INNER SENSES (aka Yee Do Hung Gaan)
Sutradara: Chi-Leung Law
Hong Kong (2002)
Review oleh Tremor
Inner Senses adalah sebuah film horor psikologikal dengan bumbu supranatural yang mengeksplorasi tema seputar rasa takut, trauma psikologis, halusinasi, depresi, bunuh diri, dan hantu.
Seorang perempuan muda yang depresif dan suicidal bernama Yan, tidak pernah menetap di satu tempat. Ia seakan berusaha untuk terus melarikan diri dari sesuatu yang mengganggunya, sesuatu yang mengerikan dan selalu mengikutinya. Film ini dibuka dengan Yan yang baru saja pindah ke sebuah apartemen tua. Sang pemilik gedung yang juga tinggal di sana, tampak sangat ramah sekaligus terlihat gugup. Ia menawarkan ruangan apartemen tersebut dengan harga yang cukup murah pada Yan. Mungkin kegugupan si pemilik gedung cukup beralasan. Mungkin ia percaya bahwa ruangan yang ia sewakan tersebut berhantu. Benar saja, sesaat setelah Yan pindah ke apartemen tersebut, ia langsung kembali diganggu dengan apa yang selalu ia takutkan: penampakan hantu dan kejadian-kejadian supranatural yang seakan sudah menempel di matanya. Baru hari pertama ia tinggal disana, ia melihat sesosok hantu laki-laki yang menangis di depan pintu kamar mandinya. Imaji yang digambarkan dalam adegan ini bisa dibilang cukup disturbing bagi kalian yang mudah ketakutan.
Di lain tempat, seorang psikiater muda bernama Jim Law sedang memberi sebuah seminar mengenai bagaimana hantu adalah sesuatu yang tidak nyata dan hanya merupakan proyeksi memori alam bawah sadar dari cerita-cerita hantu yang sering didengar dan diajarkan oleh siapapun sejak kecil. Rupanya kebiasaan di Hong Kong agak sedikit mirip dengan di Indonesia, dimana banyak orang tua yang menakut-nakuti anak-anak mereka dengan cerita hantu hanya supaya mereka menjadi anak yang penurut, dan itu merupakan informasi alam bawah sadar yang bisa muncul di kepala kita. Jim berpendapat bahwa penampakan-penampakan yang orang lihat adalah tanda bahwa ada yang salah di otak seseorang. Jim tidak percaya pada hal-hal supranatural, tetapi lebih percaya pada hal-hal ilmiah. Baginya, hantu adalah sesuatu yang murni permasalahan psikologis. Gangguan mental, tingkat stress tinggi dan kecemasanlah yang bisa menimbulkan halusinasi.
Kembali kepada Yan, ia hanya memiliki satu anggota keluarga yang cukup dekat dan peduli dengannya, seorang saudara sepupu perempuan. Kebetulan suami saudara sepupunya juga adalah seorang psikiater yang bekerja bersama Jim Law. Mereka berdua memaksa Yan untuk menemui Jim, karena mereka percaya Jim bisa membantunya. Sebenarnya Yan sudah muak, ia tidak percaya satu dokter pun akan bisa menolongnya. Ia yakin ia tidak memiliki masalah dengan kewarasannya, dan apa yang selalu ia lihat adalah hal nyata. Namun untuk menyenangkan keluarganya, Yan tetap menemui Jim, yang akhirnya sepakat akan membantu Yan. Rupanya Yan pun cukup nyaman dengan Jim dan perlahan mulai membuka diri dan membiarkan Jim membantunya.
Suatu hari Yan akhirnya mengetahui bahwa lelaki sang pemilik gedung kehilangan anak dan istrinya dalam sebuah kecelakaan, dan ia percaya bahwa arwah anak istrinya masih tinggal di gedung apartemen tersebut. Apa yang Yan tidak ketahui adalah bahwa apartemen yang disewa Yan adalah bekas apartemen keluarga pemilik gedung, sebuah tempat yang dikenali sebagai umah oleh arwah anak istrinya. Malam itu juga Yan melihat penampakan mereka berdua di kamar mandinya, penampakan yang cukup mengerikan. Merasa shock dan sangat ketakutan, akhirnya ia menelpon dan meminta bantuan Jim. Malam itu juga Jim datang, meyakinkan Yan bahwa yang ia lihat itu tidak nyata, dan memberinya obat penenang agar Yan bisa tidur beristirahat.
