fbpx

MOVIE REVIEW: PUMPKINHEAD (1988)

PUMPKINHEAD
Sutradara:
Stan Winston
USA (1988)

Review oleh Tremor

Para penggila sci-fi horor klasik tentu sudah tidak asing dengan nama Stan Winston (1946-2008). Ia adalah salah satu master special make-up effects dan creature design yang memiliki peran besar dalam kesuksesan banyak sekali film fenomenal. Karya-karyanya bisa ditemui dalam berbagai film sci-fi horror populer dari mulai semua film Terminator (1984-2009), Aliens (1986), Predator (1987), Leviathan (1989), Predator 2 (1990), hingga dinosaurus-dinosaurus animatronik dalam Jurassic Park (1993). Kalau seorang seniman spesialis special effect, animatronik dan desainer monster memutuskan untuk membuat filmnya sendiri, kira-kira film seperti apa yang akan ia buat? Tentu saja film monster. Pada tahun 1987 untuk pertama kalinya Winston mencoba duduk di kursi sutradara dan membuat film monster non-scfi-fi berjudul Pumpkinhead, yang ceritanya ia kembangkan dari sebuah puisi buatan Ed Justin. Perlu dicatat, meskipun judulnya Pumpkinhead, tapi film ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan perayaan Halloween. Sebagai seorang pemula di kursi sutradara, film debutnya ini cukup luar biasa. Namun sepertinya Winston tidak terlalu berminat menjadi sutradara. Ia hanya membuat dua film saja sebelum akhirnya kembali berfokus dalam karir special effect yang terus membesarkan namanya. Di kemudian hari, Pumpkinhead melahirkan beberapa sekuel yang tidak terlalu bagus dan boleh diabaikan: Pumpkinhead II: Blood Wings (1994) yang dirilis langsung dalam bentuk home-video, disusul dengan Pumpkinhead: Ashes to Ashes (2006) dan Pumpkinhead: Blood Feud (2007) yang keduanya diproduksi hanya sebagai film TV. Rasanya hanya film pertama Pumpkinhead saja yang layak tonton, apalagi film bagaikan media bagi Stan Winston untuk memamerkan konsep monsternya sendiri. Pada tahun 2021, beredar kabar tentang naskah remake film monster klasik ini telah rampung dan siap untuk diproduksi. Namun sampai hari ini belum pernah terdengar lagi kabar soal kelanjutan proyek tersebut.

Film ini berpusat pada legenda lokal Pumpkinhead yang diceritakan beredar hanya di sebuah pedesaan terpencil di Amerika. Dalam legenda ini, Pumpkinhead adalah semacam iblis yang bisa dibangkitkan oleh manusia untuk membalaskan dendam pada orang-orang jahat. Kita lalu diperkenalkan dengan karakter Ed Harley yang di masa kecilnya secara tidak sengaja pernah menyaksikan sendiri bagaimana sosok entitas iblis Pumpkinhead membantai seseorang di hutan. Kini Ed Harley sudah dewasa. Ia memiliki sebuah toko kelontong kecil yang ia urus hanya berdua saja dengan putranya yang masih kecil, Billy yang menggemaskan. Pada awal film, kita bisa menyaksikan bagaimana manisnya hubungan antara ayah dan anak ini. Tentu saja ini adalah pertanda buruk dalam sebuah film horor karena seakan memberi tahu kita kalau sesuatu yang tragis akan terjadi pada Billy. Suatu hari, datang sekelompok anak muda dari kota yang hendak berakhir pekan di sebuah kabin dalam hutan. Para anak muda ini sempat mampir di toko kelontong Ed Harley di mana dua dari mereka memutuskan untuk bermain motor trail di perbukitan belakang toko. Dalam momen inilah Billy kecil terbunuh setelah tertabrak motor trail secara tidak sengaja. Joel adalah anak muda yang bertanggung jawab atas tragedi ini. Namun Joel yang jelas seorang asshole mulai panik dan ketakutan karena ia sedang dalam masa pembebasan bersyarat setelah sebelumnya tertangkap karena kasus kecelakaan lain. Ia tak ingin berurusan dengan polisi lagi. Bukannya mencari bantuan, Joel malah memanipulasi teman-temannya untuk segera meninggalkan tempat tersebut. Setibanya di kabin dalam hutan, Joel bersitegang dengan teman-temannya yang sebenarnya ingin membantu Billy. Sementara itu hati Ed Harley hancur berkeping-keping saat mengetahui bahwa anak satu-satunya meninggal dengan tragis dan ditinggalkan begitu saja di lokasi kejadian. Ia pun teringat dengan legenda Pumpkinhead. Kebanyakan penduduk desa yang lebih muda menganggap Pumpkinhead hanyalah karangan para orang tua untuk menakut-nakuti anak kecil. Tapi Ed Harley pernah melihat sendiri sosok iblis itu saat masih kecil, dan ia tahu betul kalau Pumpkinhead itu nyata. Ed ingin membalas kematian Billy dengan satu-satunya cara yang ia ketahui: membangkitkan Pumpkinhead untuk membantai mereka yang ia pikir bertanggungjawab atas kematian Billy. Ed pun mulai mencari informasi tentang seorang penyihir tua bernama Haggis yang tinggal dalam sebuah gubug di tengah rawa dalam hutan. Kabarnya penyihir inilah yang memiliki kekuatan untuk membangkitkan Pumpkinhead. Singkat cerita, Ed akhirnya berhasil menemukan lokasi gubuk tempat tinggal penyihir Haggis dan segera mengambil bagian dalam ritual untuk membangkitkan Pumpkinhead. Setelah berhasil dibangkitkan dengan bantuan Haggis, monster ini segera memburu para anak muda kota tersebut satu persatu. Pada dasarnya, Pumpkinhead adalah manifestasi fisik dari amarah Ed Harley sebagai orang yang membangkitkannya. Karenanya, Ed dan Pumpkinhead saling terhubung secara metafisik. Dan karena Ed berpikir bahwa semua anak muda itu bersalah, maka Pumpkinhead pun mulai memburu mereka semua. Namun Ed mulai menyadari bahwa keputusannya adalah kesalahan besar. Kini ia bisa ikut merasakan rasa sakit dari setiap korban Pumpkinhead. Ed juga mulai menyadari kalau batasan antara dirinya dan monster itu mulai kabur. Semakin bertambah korban Pumpkinhead, semakin Ed kehilangan dirinya karena manifestasi kemarahannya makin tak terkendali. Ed segera menyesali keputusan impulsifnya dan mencoba mencari cara untuk bisa menghentikan Pumpkinhead.

