KING WOMAN ‘Celestial Blues’ Album Review
Relapse Records. July 30th, 2021
Doom metal
Setelah memutuskan cabut dari grup shoegaze WHIRR, Kristina Esfandiari langsung gaspol dengan proyek solonya, KING WOMAN, namun seiring dengan berjalanya waktu KING WOMAN bermetamorfosis dari one-woman project menjadi sebuah full band, konsep musik yang di usung juga berubah dari dua single awal yang masih sangat eksperimental jadi atmospheric doom metal mulai dari mini-album/EP ‘Doubt’. Namun sound dalam EP yang berisikan empat lagu tersebut masih terbilang belum begitu terbentuk karakternya, dalam debut ‘Created in the Image of Suffering’ lah, grup ini baru menunjukan taringnya, tak sekedar mengangkat format stoner/sludge/doom standar yang memang lagi ngetren saat itu, atau hanya puas jadi pengekor band macam PALLBEARER, YOB, WINDHAND, SUBROSA, dan WITCH MOUNTAIN saja, Kristina Esfandiari berserta para konspiratornya, memadukan doom metal dengan unsur dari gothic-folk, shoegaze, post-rock/metal dll, yang mengakibatkan ‘Created in the Image of Suffering’ mampu menghipnotis listeners dan yang penting terdengar cuku unik dari grup musik doom sejenis. Setelah empat tahun lamanya, KING WOMAN kembali lagi dengan album kedua mereka, ‘Celestial Blues’, masih lewat Relapse Records.
‘Celestial Blues’ menghadirkan sembilan nomor yang jauh lebih variatif, tetapi core idea nya masih sama dari full-length sebelumnya, komposisinya masih meleburkan doom metal dengan dark-folk/psychedelic dan post-rock. Namun dalam album keduanya KING WOMAN jadi terdengar lebih lempeng struktur lagu berserta aransemen-nya, tak terlalu banyak mengandalkan repetisi ritualistik, dan atmosfir nya tak sepekat ‘Created in the Image of Suffering’, beberapa lagu malah jadi ada rasa-rasa seattle sound, kayak kolaborasi antara THOU dan EMMA RUTH RUNDLE, ‘May Our Chambers Be’. Intensitas materi dalam ‘Celestial Blues’ telah meningkat pesat, “Boghz”, “Coil”, dan “Psychic Wound”, mengingatkan saya pada keganasan album keenam NEUROSIS, ‘Times of Grace’, khususnya “Psychic Wound”, yang kalau diputar sambil baca liriknya bisa bikin meninju tembok buat menyalurkan luapan emosi. Pembawaan vokal Kristina Esfandiari dalam kian galak dan kasar, seperti pada klimaks eksplosif berbumbu blast beat “Entwined”, alhasil emosi yang dituangkan dalam lagu jadi lebih ngena. Dari segi lirik tentunya Kristina Esfandiari, masih menjadi salah satu penulis terbaik di scene metal saat ini, tulisanya masih banyak menceritakan pengalaman traumatisnya yang tumbuh besar dalam komunitas ultra reljius, dan ‘Celestial Blues’ sendiri merupakan adalah sebuah concept album, yang terinspirasi simbol-simbol dalam puisi epik Paradise Lost, karya John Milton.
Meskipun ‘Created in the Image of Suffering’ dulu memang pantas mendapat rating tinggi dari Pitchfork, Noisey, The Guardian, dll, namun album tersebut sebenarnya rada monoton, apalagi kalau didengarkan berulang-ulang kali, namun masalah tersebut sudah terasatasi secara menyeluruh dalam ‘Celestial Blues’, KING WOMAN telah berhasil meracik album yang beragam sekaligus dinamis, nuansa doomfolk tentunya masih sangat medok dalam ‘Celestial Blues’, seperti track “Morning Star”, “Golgotha”, dan “Ruse”, tetapi kali ini diselingi lagu nge-sludge/nge-grunge, jadi pendengar gak cepat jenuh. Hasil produksi Jack Shirley juga terasa lebih padat dan tegas dari sebelumnya, gak kalah sama kinerja Steve Albini dalam album-album NEUROSIS, karena sound nya sekarang lebih dapet atmosfirnya daripada ‘Created in the Image of Suffering’. Dilihat dari sudut manapun ‘Celestial Blues’ jelas merupakan album yang sangat jauh lebih baik dari pendahulunya, dan disaat WINDHAND masih gitu-gitu aja, ELDER dan 40 WATT SUN udah bukan band doom lagi, SUBROSA sudah hilang ditelan bumi, lalu KHEMMIS, PALLBEARER, dan SPIRIT ADRIFT lagi krisis identitas pasca signed dengan label gede, KING WOMAN tahun telah mengambil alih takhta sebagai band doom metal generasi baru terbaik saat ini. (Peanhead)
9.0 out of 10