fbpx

ALBUM REVIEW: UMBRA VITAE – SHADOW OF LIFE

UMBRA VITAE ‘Shadow of Life’ ALBUM REVIEW

Deathwish Inc,. May 1st 2020

Death metal

Julukan supergroup sudah dari zaman kuda masih makan besi sampai sekarang, sepertinya masih tetap jadi sebuah kutukan, bukan hal aneh lagi kalau ada band baru yang personil-nya berasal dari grup yang udah gede duluan namanya, kelar album pertama rilis acap kali langsung ngilang ditelan bumi, atau paling banter cuma sampe dua/tiga album saja, jarang yang mampu bertahan lama. Namun kutukan tersebut sepertinya tak membuat pentolan CONVERGE, Jacob Bannon, gentar apalagi sampai mengurungkan niatnya untuk mewujudkan proyek death metal miliknya, didukung nama-nama yang pasti nya sudah tidak asing bagi mereka yang pas era-2000’an dulu, sempet getol ngikutin perkembangan aliran metalcore/early-deathcore, karena sang juragan Deathwish Inc. ngajak (lagi) Sean Martin yang merupakan eks personil HATEBREED, 100 DEMONS, Mike McKenzie dan Greg Weeks dari THE RED CHORD, plus penggebuk bedug Jon Rice (JOB FOR A COWBOY). Quintet bernama UMBRA VITAE ini merupakan antithesis side-project Jacob Bannon sebelumnya bareng Sean Martin dan Mike McKenzie, yaitu WEAR YOUR WOUNDS, yang lebih adem karena maenin post-rock, sedangkan UMBRA VITAE dijamin lebih brutal dan agresif.

Meskipun komposisinya masih dalam ruang lingkup death metai, debut album UMBRA VITAE sendiri banyak terpengaruh sound deathcore era awal, semacam hibrida antara THE RED CHORD dengan JOB FOR A COWBOY album ‘Ruination’. Karena karakter vokalnya Jacob Bannon terlalu khas, pas awal-awal ngedengerin kadang kayak gak nyambung gimana gitu, apalagi pas riffing OSDM ala MORBID ANGEL atau GORGUTS lagi nongol, tapi kalau vokalnya low growl kayak banyak band kekinian juga bakalan gak spesial juga sih, karena udah kebanyakan dipake grup laen. Dari segi aransemen UMBRA VITAE termasuk cukup beragam, terdengar jelas kalau mereka ngulik lumayan dalem pada sesi penulisan lagu sepertinya, beberapa lagu juga ada yang nyerempet deathgrind (“Mantra of Madness”) hingga black metal (title track “Shadow of Life”, tak hanya kebut-kebutan saja, banyak variasi, meskipun belum se-ekspansif  FULL OF HELL, yang notabene punya sound rada mirip, dan karena emang semua personilnya dari berasal scene metalcore/deathcore semua, bukan hal aneh lah misal banyak breakdown/slam riffs berceceran, namun belum mencapai level klise kemunculanya seperti band deathcore zaman now.

Meskipun berdurasi hanya 25 menit, ‘Shadow of Life’ termasuk sangat intens dan padat, jadi meskipun dibawah setengah jam, ‘Shadow of Life’ tetap bisa bikin jiwa dan raga pasti kelojotan, apalagi album ini didukung produksi berengsek dari none other than Kurt Ballou dan Brad Boatright, yang sudah pasti bisa langsung menonjok genderang telinga sampe budeg. Walaupun begitu dalam debut albumnya, UMBRA VITAE, sepertinya masih terlalu main aman, materinya kadang terasa nanggung alias bisa di eksplor lebih jauh, apalagi ketika isi membernya punya portofolio album-album macam ‘Jane Doe, ‘Prey for Eyes’, ‘Doom, dan ‘The Rise of Brutality’, yang merupakan panutan bagi para pengusung metalcore/deathcore sampai saat ini,  alhasil potensi UMBRA VITAE jadi seperti kurang terealisasikan dalam ‘Shadow of Life’. Namun saya rasa mereka sudah sedikit mematahkan kutukan sebuah supergroup, karena seditaknya band ini punya debut album yang kagak medioker apalagi flop, hanya saja saya beraharap UMBRA VITAE gak lenyap begitu saja dan tak harus mengunggu lama-lama sampai album keduanya muncul dikemudian hari. (Peanhead)

8.0 out of 10