KIDNAPPED / SECUESTRADOS
Sutradara: Miguel Ángel Vivas
Spanyol (2010)
Review oleh Tremor
Kidnapped yang dalam bahasa aslinya berjudul Secuestrados adalah sebuah film horor bertema home invasion karya sutradara / penulis Spanyol Miguel Ángel Vivas. Enam tahun setelah membuat Kidnapped, ia dipercaya Hollywood untuk membuat Inside (2016), sebuah proyek remake Amerika atas film home invasion lain dari Perancis yang berjudul À l’intérieur (2007). Sayang sekali Vivas hanya diberi proyek remake, padahal Kidnapped membuktikan bahwa ia layak membuat filmnya sendiri. Kidnapped adalah sebuah drama penyerangan rumah yang menegangkan, suram, tanpa belas kasihan, dan cukup nihilistik, yang mengeksplorasi sebuah aksi perampokan dengan kekerasan. Meskipun Kidnapped bukan film gore/splatter, tapi film ini cukup brutal. Saya pikir film semacam ini hanya bisa direkomendasikan untuk para calon penonton spesifik, karena mungkin beberapa adegan bisa menjadi trigger bagi mereka yang pernah memiliki trauma terhadap kekerasan. Home invasion sendiri adalah salah satu sub-genre horor yang dianggap terasa paling menyeramkan secara nyata dibandingkan sub-genre lainnya, karena ia mengeksploitasi kecemasan mendasar para penontonnya. Kecemasan ini adalah tentang rasa tidak aman di tempat yang seharusnya paling aman, yaitu rumah sendiri. Bagi mereka yang pernah menonton film-film seperti When A Stranger Calls (1979), Funny Games (1997 dan 2007), Panic Room (2002), The Strangers (2008) hingga Hush (2016), tentu tahu kecemasan seperti apa yang saya maksud. Umumnya, ancaman dalam film-film home invasion tidak datang dari hantu, iblis, zombie ataupun alien, tetapi datang dari orang-orang biasa yang dalam kesehariannya bisa saja berbaur di tengah masyarakat.
Namun salah satu kelemahan film home invasion adalah bagaimana genre ini tidak memiliki banyak peluang dan ruang gerak bagi para penulisnya untuk membuat plot yang sama sekali baru dan menyegarkan, karena inti dari plot genre home invasion memang sesederhana itu: penyerangan di rumah sendiri. Begitu juga dengan Kidnapped, yang bisa saya tulis plotnya dengan sangat singkat. Film ini dibuka dengan cukup kuat. Seorang pria yang sepertinya adalah korban penyekapan dengan kepala dibungkus plastik dan tangan terikat berusaha untuk menyelamatkan diri. Setelah prolog tersebut, penonton langsung diperkenalkan dengan satu keluarga kelas menengah ke atas yang baru saja pindah ke rumah baru mereka di pinggiran kota. Mereka adalah Jaime (ayah), Marta (ibu), serta anak remaja perempuan mereka bernama Isa. Tanpa diduga malam pertama mereka di rumah baru ini berubah menjadi mimpi buruk penuh teror ketika tiga perampok bertopeng memecahkan salah satu kaca jendela dan segera masuk menyekap keluarga tersebut. Sepertinya semua sudah sangat terencana. Salah satu perampok membawa paksa Jaime pergi dengan mobil untuk mencari mesin ATM guna mengosongkan seluruh isi rekening keluarga malang tersebut, sementara Marta dan Isa disandera dalam rumah mereka sendiri di bawah pengawasan dua perampok lainnya. Malam semakin larut dan apa yang awalnya adalah aksi perampokan mulai berubah menjadi malam penuh kekacauan, kekerasan dan darah.
