MAYHEM ‘Daemon’
Century Media Records. October 25th, 2019
Black metal
Kontroversi film karya sutradara Jonas Åkerlund (eks drummer BATHORY) ‘Lord of Chaos’ yg sempat bikin geger dan menuai kritik pedas dari para pelaku scene Norwegian black metal masih hangat dalam ingatan ketika MAYHEM mengumumkan album ke-enam mereka berjudul ‘Daemon’, polemik dari film layar lebar adaptasi dari buku berjudul sama garapan Michael Moynihan and Didrik Søderlind tersebut menceritakan sejarah dan lika-liku perjalanan kontroversial dari MAYHEM dari periode penggagasan oleh Øystein “Euronymous” Aarseth, Jørn “Necrobutcher” Stubberud dan Kjetil Manheim, drama antara Euronymous dan Pelle “Dead” Ohlin yang berujung pada aksi bunuh diri Dead, sampai aksi pembakaran gereja oleh geng ‘Inner Circle’ hingga tragedi pembunuhan sang gitaris ditangan Varg Vikernes (BURZUM) yang kala itu menjadi pemain bass sesi rekaman ‘De Mysteriis Dom Sathanas’ (1994).
‘Daemon’ juga merupakan sebuah kelanjutan atas kesuksesan tur anniversary kedua puluh tahun, dimana untuk pertama kalinya MAYHEM membawakan ‘De Mysteriis Dom Sathanas’/’DMDS’ secara penuh di atas panggung, jadi secara konseptual ‘Daemon’ sedikit melirik kebelakang dan meninggalkan tema-tema peperangan dan teori konspirasi juga komposisi avant-garde/progressive black metal yang sudah MAYHEM kulik semenjak ‘Grand Declaration of War’ (2000), dan dilanjutkan dalam ‘Ordo ad Chao’ (2007) lalu ‘Esoteric Warfare’ (2014) kemudian menggantinya dengan formulasi black metal tradisionil ala ‘DMDS’ dan kontek lirik berlatar blasphemy dan satanisme.
‘Daemon’ pastinya dapat memuaskan para fans garis keras MAYHEM yang sudah lama menunggu-nunggu ‘DMDS Part II’, pasalnya semenjak memutuskan reuni di tahun 1994 dengan gitaris baru Rune Eriksen aka Blasphemer karya-karya mereka tak pernah mirip satu sama lain, setelah ‘Wolf’s Lair Abyss’ (1997) materi MAYHEM malah makin jauh dari keangkeran dan aura mistis album tersebut, ‘Chimaera’ (2004) adalah percobaan pertama mereka untuk kembali ke jalur ‘trve kvlt’ yang gak terlalu banyak ber-eksperimen aneh-aneh, tapi bagi sebagian orang album tersebut masih terdengar nanggung dan terlalu modern untuk dijadikan penerus legacy dari debut album legendaris MAYHEM. ‘The Dying False King’ langsung membuka ritual kegelapan ‘Daemon’ dengan aroma yang sangat familiar, Teloch yang sebelumnya lebih banyak menulis aransemen atonal dalam struktur yang non-konvensional kali ini merancang materi yang lebih mengacu ke traditional black metal hasil gagasan Euronymous dalam konteks yang lebih kekinian secara komposisional, tidak cuma mendaur ulang riff dari ‘DMDS’ atau ‘Deathcrush’, memang sih ada lagu seperti ‘Malum’ yang agak terlalu berlebihan merekondisi ‘Pagan Fears’ atau momen-momen bertebaran di ‘Of Worms and Ruins’ yang bisa bikin “kok kayak pernah denger neh!”, untungnya Teloch dan Ghul dalam penulisan lagu turut serta memasukan berbagai elemen dari album MAYHEM post-Euronymous, dan entah kenapa riff dari keduanya kadang punya hawa-hawa dingin bikin mengigil dari duet Ihsahn/Samoth (EMPEROR) sampai sedikit sentuhan dungeon synth ala BURZUM di ‘Falsified dan Hatred’ .
Saya sih sebenernya curiga keputusan Necrobutcher dkk untuk kembali ke akar di dasari oleh kegagalan album MAYHEM semenjak mini album ‘Wolf’s Lair Abyss’ dirils dalam memuaskan para penggemar diehard mereka, jujur sih saya termasuk salah satu yang lebih tertarik ke album macam ‘Esoteric Warfare’ yang agak nyeleneh dan punya konsep yang jauh lebih menarik, tapi tak bisa dipungkiri mulai dari departemen songwriting hingga performa masing-masing personel, ‘Daemon’ merupakan pencapaian luar biasa untuk band tuir yang diangap banyak orang sudah lewat masa kejayaanya, Attila Csihar masih menjadi highlight dalam album dengan berbagai macam teknik vokal yang ia kumandangkan, gak melulu mengandalkan teknik tarik vokal black metal yang itu-itu aja, tapi turut juga mengaplikasikan death growl, throat singing sampai Gregorian chant dibeberapa lagu dengan range yang fantastis untuk seseorang yang hampir kepala lima, Necrobutcher juga punya andil yang lebih besar dalam hasil akhir, ‘Daemon’ adalah ajang unjuk gigi betotan bass-nya setelah selama ini dianggap males-malesan, duet gitaris Teloch dan Ghul selalu hadir lewat harmonisasi tremollo riffs yang bisa bikin buluk kuduk berdiri, yang agak disayangkan ya gebukan Jan Axel “Hellhammer” Blomberg yang tak terlalu se bombastis dua album sebelumnya atau performa beliau di proyek progressive metal/avant-garde metal miliknya (WINDS, ARCTURUS, AGE OF SILENCE). Mungkin yang membuat ‘Daemon’ belum bisa menandingi kengerian ‘DMDS’ adalah lagu-lagu nya yang kurang memorable kadang terlalu mirip satu-sama lain dan hanya berdiri dibelakang bayang-bayang album penuh pertama itu, yup ‘Daemon’ pastinya lumayan bisa menghilangkan rasa dahaga mereka yang sudah lama menunggu MAYHEM memuntahkan album trve kvlt black metal lagi, tapi sayangnya langkah untuk memuaskan para elitist tersebut membuat ‘Daemon’ terlau biasa aja dan sekedar numpang lewat karena toh yang bakal jadi lagu tetap dalam setlist mereka hanya satu dua lagu. (Peanhead)
7.5 out of 10