fbpx

MOVIE REVIEW: THE VOID (2016)

THE VOID
Sutradara:
Steven Kostanski & Jeremy Gillespie
Kanada (2016)

Review oleh Tremor

Setelah sedikit tergoda untuk membahas penampakan alam neraka yang dipertontonkan dalam film Hellbound: Hellraiser II (1988) di review film Hellraiser saya minggu lalu, tiba-tiba tercetus ide di kepala saya: bagaimana kalau dalam sebulan penuh saya menulis review film-film yang di dalamnya terdapat sedikit gambaran alam neraka? Tentu saja akan menarik, karena ada banyak sekali visi yang berbeda atas alam neraka dari mulai yang paling konvensional hingga yang paling imajinatif. Maka dalam bulan November ini saya akan mencobanya, dan saya mulai dari sebuah film yang berjudul The Void.

The Void adalah sebuah film horor yang secara menarik menggabungkan beberapa unsur sekaligus: kosmik horror, creature / monster, ilmuwan gila, okultisme, dan body horror. Film ini ditulis dan disutradarai oleh duo Steven Kostanski dan Jeremy Gillespie asal Kanada. Mereka berdua pernah menjadi bagian dari Astron-6 Collective, sebuah rumah produksi yang dikenal sering membuat film-film independen bernuansa 80-an, berbajet rendah dan biasanya menggabungkan horor dengan komedi, seperti Manborg (2011) dan Father’s Day (2011). Tapi sebelum Kostanski dan Gillespie bersama-sama duduk di kursi sutradara dan membuat The Void, mereka sebenarnya adalah seniman yang pernah terlibat dalam produksi film-film Hollywood. Steven Kostanski adalah ahli make-up dan special FX dalam film-film seperti The Haunting in Connecticut (2009), Wrong Turn 4 (2011), Resident Evil: Retribution (2012), Silent Hill: Revelation (2012), serial TV Hannibal (2013-2014), hingga IT (2017). Sementara Jeremy Gillespie lebih banyak bekerja di bidang art directing dan graphic design, dimana ia terlibat dalam Pacific Rim (2013), serial TV Hannibal (2013-2014), hingga remake RoboCop (2014). Jadi, keduanya memang sudah tidak asing dengan desain, make-up dan special effect. Dalam film The Void, mereka benar-benar memaksimalkan kemampuan artistiknya dengan sangat memuaskan. Dan kalau film arahan mereka sebelumnya membubuhkan unsur komedi, maka unsur tersebut sama sekali tidak ada dalam The Void.

The Void dibuka dengan seorang deputi pedesaan terpencil bernama Daniel Carter yang menemukan seorang pria muda terhuyung-huyung keluar dari hutan saat sedang melakukan patroli malam. Karena pemuda yang bernama James tersebut tampak terluka, Carter langsung membawanya ke sebuah klinik yang paling dekat yang bisa ia jangkau. Sebenarnya klinik itu sudah tidak sepenuhnya berfungsi sejak sebelumnya sempat terjadi kebakaran pada sebagian gedungnya, dan sekarang sedang dalam proses pemindahan ke lokasi baru. Tapi karena ini darurat, tidak mungkin Carter harus membawa James ke rumah sakit di kota yang akan memakan jarak tempuh yang lebih jauh. Keadaan klinik tersebut cukup sepi sudah tidak beroperasi secara penuh, dan berada di daerah pinggiran. Apalagi di jam tengah malam seperti itu. Hanya ada dua perawat yang bernama Allison dan Beverly, satu siswi keperawatan yang sedang magang bernama Kim, dan satu dokter bernama Dr. Powell saja yang bertugas disana saat itu. Selain mereka berempat, ada juga satu pasien laki-laki yang sedang dirawat inap, dan juga remaja perempuan yang sedang hamil yang ditemani oleh kakeknya di ruang tunggu. Rupanya perawat Allison adalah istri Carter, dan sangat terlihat jelas kalau kehidupan pernikahan mereka sedang menegang karena baru saja kehilangan anak yang gugur dalam kandungan Allison. Sesampainya di klinik, James meronta-ronta memberontak. Ia tampak histeris tentang sesuatu hingga Dokter Powell harus memberinya obat bius agar James bisa diperiksa.

