WISHMASTER
Sutradara: Robert Kurtzman
USA (1997)
Review oleh Tremor
Kalau dibandingkan dengan dekade keemasan 80-an yang melahirkan banyak sekali franchise horror ikonik, dekade 90-an sepertinya adalah era yang agak lesu dalam dunia film horror. Bayangkan saja, dalam dekade ini rasanya hanya Candyman saja yang berhasil menyandang status ikonik, ditambah Ghostface dari franchise Scream yang baru lahir pada akhir dekade 90-an. Wishmaster adalah salah satu film horror fantasi dengan elemen slasher supranatural yang lahir dalam periode “lesu” ini, disutradarai oleh seorang seniman special effect bernama Robert Kurtzman. Mungkin Wishmaster adalah salah satu usaha untuk menciptakan legenda ikonik baru dalam budaya horror, yang sayangnya tidak berhasil meskipun setelahnya menelurkan tiga sekuel dengan kualitas yang semakin memburuk. Film ini diproduseri oleh Wes Craven pencipta franchise A Nightmare on Elm Street, bersama dengan Pierre David produser film-film buatan Cronenberg seperti Scanners (1981) dan Videodrome (1983). Wishmaster memperkenalkan villain baru dalam dunia film horror yaitu Djinn, alias Jin. Sejak dunia barat mengenal kisah Seribu Satu Malam, jin direpresentasi sebagai mahluk mistis yang bisa mengabulkan tiga permintaan bagi mereka yang berhasil membangunkannya. Karena penggambaran mahluk jin yang agak melenceng ini, banyak orang barat berpikir bahwa jin identik dengan karakter baik hati. Contoh paling jelas adalah penggambaran jin dalam film animasi Aladdin produksi Disney pada tahun 1992, atau bahkan karakter Jeannie dari sitkom akhir 60-an “I Dream of Jeannie”, yang juga pernah ditayangkan ulang di TV Indonesia hingga tercipta sitkom adaptasi versi lokal-nya berjudul “Jin Dan Jun” pada tahun 1996. Pemahaman populer budaya barat tentang jin sebagai pengabul permintaan inilah yang kemudian menjadi dasar premis Wishmaster. Hanya saja, jin dalam film ini sama sekali bukan karakter baik hati.
Wishmaster memiliki plot yang cukup sederhana, original dan sebenarnya sangat menarik untuk diolah, dibuka dengan narasi yang menjelaskan backstory dari villain Wishmaster bernama Djinn. Diceritakan, sang Djinn harus mengabulkan tiga permintaan dari orang yang membebaskannya. Setelah tiga permintaan berhasil dikabulkan, gerbang antar dimensi akan terbuka, dan bangsa jin akan masuk untuk menguasai dunia. Di Persia tahun 1127, seorang penyihir Persia bernama Zoroaster berhasil menyelamatkan dunia setelah memenjarakan Djinn di dalam batu opal api (yang lebih mirip ruby). Lalu kita dibawa ke masa kini, di mana batu opal tersebut kembali ditemukan secara tidak sengaja lewat sebuah kecelakaan kerja saat proses pengiriman sebuah patung kuno Persia. Setelah berpindah tangan dari pencuri hingga ke sebuah perusahaan lelang, batu opal tersebut kini ada di tangan Alexandra yang bekerja di tempat lelang. Saat mencoba membersihkan batu tersebut, tanpa sadar Alexandra membangunkan Djinn dalam penjaranya. Namun hal yang lebih fatal terjadi ketika Alexandra menyerahkan batu itu pada sahabatnya Josh untuk menganalisa keasliannya menggunakan sinar laser. Batu itu meledak, dan sang Djinn benar-benar terbebas dari penjaranya. Kini Djinn berkeliaran di bumi mengambil wujud manusia, dan ia harus mengumpulkan banyak jiwa lewat pengabulan permintaan manusia-manusia yang ia temui agar kekuatannya bisa kembali. Tapi misi utamanya adalah untuk mencari Alexandra, orang yang pertama kali membangunkannya, karena Djinn harus mengabulkan tiga permintaan Alexandra agar ia bisa membuka pintu gerbang antar dimensi dan memberi jalan bagi bangsanya untuk menguasai bumi.
