MOVIE REVIEW: 7 DAYS / LES 7 JOURS DU TALION (2010)

7 DAYS / LES 7 JOURS DU TALION
Sutradara: Daniel Grou
Kanada (2010)

Review oleh Tremor

7 Days adalah sebuah film revenge thriller Kanada berbahasa Perancis, debut dari sutradara Daniel Grou alias Podz yang merupakan adaptasi novel karya Patrick Senécal berjudul Les Sept Jours du talion (2002). Senécal sendiri adalah seorang novelis Kanada paling laris yang dikenal dengan gayanya yang gelap. Dalam film ini, Senécal terlibat secara langsung lewat penulisan ulang adaptasi novelnya ke dalam bentuk naskah layar lebar. 7 Days adalah film yang cukup intens dengan tema yang lumayan mengganggu sekaligus memilukan. Plot film ini sebenarnya cukup sederhana, tetapi sangat efektif. Bruno Hamel adalah seorang dokter ahli bedah. Ia hidup bahagia bersama istrinya, Sylvie, dan putri tunggal mereka Jasmine yang sebentar lagi akan berulang tahun yang ke sembilan. Sebagai seorang ahli bedah, Hamel banyak bekerja di malam hari dan baru bisa beristirahat saat Jasmine pergi sekolah. Dua minggu sebelum hari ulang tahunnya, Jasmine pergi berjalan kaki ke sekolah seperti biasa. Saat Bruno bangun dari tidurnya, ia mendapat kabar bahwa hari itu Jasmine tidak hadir di sekolah. Ini adalah mimpi buruk bagi orang tua manapun. Bruno dan Sylvie segera menelpon polisi. Siang itu juga Bruno bersama polisi menyusuri rute yang biasa diambil Jasmine menuju sekolah hingga mereka tiba di sebuah taman tempat di mana Jasmine dan teman-teman mainnya biasa bermain. Tidak membutuhkan durasi yang lama sejak film ini dimulai hingga kita harus menyaksikan adegan paling memilukan dari film ini. Bruno menemukan jasad putri satu-satunya tergeletak di dekat taman, dengan tanda yang sangat jelas bahwa Jasmine telah diperkosa sebelum dibunuh secara brutal.

Film ini bukanlah film misteri detektif. Jadi, penonton tidak akan dipaksa untuk menebak siapa pelaku kejahatan bejat tersebut. Beberapa hari kemudian, polisi memberi kabar pada Bruno bahwa mereka berhasil menangkap pembunuh sekaligus pemerkosa Jasmine, seorang pria bernama Anthony Lemaire. Bukti yang memberatkan Anthony sebagai pelaku memang sangat valid, yaitu lewat tes DNA. Dengan hati yang hancur, Bruno melihat berita tentang penangkapan ini di TV, dimana Anthony Lemaire tampak tersenyum ke arah kamera. Tanpa sepengetahuan istrinya, Bruno menyusun rencananya sendiri karena ia tidak percaya bahwa hukuman apapun yang akan dijatuhkan oleh pengadilan pada Lemaire akan setimpal dengan kejahatan yang ia lakukan. Akhirnya, lewat kecerdasannya sebagai dokter, Bruno mempersiapkan segalanya dengan matang dan menjalankan rencana tersebut. Singkat cerita, ia berhasil menculik Lemaire dari pengawalan polisi, membawanya ke sebuah kabin kosong di pinggir danau dan menyekap Lemaire di sana. Rencananya, Bruno akan menyiksa Anthony Lemaire selama tujuh hari sampai hari ulang tahun Jasmine tiba. Ingat bahwa Bruno adalah seorang dokter, jadi ia tahu betul bagaimana cara agar Lemaire tetap bertahan hidup selama masa penyiksaan ini dengan bantuan berbagai peralatan medis. Bruno juga sama sekali tidak berusaha menutupi aksi penculikannya itu. Polisi segera tahu bahwa Bruno adalah orang yang menculik Lemaire, dan kini mereka khawatir dengan apa yang bisa dilakukan oleh seorang ayah yang marah dan mulai kehilangan akal sehatnya pada seorang pedofil yang memperkosa dan membunuh anak satu-satunya.