Momen horor The Void dimulai dengan sangat sempurna, mencekam, dan penuh misteri. Tiba-tiba Beverly seakan dirasuki sesuatu dan kedapatan sedang membunuh satu-satunya pasien yang dirawat inap di klinik itu, menusuk bola matanya dengan sebilah gunting. Tak hanya itu, Beverly juga sudah menguliti kulit wajahnya sendiri. Daniel yang memergoki aksi kejam Beverly, langsung menembakkan pistolnya saat Beverly berusaha menyerangnya. Daniel pun jatuh pingsan karena shock. Dalam pingsannya, Daniel melihat sekelibat visual-visual ganjil yang belum bisa ia pahami. Saat ia akhirnya siuman, sudah ada seorang polisi negara bagian di sana yang datang untuk mencari James. Rupanya telah terjadi pembantaian yang kejam di sebuah rumah dalam hutan, dan Mitchell yakin James mungkin saja terlibat. Namun bukan hanya polisi saja yang mencari James. Datang dua orang bersenjata ke klinik dan hendak membunuh James. Betapa kagetnya Daniel dan Mitchell saat menemukan sosok monster mengerikan yang diduga adalah transformasi dari tubuh perawat Beverly di ruangan tempat James berada. Untuk memperburuk keadaan, mereka semua mulai menyadari bahwa klinik tersebut sudah dikepung oleh sekelompok orang berjubah putih, dengan simbol segitiga di kerudung mereka. Sangat jelas bahwa kelompok ini adalah bagian dari sekte tertentu, dan tujuan mereka bukanlah untuk menyerang, melainkan menahan agar mereka yang terjebak di dalam klinik tetap berada di dalam. Teror sebenarnya baru saja dimulai, dan tanpa disadari mereka sebenarnya sudah berpindah alam. Dari sini, film The Void kemudian akan dipenuhi dengan darah, lendir, daging, monster, banyak sekali tentakel, dan satu persatu misteri mulai terjawab.

Sekte pemuja kematian yang bersembunyi di dalam hutan, ilmuwan gila, monster dengan banyak tentakel, lokasi sempit yang dikepung kekuatan-kekuatan di luar akal sehat yang misterius, gore  yang penuh lendir, dengan plot lintas dimensi, oh betapa “kaya rasa”-nya film ini! Sekarang bayangkan desain monster ala The Thing (1982) dan video game Dead Space; ditambah dengan atmosfer dan estetika angker ala Silent Hill (2006); plus anomali lintas dimensi ala From Beyond (1986) dan Phantasm (1979), campurkan kesemua itu dengan lebih banyak lagi pengaruh kuat H.P. Lovecraft, dan jadilah film The Void yang menegangkan, menakutkan, aneh, dengan sentuhan creature feature 80-an. Ya, lewat caranya meneror penonton, The Void memang terasa seperti sebuah produk nostalgia atas film-film horor monster klasik, namun dipoles dengan modern. Tapi yang saya suka adalah bagaimana film ini tidak memaksakan diri berusaha agar tampak retro. Jadi jangan salah memahami kata “nostalgia” dan beranggapan kalau film ini akan memiliki nuansa seperti Stranger Thing, karena itu salah besar. The Void adalah film modern serius yang bernostalgia pada sensasi teror sinema monster 80-an, seperti sensasi film The Deadly Spawn (1983), The Fly (1986), The Blob (1988), dan lain-lain, tanpa adanya bumbu-bumbu komedi romantis dan drama remaja.

Saya pribadi cukup terkesan dengan film ini. Kalau kalian sering membaca review-review yang pernah saya tulis, tentu kalian tahu bahwa saya adalah penggemar berat practical effects, yaitu special effect tradisional yang menggunakan make-up prostetik hingga boneka animatron, bukan animasi komputer / CGI. Menonton film horror modern yang tidak sepenuhnya mengandalkan CGI adalah hal yang sangat menyegarkan. Apalagi kalau bentuknya film monster. Nah, film The Void dipenuhi dengan monster “what-the-fuck” yang menjijikkan, mengerikan sekaligus juga sangat impresif, yang kesemuanya dikerjakan secara tradisional. Special effect tradisional dalam film apapun akan menjadikan monster dan efek gore tampak lebih realistis dan organik.

