MOVIE REVIEW: FRIGHT NIGHT (1985)

FRIGHT NIGHT
Sutradara:
Tom Holland
USA (1985)

Review oleh Tremor

Fright Night adalah film horror vampir yang dibalut dengan sedikit komedi serta creature special effect khas 80-an. Film ini merupakan debut fantastis dari salah satu sutradara horror, Tom Holland, dirilis tiga tahun sebelum ia membuat film legendaris Child’s Play (1988) yang memperkenalkan ikon horror berupa boneka manis yang kerasukan bernama Chucky. Merilis film vampir dengan sutradara yang tak dikenal pada tahun 1985 adalah keputusan yang cukup beresiko, karena pada masa itu trend film vampir sebenarnya sudah lama ditinggalkan oleh para peminat horor Amerika. Masa keemasan film vampir sendiri ada pada era film-film Inggris buatan Hammer Films tahun 1960-an hingga awal 1970an, terutama lewat seri Dracula (1958-1974) yang dibintangi oleh mendiang Sir Christopher Lee. Sementara pada pertengahan 1980-an, trend horror sudah bergeser ke subgenre slasher. Tapi mungkin justru keputusan itulah yang membuat Fright Night menarik cukup banyak perhatian pada masanya. Fright Night menjadi sebuah film yang terasa menyegarkan di tengah banjirnya film slasher pembunuh bertopeng generik di Amerika. Pada dasarnya Fright Night sendiri merupakan tribute Tom Holland kepada film-film horor gothic klasik bertema vampir rilisan Hammer Films dan Amicus Productions yang ia gandrungi di masa remajanya. Karenanya, kita akan menemukan banyak elemen khas vampir klasik ala era Hammer dalam film ini, namun dengan latar, waktu, dan tradisi horor yang lebih modern (pertengahan 80-an). Keberhasilan Fright Night kemudian menelurkan satu sekuel pada tahun 1988 yang dibuat oleh Tommy Lee Wallace (sutradara Halloween III: Season of the Witch). Pada tahun 2011 film remake dari Fright Night pun dirilis, yang kemudian memiliki sekuelnya sendiri yang sangat buruk berjudul Fright Night 2: New Blood pada tahun 2013. Satu lagi produksi yang membuat para horror-nerd dan penggemar Fright Night kegirangan adalah dirilisnya film dokumenter khusus yang berjudul “You’re So Cool, Brewster! The Story of Fright Night” pada tahun 2016, berisikan semua kisah di balik proses pembuatan film Fright Night original (1985) beserta sekuelnya (1988).

Charley Brewster adalah seorang remaja penggemar film-film horror gothic yang selalu menonton serial TV horror tengah malam berjudul “Fright Night”. Serial TV dalam film ini layaknya omnibus horor 1960-an, dengan host-nya yang bernama Peter Vincent. Diceritakan, Peter Vincent adalah seorang aktor legendaris yang sangat dikenal sebagai pemburu / pembunuh vampir paling hebat di seluruh dunia berkat film-film horor yang pernah ia bintangi. Pada suatu malam, Charley tidak sengaja melihat dua tetangga barunya, Jerry Dandridge dan Billy Cole, sedang menggotong peti mati di pekarangan mereka. Tak lama sejak itu, kota kecil mereka mulai dihebohkan dengan berita ditemukannya mayat-mayat perempuan korban pembunuhan misterius. Salah satu foto korban yang ia lihat di berita TV adalah seorang perempuan yang sama dengan yang pernah ia lihat memasuki rumah tetangganya. Sejak itu Charley mulai penasaran dan sering memata-matai tetangganya, hingga suatu malam ia melihat Jerry memiliki taring dan cakar panjang. Charley yakin kalau Jerry Dandridge adalah seorang vampir. Ia berusaha meyakinkan ibunya (Judy), pacarnya (Amy), sahabatnya (Evil Ed), hingga polisi, tapi tentu saja tidak ada yang percaya kalau vampir benar-benar eksis. Satu-satunya orang yang mungkin akan mempercayai Charley adalah host serial TV Fright Night, Peter Vincent sang pemburu vampir. Namun saat Charley akhirnya berhasil bertemu Peter di studio TV tempatnya bekerja, Peter justru mengira bahwa Charley adalah seorang penggemar yang gila. Amy dan Evil Ed yang khawatir dengan obsesi Charley pada kisah vampirnya, akhirnya berusaha menyogok Peter Vincent untuk meyakinkan Charley bahwa tetangganya bukanlah vampir. Beruntung Peter baru saja dipecat dari serial “Fright Night”-nya, karena penonton rupanya sudah bosan dengan kisah horor vampir yang ketinggalan jaman dan lebih menyukai film-film slasher yang lebih modern. Jadi Peter segera menerima tawaran dan uang sogokan Amy. Peter, Charley, Amy dan Ed akhirnya berkunjung ke rumah Jerry dengan tujuan untuk membuktikan bahwa Jerry bukan vampir. Namun betapa kagetnya Peter ketika ia secara tidak sengaja melihat pada cermin sakunya dan menemukan bahwa tidak ada pantulan Jerry di situ. Kisah-kisah fiktif populer tentang vampir rupanya benar. Masalahnya, Peter bukanlah pemburu vampir sungguhan. Itu hanyalah peran dalam film yang sudah terlanjur menjadi identitas di kesehariannya, dan kini Peter beserta Charley harus berhadapan dengan vampir sungguhan hanya bermodalkan properti dan pengetahuan yang ia dapat dari film-film yang pernah ia mainkan.