Di luar segala kekurangannya, film Pumpkinhead tetaplah debut eksperimental yang mengesankan dari almarhum Stan Winston, sekaligus film monster klasik yang perlu ditonton minimal satu kali dalam hidup para penggemar monster. Karena ini adalah film monster yang dibuat oleh seniman maestro special effect, maka daya tarik utama film ini tentu saja ada pada desain monsternya. Monster Pumpkinhead adalah salah satu ikon horor 80-an yang bisa dibilang agak terlupakan kalau kita membandingkannya dengan kesuksesan ikon horor lain di era tersebut. Padahal desain iblis Pumpkinhead lumayan keren dengan special effect tradisional menggunakan kostum animatronik yang tampak sangat hidup dan masih layak tonton hingga hari ini. Beberapa bagian tubuhnya seperti kepala yang besar dan tonjolan-tonjolan di punggungnya sepintas memang sedikit mengingatkan kita pada desain xenomorph dari seri Alien, dengan tekstur yang lebih menyerupai daging dibandingkan Xenomorph. Tapi saat kita melihat wajahnya, perbandingannya dengan xenomorph segera pudar. Meskipun para anak kecil di desa itu menyebut legenda iblis ini dengan nama Pumpkinhead, tapi desain monster ini sama sekali tidak memiliki kepala berbentuk buah labu. Nama itu tercipta karena tubuh monster ini terkubur di tengah ladang labu yang berada di sebuah pemakaman tua di tengah hutan. Legenda yang dipercaya oleh penduduk lokal dalam film ini membuat Pumpkinhead jauh lebih menarik dibandingkan film “teror-di-kabin-dalam-hutan” biasa. Saya pribadi memang menyukai gagasan tentang legenda lokal yang ternyata benar-benar nyata bagi para karakter dalam film, seperti yang bisa ditemui dalam film Candyman (1992) contohnya. Karena Pumpkinhead adalah film yang benar-benar berpusat pada desain monster, maka tidak ada terlalu banyak adegan kematian yang kreatif dan gore seperti umumnya ditemui dalam trend horor campy 80-an. Metode pembunuhannya bisa dibilang biasa saja dan tidak berlebihan, seperti menginjak tubuh korbannya atau melemparkannya dari ketinggian. Memang ada banyak tubuh berdarah dalam film ini, tapi Pumpkinhead bukanlah film slasher splatter / gore / eksploitasi. Ini bisa dipahami karena Stan Winston memang bukan seniman special effect gore. Kalau ia ingin menjadikan film ini lebih gore dengan adegan kematian yang over-the-top, mungkin seharusnya Winston bekerja sama dengan rajanya special effect gore: Tom Savini.

Selain desain monster, saya juga menyukai bagaimana Stan Winston rupanya cukup berbakat dalam menciptakan suasana angker di layar. Dari mulai penggunaan cahaya yang menggambarkan sinar bulan, kabut, bayangan, hingga penggunaan warna-warna tertentu, semuanya terasa sangat efektif. Suasana angker dan mencekam sangat terasa terutama di dalam kabin milik Haggis, kuburan tua dengan banyak labu berserakan di tengah hutan, hingga reruntuhan bangunan gereja tua. Aktor ikonik Lance Henriksen juga memerankan Ed dengan sangat baik. Kita bisa merasakan simpati mendalam saat melihat Ed memeluk jasad Billy. Saya juga bisa memahami mengapa Ed melakukan apa yang ia lakukan di sepanjang film. Kalau saya memiliki anak dan seseorang membunuh anak saya, mungkin saya akan membangkitkan iblis juga untuk membalaskan dendam, dan bisa jadi menyesali keputusan tersebut kemudian.