Yan dan Jim mulai dekat sejak itu. Jim yang merupakan seorang pekerja keras dan sangat terobsesi dengan kasus Yan, secara perlahan mulai menemukan kenyataan bahwa Yan memiliki trauma gelap di masa lalunya yang berhubungan dengan keluarga dan juga kisah cinta di masa lalu. Jim percaya, inilah sumber dari segala permasalahan psikologis Yan, yang membuatnya melihat penampakan-penampakan yang tidak nyata, yang hanya ada di dalam kepala Yan. Iapun mulai mendorong dan menuntun Yan agar bisa melawan setan dalam kepalanya sendiri. Seiring berjalannya waktu, mulai terungkap bahwa Yan bukanlah satu-satunya karakter yang memiliki masa lalu gelap dan setan di dalam kepalanya.
Saya memiliki perasaan yang sedikit campur aduk mengenai film ini. Saya sangat menyukai ide utama dalam Inner Senses, penggabungan horor psikologikal dan horor supranatural yang sangat baik. Namun saya sangat kecewa adanya balutan kisah cinta serta ending dari film ini. Mungkin itu hanya permasalahan ekspektasi saja. Tapi cukup wajar, mengingat sang penulis sekaligus sutradara Inner Senses, Chi-Leung Law, adalah orang yang memang biasa membuat film drama romantis, salah satunya yang cukup terkenal secara internasional adalah Fly Me to Polaris (1999). Beruntung saya bukanlah orang yang selalu memegang teguh peribahasa “Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.” Saya masih bisa menimbang bahwa walaupun ending dari Inner Senses cukup picisan dan tidak penting menurut saya, tapi bukan hal tersebut berarti membuat film ini menjadi jelek. Toh saya sangat menikmati ide cerita yang dibangun sepanjang film ini, saya menikmati momen-momen menegangkannya, saya menikmati suasana mencekam yang dibangun di setiap adegan penampakan. Belum lagi penampakan-penampakan yang Yan lihat memang cukup menyeramkan, apalagi kalau ditonton pada malam hari seorang diri.
Kemampuan acting dari kedua karakter utama dalam film ini juga sangat sempurna. Mereka bekerja bersama membangun relasi antar karakter dengan sangat baik dan berhasil membuat film ini menjadi lebih bernyawa. Sedihnya, Inner Senses adalah film terakhir dari Leslie Cheung (pemeran Jim Law), karena tak lama setelah film ini dirilis, ia bunuh diri. Dalam catatan yang ia tinggalkan sebelum membunuh dirinya sendiri, ia menuliskan mengenai sisi gelap hidupnya seputar keputusasaan dan depresi yang sudah cukup lama ia sembunyikan, yang berakhir dengan keputusan untuk mengakhiri hidupnya. Memang tidak ada kaitan langsung dengan film Inner Senses, namun kisah ini cukup tragis. Dan tentu saja cerita dalam Inner Senses seakan dengan tidak sengaja menggambarkan sisi gelap Leslie Cheung yang selama ini ia pendam sendirian.
Inner Senses sangat cocok bagi kalian yang tertarik dengan tema psikologis sekaligus hantu seperti The Sixth Sense (1999), The Others (2001) atau A Tale of Two Sisters (2003). Inner Senses adalah sebuah film yang memperlihatkan bagaimana film asia menghantarkan teror dengan cara yang cukup berbeda dengan film-film horor hantu hollywood yang seringnya memang membosankan.
Untuk berdiskusi lebih lanjut soal film ini, silahkan kontak Tremor di email: makanmayat138@gmail.com