Seperti sudah saya tulis sebelumnya, ide menjadikan jin pengabul permintaan sebagai villain adalah ide menarik yang penuh potensi. Djinn yang mengabulkan permintaan setiap manusia yang ia temui dengan cara paling ironis, mematikan dan sadis ini jelas merupakan daya tarik utama film ini. Apalagi sang Djinn memang sangat picik dalam memanipulasi calon korbannya, mengarahkan perbincangan hingga mereka mengucapkan kata “saya berharap….”, dan harapan mereka benar-benar terwujud dengan cara yang tak terbayangkan kejamnya. Tentu saja gelagat Djinn dan caranya membunuh yang tidak biasa mengingatkan kita pada Freddy Krueger, dimana kekejamannya sangat imajinatif dan kreatif tanpa terbatasi oleh logika dan hukum alam. Sebagian dari kisah Wishmaster juga mengingatkan saya pada karya-karya fantasi horror buatan Clive Barker, terutama mitologi Hellraiser. Saya rasa Hellraiser memang menjadi salah satu inspirasi besar bagi Wishmaster yang ditulis Peter Atkins, penulis skenario yang sebelumnya menulis Hellbound: Hellraiser II (1988) dan Hellraiser III: Hell on Earth (1992). Sutradara Wishmaster sendiri, Robert Kurtzman merupakan salah satu founder studio special effect bernama KNB EFX. Jadi bisa dibayangkan bagaimana film ini dipenuhi dengan adegan gore yang cukup fantastis meskipun bajetnya terbatas. Namun ingat bahwa Wishmaster adalah film 90-an, era dimana special effect CGI baru berkembang, dan penggunaan CGI mulai menjadi trend untuk digunakan oleh para pembuat film. Meskipun sebagian besar adegan gore dan special effectnya tetap menggunakan cara tradisional dan makeup prostetik, tetapi Kurtzman mungkin tetap tergoda untuk mencoba CGI dalam karyanya. Hasilnya, selain bisa melihat special effect tradisional gore, kita juga bisa melihat betapa buruk kualitas CGI dalam film ini. Hal ini bisa dimaklumi karena selain dihadapi keterbatasan dana, efek CGI juga baru mulai berkembang, jadi sebagian besar efek visual CGI dalam film ini tampak seperti grafik video game yang buruk. Beruntung, penggunaan CGI dalam film ini sangat sedikit. Sisanya, semua special effect tetap dikerjakan secara tradisional lewat makeup, prostetik dan animatronik. Adegan favorit saya pribadi dalam Wishmaster ada dua, yaitu adegan pesta pembantaian di awal film, serta pesta serupa menjelang film berakhir. Kedua adegan ini bagaikan showcase hasil karya tim special effect Kurtzman yang kreatif dan tentu sangat menghibur bagi para penggemar horror.
Selain efek gore, ada satu lagi hal yang pastinya memuaskan para penggemar horror, yaitu munculnya banyak sekali cameo aktor horror legendaris dalam film ini. Wishmaster dibuka dengan narasi yang dibacakan oleh Angus Scrimm, aktor pemeran Tall Man dari seri Phantasm. Kemudian ada Robert Englund (pemeran Freddy Krueger) yang berperan sebagai kolektor patung antik. Lalu ada Ted Raimi (adik Sam Raimi yang juga ikut bermain dalam Evil Dead II), Tony Todd (pemeran Candyman), Kane Hodder (aktor yang paling sering memerankan Jason Voorhees dari franchise Friday the 13th), Reggie Bannister (Phantasm), George Flower (They Live) dan tak ketinggalan Joe Pilato (Day of the Dead). Melihat deretan cameo yang bertebaran seperti ini, menyadarkan saya bahwa Wishmaster adalah film horror yang mungkin dibuat khusus untuk para penggemar horror. Tentu para penggemar horror juga akan tahu bahwa Wishmaster bukanlah jenis film yang perlu dianggap serius, melainkan sebuah film yang penuh dengan genre fan service memuaskan. Itulah mengapa film ini dengan bangga dan blak-blakan memperlihatkan sisi cheesy-nya dari mulai dialog hingga death scene yang over-the-top.
Saya pribadi memiliki nostalgia tersendiri dengan Wishmaster, karena ini adalah salah satu film horror yang sempat saya tonton di layar bioskop saat film ini pertama dirilis. Tentu saja saat itu saya baru akil baligh, dan saya tidak ingat betul dengan keseluruhan kisahnya hingga memutuskan menonton ulang 25 tahun kemudian. Tapi dalam rentang tahun tersebut, ada beberapa adegan death-scene ikonik sekaligus komikal yang masih saya ingat sampai saya menontonnya ulang. Mungkin sisi nostalgia inilah yang mendorong saya untuk berpikir bahwa Wishmaster layak mendapat lebih banyak perhatian dari penggemar horror. Dulu ataupun sekarang, rupanya saya pribadi masih bisa menikmati film ini, karena film ini memang pada dasarnya fun. Wishmaster jelas sangat menghibur meskipun film ini sama sekali bukan produk terbaik dari horror 90-an. Karakter villain dan premis original, rombongan cameo bintang horror, serta special effect yang kreatif saja sudah cukup menjadi alasan untuk menonton Wishmaster. Sayang sekali film ini tetap tidak akan bisa menandingi ikon-ikon horror 80-an, dan jelas gagal dalam usahanya untuk menjadi ikon horror 90-an.
https://www.youtube.com/watch?v=XNQ-t0aVNxc