Selain itu saya pribadi juga sangat menyukai cerita horor lovecraftian, termasuk di dalamnya tema seputar horror kosmik mengenai keberadaan dimensi lain; rasa takut atas alam yang tak kita ketahui dengan penghuninya yang misterius dan berumur lebih tua dari alam semesta; hal-hal ganjil sekaligus menyeramkan yang tidak seharusnya eksis di dunia nyata; serta ilmuwan gila yang terobsesi dengan misteri kematian. Kesemua tema tersebut ada dalam film The Void. Lovecraftian garis keras! Menurut saya, sejauh ini The Void memang berhasil menjadi sebuah film Lovecraftianyang-paling-lovecraftian, dengan ceritanya yang bisa dibilang orisinil karena ia tidak menyadur / mengadaptasi karya H.P. Lovecraft seperti kebanyakan film lovecraftian lainnya. Hasilnya cukup memuaskan. Sebuah homage bagi mythos H.P. Lovecraft yang dikerjakan dengan sangat baik walaupun dengan bajet terbatas. Sangking terbatasnya, bahkan sebelum proyek film ini mulai dikerjakan, duo Steven Kostanski dan Jeremy Gillespie harus mengumpulkan dana lewat crowdfunding di website Indiegogo untuk membiayai pengerjaan semua monster dalam The Void, dan mereka berhasil!

Bukan hanya pengaruh H.P. Lovecraft saja yang terasa sangat kuat dalam film ini, tetapi juga pengaruh visi Clive Barker. Yang paling terasa Clive Barker-nya (selain obsesi terhadap “merangkul” rasa sakit) adalah penggambaran dimensi lain dalam The Void yang kemungkinan besar adalah gambaran neraka. Pemandangan dan atmosfernya sangat imajinatif dan menakutkan: hamparan alam ganjil super masif yang hampa, dengan bangunan-bangunan yang tak kalah ganjil dan super masif, berlatarkan langit kelabu seperti dalam mimpi buruk. Atmosfernya membuat perasaan tidak nyaman, dan yang terutama adalah perasaan terisolasi yang luar biasa. Gambaran alam baka seperti ini sangat Clive-Barker-banget, mengingatkan saya pada neraka versi Hellraiser (dalam sequel Hellbound), dan juga penggambaran “alam lain” dalam novel Barker berjudul “The Great and Secret Show” yang pernah saya baca. Neraka tanpa lautan api.

Mungkin satu-satunya kelemahan paling mencolok dari The Void ada pada beberapa dialog yang buruk. Tapi bagi saya, hal itu tidak merusak film ini secara keseluruhan. Saya bisa menyebutkan lebih banyak film horror box office yang memiliki dialog jauh lebih buruk dari The Void. Di banyak sisi lain, The Void adalah film yang bagus. Tentu saja “bagus” disini bukan jenis yang akan memenangkan Oscar, tetapi apa yang dicoba untuk dilakukan dalam film ini menurut saya cukup berhasil. Secara umum, kemunculan the Void juga sangat menyegarkan di tengah industri horror global yang tampak stagnan dengan terlalu banyak remake dan reboot, serta banjirnya film horror psikologis 1 dekade terakhir.

Setelah menonton The Void hingga tiga kali, saya punya firasat kalau sepertinya film ini memang dibuat bagi  penonton yang sudah menonton terlalu banyak film horror sebelumnya, dan bukan penonton film secara general. Jadi kalau kalian memiliki selera yang kurang lebih mirip dengan saya, merasa jenuh dengan puluhan film horror modern yang begitu-begitu saja dan menyukai sensasi film-film horor creature dari era sebelum eksploitasi CGI dan jump-scare, jelas kalian harus menonton film ini. Apalagi kalau kalian juga penggemar H.P. Lovecraft. Saya sendiri sangat berharap ada lebih banyak film-film horor seperti The Void yang diproduksi, terutama dari pembuat film di Indonesia. Tentu akan menarik untuk melihat dunia lovecraftian dari sudut pandang kengerian lokal. Kita semua perlu lebih banyak tema yang lebih luas dari cerita seputar hantu dan kutukan belaka.

 

 

Untuk berdiskusi lebih lanjut soal film ini, silahkan kontak Tremor di email: makanmayat138@gmail.com