fbpx

ALBUM REVIEW: AVENGED SEVENFOLD – LIFE IS BUT A DREAM…

AVENGED SEVENFOLD ‘Life Is but a Dream…’ ALBUM REVIEW

Warner Bros. June 2nd, 2023

Progressive metal

Setelah tujuh tahun lamanya sejak ‘The Stage’ (2016) dan delapan tahun sejak kena lawsuit dari mantan label mereka karena memutuskan kontrak secara sepihak, AVENGED SEVENFOLD akhirnya rujuk dengan Warner Bros. dan merilis album kedelapan untuk menyelsaikan kewajiban sisa satu album dalam kontrak lama. Mungkin banyak yang mengira kalau album terbaru dari grup asal Huntington Beach, California, Amerika Serikat ini bakalan half-assed karena buat formalitas ngelarin kontrak yang mereka tanda tangani belasan tahun lalu belaka, tapi para fans band ini boleh tenang, karena ‘Life is but a Dream…’ sebenarnya sudah lama digodok, karena proses rekaman bareng produser kawakan Joe Barresi, sudah dimulai sejak tahun 2018 di House of Compression, dan walaupun sempat tertunda gara-gara pandemi, pada awal 2021 albumnya udah 70 persen kelar,  kurang nge-take orkestrasi, mixing, dan mastering saja yang belum, jadi Warner Bros. sebenernya cuma tinggal terima jadi tinggal ngurusin promosi, produksi, dan distribusi belaka.

Semenjak dapet drummer berengsek sekelas Brooks “M’fing” Wackerman, AVENGED SEVENFOLD sudah semakin nyaman bereksplorasi karena doi dikasih mandat kayak gimana pun pasti bisa, dan hal itu terbukti banget dalam ‘The Stage’, yang semakin progresif dan berani, beda jauh dengan kebanyakan band hard rock/metal menstrim yang biasanya hanya main aman atau ngejar tren doang, efeknya album ketujuh mereka tersebut, merupakan salah satu album terbaik yang pernah mereka hasilkan sejajar dengan ‘City of Evil’ dan ‘Waking The Fallen’. Sebenarnya AVENGED SEVENFOLD udah bisa maen aman kayak dari white album, ‘Nightmare’, dan ‘Hail to The King’, alias tinggal mempertahankan momentum dari ‘The Stage’, tapi ternyata M. Shadows, Zacky Vengeance, Synyster Gates, Johnny Christ, dan Brooks Wackerman, udah masa bodo sama yang para fans mereka mau dan cuek bebek sama performa penjualan, karena ‘Life is but a Dream…’ merupakan sebuah curve ball yang mungkin tak terduga bagi pendengar casual, tapi bagi mereka yang paham apa-apa aja yang didengerin para personil sekaligus ngikutin grup ini dari awal termasuk proyekan mendiang The Rev dan Synyster Gates, PINKLY SMOOTH, ‘Life is but a Dream…’ merupakan progresi paling masuk akal AVENGED SEVENFOLD, karena untuk pertama kalinya semenjak self-titled, mereka benar-benar lepas menulis materi yang mereka pengen.

Bagi pendengar yang sudah banyak dengerin album-album progressive metal atau avant-garde metal, ‘Life is but a Dream…’ gak bakal terlalu mindblowing sih, diluaran banyak yang lebih sedeng dari segi komposisi, namun untuk dalam kelas album rock/metal arus utama, album ini merupakan album paling seger of the last 15 years, karena terakhir kali saya mendengarkan album mainstream rock yang bener-bener menyegarkan ya ‘Year Zero’ dari NINE INCH NAILS dan album comeback ALICE IN CHAINS, ‘Black Gives Way To Blue’ (dan mungkin ‘…Like Clockwork’-nya QOTSA). Album ini dibuka dengan “Game Over” yang terdengar seperti hybrid antara SYSTEM OF A DOWN, SUICIDAL TENDENCIES, hingga QUEEN, yang dilanjutkan dengan “Mattel” yang lumayan nampol riff­-nya, dimana M. Shadows benar-benar memperlihatkan fleksibilitas-nya sebagai vokalis, lengkap dengan growl sangar mengiringi groove renyah pas masuk menit keempat. Sayangnya lagu ketiga sekaligus lead single album ini justru menjadi least favourite track saya, mungkin karena secara aransemen agak terlalu kelewat lempeng kalau dibandingkan lagu-lagu lainnya, untungnya lagu berikutnya “We Love You” sudah kembali ke jalan yang benar, dibuka dengan racikan thrashy yang bikin déjà vu pada VEKTOR, sebelum berubah wujud seenak jidat dimenit-menit berikutnya.

Masuk ke pertengahan album AVENGED SEVENFOLD bukannya kehilangan ide malah makin ngegas, mulai dari balada epik “Cosmic” yang penuh momen-momen brilian, “Beautiful Morning” yang ada rasa-rasa sludgy ala ALICE IN CHAINS yang disambung dengan psyche-pop ala THE BEACH BOYS pada pertengahan lagu, sampe “Easier” yang terdengar seperti perkawinan terlarang antara PANTERA dan musik pop lengkap dengan vokal pake vocoder, namun tak ada yang menyangka bahwa AVENGED SEVENFOLD bakal menghasilkan, trilogi “G”, “(O)rdinary”, dan “(D)eath”, tiga nomor terngehe dari mereka, karena dalam durasi 10 menitan saja mereka berhasil menggabungkan berbagai macam aliran, dari DREAM THEATER, RHCP, FAITH NO MORE, DAFT PUNK, sampe 1930’s pop, sebelum akhirnya ditutup oleh sebuah solo piano dari Synyster Gates yang bittersweet, awalnya saya agak kecewa karena mereka gak naroh lagu closer kolosal nan epik kayak “Exist” dari album sebelumnya, namun berhubung tema yang diangkat album ini membahas kematian, suicide, hingga krisis eksistensial , ending kayak gini jadinya lebih cocok, karena pada akhir hayat mayoritas manusia toh gak bakalan going out with a bang, semuanya hanya akan berakhir dalam gelap dan kesunyian. Overall ‘Life is but a Dream…’ merupakan sebuah album yang sudah saya tunggu-tunggu sebagai fans lama, yang udah gak gitu ngikutin lagi secara seksama sejak “Nightmare”, sebuah album pembangkangan kepada industri dan fans mereka sendiri, buktinya penjualan turun drastis dan banyak fans mereka yang banyak dengerin yang gitu-gitu doang mendadak langsung ngomel, tetapi bagi ogut ‘Life Is but a Dream…’ adalah pencapaian terbaik mereka sebagai musisi, and one of the best mainstream rock album of the last 15 years or so. (Peanhead)

9.0 out of 10