dark Water (2002), Shutter (2008), hingga franchise The Ring dan Ju-On) meminta enam orang sutradara Jepang untuk membuat film horror mereka sendiri, yang masing-masing film kemudian dirilis di bawah satu payung seri dengan judul “J-Horror Theater.” Infection, atau yang dalam bahasa aslinya berjudul Kansen, adalah film pertama yang membuka proyek tersebut. Film lain dalam seri ini adalah Yogen / Premonition (2004), Rinne / Reincarnation (2006), Sakebi / Retribution (2007), Kaidan (2007), dan Kyōfu / The Sylvian Experiments (2010) dan semua film ini tidak saling berkaitan. Infection bisa dibilang merupakan film yang sangat tepat sebagai pembuka J-Horror Theatre.

Kisah dalam Infection terjadi hanya dalam satu malam pada sebuah rumah sakit yang hampir bangkrut, kekurangan pekerja, dan krisis pasokan peralatan medis. Para dokter dan perawat yang masih bekerja di sana hanya tinggal sedikit. Mereka semua sudah sangat kelelahan serta belum juga menerima gaji. Beberapa perawat yang ada tampaknya tidak terlalu berpengalaman. Salah satu dari mereka bahkan belum mampu menemukan jalur nadi saat hendak menyuntik pasien. Perawat yang lain tidak dipercaya untuk menjahit luka sobek ringan. Salah satu dokter berpengaruh yang masih bekerja walaupun lelah adalah Dr Akiba. Ia berusaha untuk menjaga agar rumah sakit bisa tetap beroperasi melayani para pasiennya sebaik mungkin walaupun secara administratif mereka sudah tidak menerima pasien baru lagi.

Salah satu pasien Dr. Akiba dipenuhi luka bakar di sekujur tubuhnya. Tak seorang pun yang pernah menjenguknya selama ia dirawat berbulan-bulan di sana. Seluruh tubuhnya ditutup dengan perban, dan hidupnya banyak didukung oleh mesin-mesin. Malam itu, para pekerja medis ini dihadapi masalah pertama mereka saat pasien dengan luka bakar ini meninggal akibat kesalahan fatal: miskomunikasi soal dosis obat antara Dr Akiba dan salah satu perawat saat pasien itu sedang dalam keadaan darurat. Karir mereka akan benar-benar akan hancur berantakan kalau departemen kesehatan sampai mengetahui hal tersebut. Setelah melewati pertengkaran kecil, akhirnya semua pekerja yang hadir dalam ruangan tersebut sepakat untuk menutupi kesalahan fatal ini dan bekerja sama untuk menghilangkan bukti.

Kesialan mereka tidak berhenti disitu. Sesaat sebelum kejadian itu, sebuah mobil ambulans datang meninggalkan seorang pasien dengan infeksi misterius di ruang UGD. Para dokter dan kepala perawat shock saat pertama kali melihat kondisi pasien baru ini: organ tubuhnya meleleh dan tubuhnya mengeluarkan cairan berwarna hijau. Dr. Akiba berpendapat bahwa ini adalah situasi yang ada di luar kemampuan mereka, apa lagi rumah sakit itu tidak sanggup menjalankan prosedur karantina yang layak kalau-kalau infeksi ini ternyata menular. Tapi seorang dokter lain yang berwajah sangat menyeramkan meyakinkan mereka semua bahwa ini adalah kesempatan bagus bagi mereka untuk mempelajari penyakit misterius tersebut, dan tim dokter ini tentu akan mendapat penghargaan di bidang medis kalau berhasil mempelajarinya. Dokter lain akhirnya setuju walaupun secara terpaksa. Namun semua sudah terlambat saat Dr. Akiba dkk mulai menyadari bahwa infeksi misterius ini jauh lebih berbahaya (dan menular) dari yang mereka perkirakan sebelumnya. Ini jelas bukan jenis infeksi biasa.

Bagi sebagian orang, rumah sakit adalah sebuah tempat yang identik dengan rasa tidak nyaman, karena tempat ini berkaitan dengan sakit penyakit dan kesedihan. Sebagian orang lainnya bahkan mungkin saja beranggapan kalau rumah sakit adalah tempat yang menakutkan, dalam artian: angker. Hal itu biasa dirasakan oleh masyarakat biasa. Tapi bagaimana dengan dokter dan para pekerja medis yang bekerja di sana? Apakah mereka mengkhawatirkan sesuatu yang mengerikan akan terjadi juga?  Seberapa tertekannya bekerja di sebuah tempat yang penuh dengan rasa sakit dan kesedihan? Film Infection seakan mencoba menjawab menggambarkan hal itu dengan caranya sendiri.

