DAGON
Sutradara: Stuart Gordon
USA/Spanyol (2001)
Review oleh Tremor
Kalau kalian adalah penggemar horor, kemungkinan besar kalian pernah mendengar nama H.P. Lovecraft, salah satu penulis fiksi horor paling ikonik yang karya-karyanya bisa dibilang gelap, unik, aneh, megah, keren sekaligus puitis. Karena karya-karyanya telah menginspirasi banyak sekali film lain hingga hari ini, nama sang penulis akhirnya disematkan sebagai subgenre horor tersendiri, lovecraftian horror. Selebihnya soal H.P. Lovecraft, saya pernah membahasnya sedikit dalam review film From Beyond (1986) yang pernah saya tulis sebelumnya. Dagon sendiri adalah sebuah film cosmic horror / body horror yang merupakan adaptasi langsung dari karya H.P. Lovecraft. Khususnya, cerpen berjudul “Dagon” (1919) yang dipakai sebagai judul film ini, dan novella “The Shadow Over Innsmouth” (1936) sebagai plot utamanya. Film ini disutradarai oleh Stuart Gordon yang namanya sudah tidak asing lagi dalam dunia horror. Kali ini Gordon kembali bekerja sama dengan penulis skenario Dennis Paoli, serta produser Brian Yuzna. Ini bukan pertama kali ketiganya bekerja sama dalam mengadaptasi karya Lovecraft. Sebelumnya mereka sudah membuat Re-Animator (1985) dan From Beyond (1986) yang juga diadaptasi secara bebas dari karya H.P. Lovecraft. Walaupun film ini bukanlah film Gordon / Paoli yang terbaik, namun Dagon dianggap sebagai bentuk adaptasi yang paling mendekati novella aslinya. Jadi, kalau ada orang-orang yang tahu betul bagaimana cara mengadaptasi karya Lovecraft ke dalam narasi film, Stuart Gordon dan Dennis Paoli lah orangnya.
Film Dagon memperkenalkan kita pada seorang pemuda bernama Paul Marsh. Dalam prolog film ini, kita mengikuti mimpi buruk yang selalu mengganggu Paul dalam tidurnya: Paul sedang menyelam di kedalaman laut dan menemukan sebuah reruntuhan konstruksi janggal di dasarnya yang membentuk simbol seperti mata raksasa dengan lubang besar bagai sumur raksasa di tengahnya. Saat menyelam lebih dalam, Paul bertemu dengan seekor putri duyung cantik yang kemudian memperlihatkan gigi-gigi hiu padanya, seakan hendak memangsa Paul. Pada momen itulah ia selalu terbangun dari mimpi buruknya. Kini Paul sudah kembali ke dunia nyatanya. Ia sedang merayakan keberhasilan bisnisnya dengan cara pergi berpesiar menggunakan sebuah perahu layar pribadi bersama dengan kekasihnya, Barbara, serta dua orang temannya sekaligus pemilik kapal tersebut, Vicki dan Howard. Saat tengah menunggu matahari terbenam di tengah laut sekitar Spanyol, tiba-tiba awan gelap datang dengan sangat cepat, membawa serta badai di dalamnya. Mereka segera bergegas untuk pergi meninggalkan lokasi namun awan gelap datang dengan sangat cepat. Perahu layar mereka pun dihantam oleh badai yang kemudian menyapu perahu hingga menyangkut pada sebuah karang besar. Hantaman karang ini merusak bagian bawah kapal hingga terjadi kebocoran. Vicky yang kebetulan sedang berada di dek bawah terluka akibat terhimpit benturan karang. Beruntung mereka berada tidak jauh dari sebuah desa kecil yang bisa mereka lihat dari perahu. Paul dan Barbara pun pergi mencari bantuan ke desa tersebut menggunakan perahu karet darurat, sementara Howard tinggal di kapal untuk menemani Vicky. Desa tersebut adalah sebuah desa nelayan yang bernama Imboca yang rupanya sangat sepi. Saat Paul dan Barbara memasuki desa Imboca, atmosfer mencekam mulai dibangun. Selain terasa sangat sepi, desa ini diselimuti kabut tebal dan dinaungi oleh awan kelabu di atasnya. Jalanan dan suasana desa juga terasa sangat lembab dan serba basah. Paul dan Barbara mendengar nyanyi-nyanyian secara samar yang berasal dari sebuah bangunan gereja tua di tengah desa. Di sana mereka berjumpa dengan seorang pendeta yang misterius dan tidak bisa berbahasa inggris. Namun ia sepertinya mau membantu. Pendeta itupun meminta dua orang nelayan (yang sama-sama misteriusnya) untuk mengantar Paul kembali ke kapalnya yang menyangkut di karang untuk menjemput Vicky dan Howard, sementara Barbara diminta tetap tinggal di desa untuk mencari bantuan polisi.
