fbpx

ALBUM REVIEW: UADA – DJINN

UADA ‘DJINN’ ALBUM REVIEW

EISENWALD TONSCHMIEDE. 25TH SEPTEMBER 2020

MELODIC BLACK METAL/ATMOSPHERIC BLACK METAL

Di antara ribuan pengusung black metal yang bermunculan beberapa tahun terakhir, UADA mampu menjadi salah satu nama yang berhasil melesat begitu cepat dalam scene bawah tanah, walaupun belum mencapai level rekognisi se-masif BATUSHKA atau ZEAL AND ARDOR, grup ini bermodalkan momen sangat tepat, bekingan label kvlt sekelas Eisenwald Tonschmiede, plus berbagai kontroversi dan drama media sosial, namun faktor yang bisa dibilang paling berpengaruh, bukan tidak lain adalah keputusan James Sloan dan Jake Superchi untuk mengekor popularitas duo black metal asal Polandia MGLA. UADA banyak meminjam formulasi musik dari grup tersebut, selain itu mereka turut pula menjiplak gaya dandanan sampai image MGLA, jadi tak perlu aneh kalau band ini sering jadi bahan bullying dan dianggap sebagai MGLA versi KW selama ini. Tapi yang membedakan UADA dengan kloning-kloning MGLA lainya (seperti GROZA misalnya), setidaknya album perdana mereka ‘Devoid of Light’ punya songwriting diatas rata-rata, racikan melodic black metal yang mereka bawakan cukup catchy dan memorable, hal tersebut memang karena para personil nya memang sudah lama malang melintang dalam dunia extreme metal, bahkan gitaris  Jake Superchi telah berkecimpung semenjak tahun 90’an bersama salah satu grup black metal paling disegani di Amerika Serikat yaitu CEREMONIAL CASTINGS.

Ketika memutar tombol play untuk pertama kalinya, saya tak terlalu menaruh banyak ekspektasi terhadap ‘Djinn’, maklum album kedua UADA yang dirilis dua tahun lalu ‘Cult of Dying Sun’ agak mengecewakan dan bland as f*** , materinya sangat biasa aja tak ada progresi signifikan dari ‘Devoid of Light’, dan sepertinya UADA ingin mencoba menulis ‘Exercises in Futility’ versi mereka namun gatot. Jadi ketika track pertama dari album ini mengudara saya langsung bikin bingung bukan main, apa mungkin saya salah memasukan kepingan cakram padat ke CD Player, pasalnya “Djinn” dibuka dengan dengan melodi dan harmonisasi gitar dan pattern drum yang malah mirip AFI era ‘Sing The Sorrow’ ketemu tremollo riffing dingin ala DISSECTION, alih-alih déjà vu ke MGLA seperti dulu, saya justru menangkap aroma band indie rock macam WHITE LUNG dan CLOUD NOTHING yang mayan ketara. Tapi bukan berarti UADA banting setir jadi band indie punk, akar musik nya masih black metal, meskipun begitu dalam album ini mereka telah berhasil keluar dari bayang-bayang MGLA yang selama ini selalu menghantui, elemen black metal nya pun semakin lebih dekat pada rasa-rasa Swedish black metal macam DAWN, UNANIMATED, VINTERLAND dkk, apalagi di dukung aransemen lead guitar yang semakin atraktif.

UADA akhirnya paham mereka tak punya drummer sekelas Maciej ‘Darkside’ Kowalski, untuk itu James Sloan menghadirkan melodi lead, lick dan solo gitar yang lumayan kreatif dalam ruang lingkup komposisi black metal sebagai ujung tombak. Coba saja setel “The Great Mirage”, “In the Absence of Matter”, dan “Between Two Worlds”, yang beberapa bagianya sudah pasti bisa bikin elitist naik pitam. Walau jelas ‘Djinn’ merupakan album terbaik UADA sejauh ini, masih ada beberapa momen yang menghalangi album ini menjadi sebuah masterpiece layaknya ‘Stranger Fruit’ atau ‘Litourgiya’, Pertama meskipun sudah tak lagi menjadi band pengekor, komposisi yang mereka tulis masih terlalu “mirip ini-mirip itu”, kemudian beberapa lagu juga masih sangat terasa bertele-tele khususnya “Forestless” yang merupakan lagu atmospheric black metal klise rada boring, dan tentunya ‘No Place Here’ yang punya lirik ultra cringeworthy lengkap dengan bagian spoken word pretensius, tak malu-malu copas konsep dari SCHAMMASCH. Diluar hal-hal negatif tersebut ‘Djinn’ adalah album yang lumayan solid secara keseluruhan, baik dari segi produksi, konsep artistik, dan tentunya penulisan lagu, keberanian UADA memadukan black metal dengan berbagai elemen dari melodic death metal, punk, hingga indie rock, menjadikan ‘Djinn’ potensial untuk bisa memikat pendengar diluar scene black metal, dari pada menjadi sisifus mencoba mencari pengakuan dari para elitist yang sudah pasti mustahil. (Peanhead)

8.0 out of 10