Rumah sakit dalam Infection digambarkan sebagai tempat yang gelap, tua, tampak tak terurus, tampak sepi karena kekurangan pekerja dan sudah tidak menerima pasien baru. Mereka bahkan harus mematikan sebagian besar lampu koridur untuk menghemat. Hasilnya? Ada lebih banyak pojokan gelap. Para pembuat film ini seakan menggunakan tampilan kondisi rumah sakit ini untuk menggarisbawahi kondisi tertekan serta keputusasaan para pekerja yang tersisa. Dari mulai lobi, koridor hingga beberapa kamarnya juga digambarkan dengan atmosfer yang terasa sangat ganjil. Setiap sudut rumah sakit ini juga terasa sangat dingin dan steril, tetapi juga hangat dan kotor di saat bersamaan. Ditambah lagi dengan adanya perasaan paranoia, ketidaknyamanan dan ketidakpercayaan yang tampak jelas membayangi setiap karakternya. Pada saat infeksi misterius akhirnya mulai menyebar di dalam rumah sakit ini, kepribadian satu persatu dari mereka mulai berbenturan dan berujung dengan segala ketidakwarasan di luar kendali. Sutradara Ochiai mengubah rumah sakit menjadi sebuah mimpi buruk. Dengan penggunaan tone warna yang mendukung ditambah dengan desain sound yang lumayan menyeramkan, membuat lokasi film ini menjadi cukup meresahkan.

Bicara soal tone warna, penggunaan warna merah dan hijau dalam film ini jelas disengaja dan mungkin saja memiliki arti simbolik. Pada awal film, salah satu dokter menjelaskan kepada seorang perawat tentang proses kerja otak kita serta bagaimana warna merah pada buah apel seakan tidak pernah berubah dalam keadaan apa pun. Itu karena kemampuan pemrosesan otak kita. Kalau diperhatikan, ada banyak sekali penggunaan cahaya merah (dan hijau) di sepanjang film ini berlangsung yang  muncul secara konstan. Ironisnya, warna merah seakan menandakan realitas dan keselamatan di dalam film Infection, karena warna hijau menggambarkan infeksi yang mengerikan, kematian dan penyakit. Perubahan halus antara warna merah dan hijau di sepanjang film ini awalnya tidak pernah saya sadari hingga saya menonton ulang Infection untuk menuliskan reviewnya. Ini adalah alasan mengapa saya suka menonton ulang sebuah film, karena ada banyak detail yang mungkin dulu saya lewatkan begitu saja saat pertama kali menontonnya.

Kalau adegan melelehnya organ dalam manusia terdengar menyenangkan bagi kalian para penggemar horror, maka bersiaplah untuk kecewa, karena film ini sama sekali tidak menampilkan adegan proses meleleh itu dengan mendetail. Selain cairan kental berwarna hijau yang meleleh-leleh, sebagian besar visual gore dalam film ini tidak benar-benar diperlihatkan di layar. Ini cukup menarik, karena hasilnya tetap menyeramkan. Sambil didukung dengan desain sound yang luar biasa, imajinasi penontonlah yang kemudian akan membayangkannya sendiri. Kita hanya diperlihatkan ekspresi-ekspresi ngeri dan jijik pada wajah setiap karakternya saat pertama kali melihat pasien yang meleleh, dan itu saja sudah cukup efektif. Kalau memang keterbatasan bajet adalah alasan mengapa tidak ada detail visual, saya sangat bersyukur mereka menggunakan cara ini karena ini jauh lebih baik dibandingkan kalau mereka memaksakan penggunaan special effect atau CGI murah meriah.

Infection adalah sebuah film yang menyenangkan untuk ditonton. Film-film semacam Ringu dan Ju-On membuat citra genre J-horor menjadi terlalu klise, dan tak sedikit pembuat film terjebak dalam keklisean yang sama setelahnya, mencoba mengulang-ulang formula yang sama. Infection dirilis tepat ketika dunia (atau mungkin saya saja) sudah jenuh dengan sosok hantu asia berambut panjang, dan film ini berhasil memperluas image J-horror keluar dari stereotip nya dengan cara meninggalkan sosok hantu, lalu menambahkan unsur horor psikologis dan sedikit body horror. Infection juga tidak hanya berfokus pada horror serta kengerian semata, tetapi juga pada moral dan mental para karakternya, dan pengaruh kondisi mental pada semua kejadian yang terjadi. Pada dasarnya Infection adalah film horror yang mencampurkan kengerian medis, horror psikologis dan supranatural yang sangat sempurna. Ini adalah film horor yang sangat saya rekomendasikan pada para penggemar J-Horror yang kebetulan belum pernah menontonnya karena film ini bukan J-horror biasa, dan jelas tetap mencekam sekaligus menghibur.

Untuk berdiskusi lebih lanjut soal film ini, silahkan kontak Tremor di email: makanmayat138@gmail.com