Sesampainya di perahu layarnya, Paul tidak menemukan Howard dan Vicky. Sambil kebingungan, Paul kembali ke Imboca bersama dua nelayan yang menemaninya, dan menemukan bahwa Barbara juga sudah tidak ada. Dengan bahasa inggris seadanya, sang pendeta menyuruh Paul untuk menunggu Barbara di sebuah hotel, karena Barbara sedang pergi ke kantor polisi. Tapi penonton tahu betul apa yang sebenarnya terjadi. Barbara sebelumnya diminta untuk pergi ke hotel yang sama dan melihat bahwa sang pengelola hotel tampak memiliki semacam insang di lehernya. Barbara juga memperhatikan bagaimana jari-jari tangan si pendeta memiliki selaput mirip sirip ikan. Sejak itu Barbara menghilang. Paul akhirnya memutuskan untuk menunggu Barbara di kamar hotel. Namun sebelum Paul berhasil mengetahui apa yang terjadi dengan Barbara, ia didatangi oleh segerombolan penduduk yang berperilaku aneh. Mereka berusaha menjebol pintu kamar hotel untuk menangkapnya. Paul yang ketakutan sekaligus kebingungan melarikan diri lewat jendela, berlari menjauhi kerumunan masa dan bersembunyi di dalam sebuah gudang. Di dalam sana Paul malah menemukan kulit-kulit manusia yang diregangkan pada bingkai-bingkai kayu untuk dikeringkan. Ia semakin ketakutan dan kembali melarikan diri menyelinap dalam bayang-bayang lorong-lorong desa Inboca. Ia bertemu dengan seorang pemabuk tua bernama Ezequiel, yang mengklaim bahwa dirinya adalah manusia terakhir yang tersisa di Imboca. Dari mulut Ezequiel lah kita mengetahui sekilas sejarah gelap desa Imboca serta kisah pemujaan penduduk desa terhadap dewa kuno bernama Dagon. Paul boleh percaya boleh tidak, karena Ezequiel bisa jadi hanya melantur mabuk, atau memang orang gila. Tapi penonton tentu saja percaya pada Ezequiel. Apalagi setelah melihat bagaimana anatomi para penduduk desa Imboca bagaikan mutasi manusia dengan mahluk laut. Paul kini harus berjuang untuk menyelamatkan dirinya dari desa Imboca. Tapi semakin besar usahanya, dan semakin jauh film ini berjalan, semakin banyak rahasia mengerikan desa Imboca yang terkuak, hingga Paul menemukan takdirnya di desa terkutuk ini.
Saya sangat menikmati sebagian besar film ini. Dari mulai cara penuturan ceritanya, plot, atmosfer hingga monster-monsternya. Keluhan saya hanyalah soal special efek CGI yang tampak sangat murahan untuk ukuran film awal tahun 2000-an. Beruntung efek CGI mengambil porsi sangat sedikit dalam film ini. Selebihnya, kita akan lebih banyak melihat special effect tradisional ala film-film horror 80-an yang dibuat dengan lumayan serius dan penuh dedikasi. Dari mulai makeup para penduduk Imboca yang memiliki bagian-bagian tubuh hewan laut, hingga adegan gore-nya, semua efek tradisional dalam Dagon masih tampak realistis walau ditonton sekarang. Keluhan saya lainnya adalah soal acting beberapa pemeran utamanya yang bisa dibilang pas-pasan. Namun lagi-lagi keburukan ini cukup terbayar dengan menariknya kisah dalam Dagon, dan cara film ini mengalir. Dagon jelas memiliki bajet yang rendah, hingga banyak kualitas yang mungkin terpaksa harus dikorbankan demi tetap bisa berfokus pada apa paling penting dalam sebuah cerita: menceritakan kisah horor yang menegangkan dan efektif. Dalam hal itu Stuart Gordon telah melakukan pekerjaan yang cukup baik walaupun dengan bajet terbatas.
Di luar acting yang pas-pasan serta CGI yang kasar, film Dagon tetap merupakan suguhan yang memuaskan bagi para penggemar lovecraftian horror. Kengerian dan ketegangan dalam kisah Dagon berpusat pada pada xenofobia, ketakutan akan hal-hal tidak diketahui, perasaan terperangkap dan terasing, hingga semua ini berpuncak pada akhir film dimana Paul harus mempertanyakan takdirnya sendiri. Film ini memiliki semua elemen yang cukup untuk bisa menghibur para penggemar horror: monster, orang-orang menyeramkan, adegan pengejaran yang menegangkan, darah, serta plot twist. Sangat disayangkan mengapa film-film horor semacam ini tidak bisa diproduksi dengan biaya yang lebih besar. Secara keseluruhan Gordon berhasil membuat film solid yang mendebarkan dan menegangkan, lengkap dengan atmosfer lovecraftian sejati. Kalau kalian bukan orang yang familiar dengan kanon Lovecraftian, Dagon mungkin adalah salah satu film yang tepat untuk memulainya karena film ini dianggap sebagai adaptasi Lovecraft yang sangat sesuai dengan suasana dan struktur plot ceritanya aslinya, dan sejauh ini merupakan salah satu adaptasi terbaik dari karya Lovecraft.
Untuk berdiskusi lebih lanjut soal film ini, silahkan kontak Tremor di email: makanmayat138@gmail.com