Karena film ini berbahasa Perancis dengan kisah aksi balas dendam lewat penyiksaan yang brutal, banyak orang menganggap 7 Days adalah bagian dari fenomena New French Extremity. Namun saya pribadi tidak begitu yakin dengan pendapat itu. Pertama, 7 Days bukanlah film torture porn / eksploitasi seperti kebanyakan film-film New French Extremity. Kalau kalian berpikir bahwa 7 Days adalah film seperti Martyr (2008) dan semacamnya, ekspektasi kalian salah besar. Adegan-adegan penyiksaan yang tanpa basa-basi diperlihatkan dalam film ini memang cukup brutal. Tapi sebenarnya porsinya cukup kecil dalam keseluruhan film. Dan yang terpenting, meskipun berbahasa Perancis, 7 Days tetaplah film Kanada. Seperti kita tahu, sebagian wilayah Kanada memang berbahasa utama Perancis karena tanah Kanada, terutama provinsi Quebec tempat film ini dibuat, adalah tanah bekas koloni Perancis di masa lalu sebelum berbagi wilayah dengan Inggris.

Menurut saya, bagian yang paling mengganggu dari film ini justru bukan pada proses penyiksaannya, tetapi pada ide bahwa seseorang dewasa bisa melakukan hal keji pada seorang anak kecil. Apa yang lebih memilukan lagi adalah kenyataan bahwa pedophilia benar-benar ada di dunia nyata. Itulah mengapa adegan paling mengerikan dalam film ini menurut saya adalah saat Bruno Hamel menemukan jasad Jasmine tergeletak di hutan, dan bagaimana sutradara Daniel Grou menggambarkan jasad anak berumur 8 tahun dengan sangat jelas dan nyata. Ia memperlihatkan semuanya pada penonton dengan terang-terangan, dari mulai tangan Jasmine yang terikat tali, bercak darah pada rok dan paha jasad Jasmine, celana dalam pada pergelangan kakinya, hingga tatapan kosong pada wajah Jasmine yang sudah membiru, dengan matanya yang masih sedikit terbuka. Adegan ini saja sudah menjadikan 7 Days sebagai tontonan yang sulit, apalagi kalau penontonnya memiliki seorang anak perempuan yang masih kecil. Tapi mungkin di situ jugalah kekuatan film ini, karena penonton akan dengan mudah merasakan simpati dan keberpihakan yang sangat besar pada karakter Bruno, dan bisa memaklumi semua kekejaman yang kemudian ia lakukan pada pemerkosa anaknya. Kita semua bisa merasakan perasaan bersalah, amarah, kesedihan, duka, penyesalan, dan keputusasaan yang dialami oleh Bruno Hamel. Di sinilah terasa ada sedikit sisi realitas yang terselip dalam kisah 7 Days yang kemudian membombardir para penonton dengan banyak pertanyaan soal moral dan naluri manusia. Siapa yang tidak ingin membalas dendam atas pemerkosaan dan pembunuhan anak mereka? Siapa yang tidak ingin membuat pelakunya sangat menderita? Dan apakah kurungan penjara adalah hukuman yang setimpal atas kejahatan seperti ini?

Mungkin inilah yang membedakan 7 Days dengan film-film revenge / torture pada umumnya, karena kisah ini melibatkan banyak sisi emosional dan konflik batin bagi para penontonnya. Film ini juga seakan menggabungkan tiga genre yang berbeda, dari mulai kisah drama yang menyoroti hubungan Bruno dan istrinya di masa berkabung, kisah thriller kriminal yang berfokus pada perburuan polisi terhadap Bruno, dan film horror ekstrim pada adegan-adegan penyiksaannya. Sutradara Daniel Grou melakukan pekerjaan yang luar biasa untuk membawa penontonnya ikut terbawa dengan jiwa seorang ayah waras yang kemudian menjadi gila. Pada akhirnya, film yang brutal, kuat, sekaligus menyentuh ini ditutup dengan tanpa adanya perasaan lega bagi siapapun.

Untuk berdiskusi lebih lanjut soal film ini, silahkan kontak Tremor di email: makanmayat138@gmail.com