Satu hal yang paling mengesankan dari film ini memang bukan pada plotnya yang straight-forward, tetapi pada sisi teknis kerja kamera yang luar biasa. Keseluruhan film Kidnapped yang berdurasi 80-an menit ini hanya terdiri dari 12 adegan saja, yang semuanya direkam dengan teknik long shot / one take. Bagi yang tidak familiar dengan istilah ini, long shot / one take adalah sebuah teknik pengambilan gambar di mana adegan berdurasi panjang direkam hanya menggunakan satu kamera dan satu sudut pandang saja dari awal hingga akhir tanpa ada potongan. Saya bukan orang yang bekerja di bidang perfilman, tapi saya bisa membayangkan kalau teknik ini pastinya sulit untuk dilakukan dalam genre film apapun. Contoh film dengan teknik long shot yang paling banyak dibicarakan dalam beberapa tahun terakhir adalah film perang berjudul 1917 (2019) buatan Sam Mendes, karena seluruh film tersebut murni berisi adegan-adegan long shot yang diedit sedemikian rupa hingga terasa seakan-akan keseluruhan film direkam hanya dalam satu kali take. Keberhasilan teknik rumit ini tidak hanya bergantung pada sinematografer dan juru kamera saja, tetapi juga pada perencanaan matang koreografi, serta yang paling utama adalah kemahiran para aktornya dalam berperan. Bayangkan kalau kalian adalah seorang aktor yang harus berperan selama 15 menit tanpa cut, lalu kalian salah menyebut kata dalam dialog, atau salah mengambil benda pada menit ke-14. Maka pengambilan gambar seluruh adegan harus diulang lagi dari awal. Ini jelas bukan pekerjaan yang mudah bagi semua yang terlibat.
Kembali ke film Kidnapped, pendekatan pengambilan gambar dengan gerak kamera berteknik long shot memungkinkan para penonton untuk bisa mengikuti para karakternya secara langsung, dan seolah-olah ikut berada dalam situasi yang dialami oleh karakter di dalam film. Hasilnya sangat menegangkan. Semua aktor yang terlibat dalam Kidnapped bekerja dengan luar biasa, dengan performance yang paling mengesankan datang dari aktor Manuela Vallés yang memerankan Isa di mana ia harus mengekspresikan rasa takut, marah, hingga shock dalam adegan long shot yang cukup traumatik. Ingat, satu kali saja sang aktor melakukan kesalahan, keseluruhan adegan harus diulang dari awal, dan semua darah palsu harus dibersihkan kembali. Teknik pengambilan gambar lain dalam Kidnapped yang tak kalah efektifnya dalam menciptakan ketegangan adalah split screen, di mana layar terbagi dua, masing-masing menampilkan adegan long-shot dramatis yang berbeda di waktu bersamaan. Penggunaan teknik long shot dan split screen jelas merupakan hal terbaik dari film ini. Seandainya saja Kidnapped difilmkan dengan cara normal, mungkin film ini akan menjadi sebuah karya home invasion biasa yang akan dengan mudah dilupakan penontonnya.
Saya juga suka dengan bagaimana Miguel Ángel Vivas menuliskan premis yang sederhana dengan pendekatan realistis. Keluarga korban dalam Kidnapped bukanlah jenis keluarga fantastis. Mereka keluarga biasa-biasa saja, dengan konflik kesehariannya sendiri, sama seperti keluarga kelas menengah ke atas di dunia nyata pada umumnya. Yang pasti mereka adalah orang-orang baik yang tidak sepantasnya diperlakukan sejahat itu. Jadi ketika para perampok bertopeng mulai masuk ke dalam rumah, film ini menjadi sangat mencemaskan dan mungkin membuat penonton ingin drama kekerasan ini segera berakhir dengan cara yang melegakan. Dari sisi para perampok pun pendekatannya sederhana. Tuntutan mereka terasa nyata karena apa yang mereka inginkan hanyalah uang dan lebih banyak uang. Meskipun berdarah dingin dan bengis, tetapi mereka bukan tipe maniak sadis tanpa motif seperti para penjahat dalam Funny Games (1997 dan 2007) dan The Strangers (2008). Kidnapped membuktikan bahwa sutradara Miguel Ángel Vivas merupakan pembuat film yang berbakat. Menonton Kidnapped adalah sebuah pengalaman yang mungkin tidak bisa dinikmati oleh semua orang. Tapi para penonton yang suka dengan gagasan menggunakan 85 menit untuk menonton penderitaan orang mungkin akan bisa menikmati film ini.