BLOOD INCANTATION ‘Timewave Zero’ ALBUM REVIEW
Century Media Records. February 25th, 2022
Space Ambient
Ketika ‘Hidden History of the Human Race’ dirilis pada akhir 2019 lalu, tak banyak yang menyangka kalau album penuh kedua dari BLOOD INCANTATION tersebut, bakalan menjadi salah satu album death metal terlaris abad ke-21, saya kira hype nya bakalan mentok di scene bawah tanah aja, mengingat konsep epic psychedelic/brutal/progressive/technical/ambient/funeral death metal yang di usung oleh Paul Riedl dkk terbilang sangat ambisius, lagu utamanya saja “Awakening From the Dream of Existence to the Multidimensional Nature of Our Reality (Mirror of the Soul)” berdurasi delapan belas menit lebih, ditambah lagi sound BLOOD INCANTATION jauh dari kata modern, melodic, atau technical, lebih dekat dengan grup old-school macam DEATH, MORBID ANGEL, INCANTATION, dan GORGUTS. Pasca kesuksesan album tersebut drummer Isaac Faulk juga berhasil melesatkan dua proyek black metal miliknya (STORMKEEP dan WAYFARER), dan gitaris Morris Kolontyrsky turut terlibat dengan supergrup black/death BLACK CURSE bareng personil KHEMMIS, PRIMITIVE MAN, dan rekan satu band di SPECTRAL VOICE, Eli Wendle, yang namanya cepet meroket pula, namun ditengah kesibukan para personilnya BLOOD INCANTATION sudah menyiapkan serangan mereka berikutnya, bertajuk ‘Timewave Zero’, sebuah mini-album/EP yang dijamin pasti membuat fans BLOOD INCANTATION pada garuk-garuk kepala.
Perilisan ‘Timewave Zero’ sedikit diwarnai kontroversi, karena saat diwawancarai oleh Metal Injection, Paul Riedl sempat mendiskreditkan GATECREEPER sebagai “cookie-cutter shit”, yang tentunya bikin gerah banyak orang, dan dalam album terbarunya BLOOD INCANTATION kembali bikin heboh karena alih-alih memuntahkan album death metal, grup asal Denver, Colorado ini malah melepaskan album space ambient yang terinspirasi TANGERINE DREAM dan BRIAN ENO. Dalam mini-album/EP berdurasi empat puluh menit ini, Paul Riedl, Isaac Faulk, Morris Kolontyrsky, dan Jeff Barrett menaruh gitar elektrik, drum set, bass fretless mereka ke gudang, lalu keempatnya kemudian sekonyong-konyong maenin synthesizer analog mereka masing-masing, yang saya yakin harganya pasti ngeri semua. Berisikan dua buah lagu berdurasi panjang, yang masing-masing terbagi kedalam empat movement, jangan salah beranggapan kalau ‘Timewave Zero’ adalah sebuah rilisan cash grab belaka, karena album ini bukanlah album ambient asal-asalan, yang modal rekaman di kamar para personil saja, ‘Timewave Zero’ masih tetap dikerjakan bersama sound engineer Pete DeBoer di World Famous Studio, dan masih mendapat perlakuan sama dengan dua album BLOOD INCANTATION sebelumnya, selain itu ‘Timewave Zero’ memang direncanakan untuk dibawakan secara live.
Dari segi aransemen baik “Io” dan “Ea” juga gak ngasal, struktur lagu nya jelas gak random seenak jidat, banyak riff dan recurring motif berkeliaran di kedua lagu tersebut, flow nya pun dapet dengan transisi antar pergerakan yang masuk akal, dan tentunya yang paling penting banyak variasi, seperti petikan gitar akustik Morris Kolontyrsky, yang mengiri melodi syahdu “Ea: Third Movement”, atau soundscape epik movement terakhir “Io”, yang rada mengingatkan saya pada ULVER, alhasil surprisingly ‘Timewave Zero’ masih terdengar seperti BLOOD INCANTATION, albeit dutils dan dimainkan dengan analog synth doang. BLOOD INCANTATION bukanlah band metal pertama yang mendadak melepaskan album ambient, tapi entah kenapa crowd metal kematian sepertinya pada butthurt pas tau kalau ‘Timewave Zero’ bukanlah album death metal, padahal udah bukan hal aneh lagi misal ada band black metal atau doom metal yang tiba-tiba menggelontorkan album dark ambient/drone/dungeon synth atau apalah. Kalau dilihat secara obyektif sih ‘Timewave Zero’ udah termasuk album space ambient yang lumayan oke dan cukup memorable komposisinya, namun untuk saya sendiri 40 menit masih terasa sangat kurang, dan bonus track “Chronophagia” yang hampir setengah jam, tak greget dua lagu sebelumnya, karena seusai keteranganya cuma trek improvisasi belaka yang agak gak jelas arahnya kemana, hal tersebut membuat ‘Timewave Zero’ overall terasa masih setengah matang jadi, meskipun jelas sudah melampaui ekspektasi saya, yang awalnya menganggap mini-album/ep bakalan menjadi prakarya iseng-seng pas lagi lockdown sajad. (Peanhead)
8.0 out of 10