fbpx

MOVIE REVIEW: NIGHT OF THE DEMONS (1988)

NIGHT OF THE DEMONS
Sutradara: Kevin Tenney

USA (1988)

Review oleh Tremor

Night of the Demons adalah sebuah film horror kelas-B 80-an yang rasanya wajib dilibatkan dalam setiap pesta maraton pemutaran film horror bertema Halloween di bulan Oktober. Apalagi tidak banyak film horror yang secara khusus berfokus pada pesta Halloween. Night of the Demons yang disutradarai oleh Kevin Tenney ini mungkin memang tidak untuk semua orang. Film ini sangat cheesy, absurd, lengkap dengan gore serta kenorakan khas horror 80-an dan dialog picisannya. Bagaimanapun, film ini akhirnya memiliki penggemarnya sendiri hingga menelurkan dua sekuel pada tahun 1994 dan 1997, ditambah dengan satu usaha remake pada tahun 2009 yang hasilnya jauh lebih buruk dari film aslinya. Seakan-akan semua itu masih terasa kurang, dirilis juga sebuah film dokumenter berjudul You’re Invited: The Making of Night of the Demons pada tahun 2014.

Sebagai film yang bertujuan untuk bersenang-senang, plotnya sendiri sangat sederhana. Sekelompok remaja memutuskan untuk mengadakan pesta privat pada malam Halloween. Mereka menginginkan pesta yang jauh lebih liar dan bebas dibandingkan sekedar pesta dansa biasa yang membosankan. Adalah Angela, seorang gadis goth yang aneh, yang berinisiatif mengadakan pesta ini. Untuk mendukung suasana malam Halloween, ia memilih sebuah bangunan terbengkalai bekas rumah pemakaman sebagai lokasi pesta privat ini. Nama bangunan ini adalah Hull House, yang lokasinya terpencil dan memiliki legenda gelap tersendiri bagi penduduk kota. Tapi justru itulah yang membuat para remaja pencari kesenangan ini semakin excited dengan ide pesta yang tidak biasa-biasa saja. Di tengah pesta, para remaja ini memutuskan untuk menambah keseruan, yaitu dengan cara bermain ritual pemanggilan arwah. Perlu dicatat bahwa malam Halloween dipercaya sebagai malam dimana seluruh roh jahat, isi neraka, hantu, setan, dan apapun namanya itu, bebas berkeliaran di muka bumi untuk satu malam. Itu merupakan sebuah kepercayaan bangsa celtic kuno, yang kemudian diadaptasi dalam perayaan Halloween oleh kehidupan modern sebagai alasan untuk menambah hari berpesta. Jadi sudah jelas ritual pemanggilan arwah main-main yang mereka lakukan tidak akan berakhir dengan fun. Iblis yang selama ini mendiami Hull House pun terlepas dan mulai merasuki para remaja ini satu persatu.

Night of the Demons sangat terasa seperti penggabungan The Evil Dead (1981) karya Sam Raimi dengan film Demoni (1985) buatan Lamberto Bava. Jadi memang tidak ada hal baru dan original dalam film ini. Malahan, film ini memang sangat Evil Dead sekali, dengan yang paling terasa adalah bidikan kamera yang beterbangan dan menerjang pintu sebagai POV sang iblis sebelum ia merasuki korban pertamanya. Namun Night of the Demons gagal memiliki satu faktor penting yang membuat The Evil Dead sangat berhasil, yaitu atmosfer. Ditambah lagi dengan tidak adanya satupun karakter yang menarik dalam film ini, setidaknya seperti karakter Ash dalam The Evil Dead. Kalau dipikir-pikir semua remaja yang datang ke pesta Angela justru memang sekumpulan karakter yang tidak berhasil menimbulkan rasa simpati pada para penonton, terutama yang bernama Stooge sebagai karakter paling mengesalkan. Tapi mungkin inilah yang membuat setiap kematian mereka menjadi fun, karena penonton bisa saja tidak begitu peduli dengan para karakter ini sejak film dimulai. Selain itu, salah satu ceklis wajib dalam film horror 80-an adalah, tentu saja, special effect dan makeup-nya. Meskipun kisah film ini memang bodoh dan tidak penting, tapi special effect tradisionalnya dikerjakan dengan sangat serius, kecuali penampakan “asli” dari iblis yang berbentuk seperti tengkorak naga. Sayangnya, mungkin karena bajet yang terbatas, saya merasa adegan gore dalam film ini memang kurang banyak.

Bonus bagi para penggemar kultur hardcore / punk dan thrash metal Amerika 80-an, dalam film ini kita bisa melihat satu buah tape player yang dipenuhi dengan stiker-stiker band penting dari mulai Dead Kennedys, Corrosion Of Conformity, TSOL, Circle Jerks, hingga stiker Bonded by Blood-nya Exodus pada kaca jendela mobil. Belum lagi salah satu adegan ikonik dari film ini adalah saat Angela bertransisi menjadi setan lewat tariannya yang menghipnotis. Angela menari dengan naturalnya sambil diiringi lagu “Stigmata Martyr”-nya Bauhaus. Lengkap sudah semua unsur subkultur 80-an dalam film ini.

Meskipun saya tidak akan memasukkan Night of the Demons ke dalam daftar film horor terbaik sepanjang masa, tetapi saya juga tidak merasa membuang-buang waktu saya selama menontonnya. Dari mulai animasi menyenangkan di pembukaan film, hingga epilog gore yang tidak ada kaitannya dengan plot utamanya, Night of the Demons masih merupakan tontonan bodoh yang menyenangkan. Yang penting penonton harus memahami bahwa ini adalah film yang tidak menganggap dirinya terlalu serius, tetapi dibuat oleh orang-orang yang benar-benar peduli tentang bagaimana membuat film yang menghibur, 34 tahun yang lalu. Meskipun film ini bodoh, dipenuhi akting buruk, ditambah dengan karakter yang tidak mengundang rasa simpati sama sekali, tapi Night of the Demons tetap merupakan film klasik penting dari budaya horror cheesy 80-an.