“Tidak ada lagi yang ingin menonton kisah-kisah vampir dan pemburu vampir. Mereka hanya ingin melihat maniak bertopeng membantai para perempuan muda”, begitu kira-kira ungkap kekecewaan karakter Peter Vincent saat ia baru saja dipecat dari serial TV-nya. Pada tahun 1985 di Amerika, kalimat tersebut hampir dipastikan benar. Hari-hari keemasan horror vampir ala Hammer films sudah lama berlalu, dan film-film slasher modern mengisi bioskop Amerika setiap bulannya. Karakter Peter Vincent jelas merupakan tribute Tom Holland yang paling mencolok bagi film-film klasik yang pernah menemaninya di masa remaja. Nama karakter ini sendiri adalah penggabungan dari nama dua aktor horror legendaris yang besar di era terdahulu. Mereka adalah Peter Cushing (pemeran Van Helsing dalam semua film Dracula buatan Hammer Films), dan Vincent Price, seorang aktor horror legendaris yang memerankan banyak sekali film horror populer di tahun 1960-1970-an. Peter Vincent dalam Fright Night juga merupakan penggambaran karakter yang tidak jauh berbeda dari sosok Vincent Price atau Peter Cushing sebagai aktor di dunia nyata. Dalam film ini, Peter yang berpakaian gaya 60-an selalu mengingat hari-hari keemasannya ketika ia masih berperan dalam film-film horor yang kini telah usang. Jadi Fright Night adalah film yang memahami genre serta akarnya sendiri, sekaligus memberi penghormatan pada semua film vampir klasik di masa lalu. Namun sosok vampir dalam Fright Night, yaitu Jerry Dandridge, tidak digambarkan layaknya vampir ala horror 1960-an. Sebaliknya, sosoknya digambarkan sebagai vampir modern penuh karisma yang hidup di tengah pemukiman urban Amerika. Penggambaran Jerry dalam wujud vampirnya pun sangat khas horror 80-an. Ia dan para anak buahnya digambarkan sebagai mahkluk yang lebih mirip setan dibandingkan vampir era Hammer Films. Meskipun film ini cukup “jinak” di sebagian besar durasinya, tetapi pada akhirnya kita tetap akan melihat adegan gore menjijikkan ala 80-an dari mulai tubuh manusia yang meleleh hingga transformasi tubuh vampir saat menjadi manusia serigala, lengkap dengan makeup dan special effect prostetiknya yang fantastis. Adegan-adegan seperti ini bukanlah adegan yang umum ditemui dalam film vampir sebelum Fright Night. Jadi, Tom Holland membungkus tema jadul ke dalam bentuk horor modern 80-an dengan cukup brilian, dan sanggup membuat penonton horor pada masa itu bisa menyukai film ini seperti mereka menyukai film-film slasher.

Salah satu karakter ikonik dari film ini adalah Evil Ed. Sebenarnya saya sangat membenci Evil Ed sejak ia pertama kali muncul. Saya paham bahwa karakternya memang sengaja dibuat begitu annoying. Tapi rasanya pembawaan Ed terlalu komikal bagi saya, yang mengingatkan saya pada karakter-karakter penjahat dalam kartun. Aktor pemeran Evil Ed, yaitu Stephen Geoffreys, seakan berusaha terlalu keras untuk berekspresi layaknya maniak. Mungkin karena sifat menjengkelkannya tersebut, ditambah karakternya sebagai penggemar film horror, anak menyebalkan ini kemudian mendapat julukan “Evil Ed” dari teman-temannya. Beruntung, Ed segera berubah menjadi vampir (maaf spoiler) dan sejak itu perannya menjadi jauh lebih memorable bagi saya. Apa yang saya suka dari karakter Ed adalah, ia merupakan seorang horror nerd yang tahu banyak tentang “protokol” film vampir dan cara mengalahkan vampir hanya bermodalkan film-film kesukaannya. Peran Ed dalam Fright Night sepintas mengingatkan saya pada peran Randy dalam film Scream (1996) yang hafal betul semua “peraturan” film slasher dan menggunakannya untuk menyelamatkan diri dari pembunuh bertopeng sungguhan.

Fright Night bukanlah film yang sempurna. Sebagus apapun naskahnya ditulis, film ini tetap memiliki banyak hal klise film horror campy 80-an. Tapi Fright Night jelas sangat menghibur dan tidak menganggap dirinya terlalu serius. Fright Night dan tim produksinya tampak bersenang-senang dengan genre vampir tanpa membuatnya menjadi lelucon. Meskipun bukan film vampir 80-an terbaik, dan bukan film vampir modern pertama, tapi mungkin tanpa adanya Fright Night kita tidak akan mendapatkan film vampir 80-an lainnya seperti Near Dark (1987) dan The Lost Boys (1987) yang berani keluar dari trend slasher 80-an. Fright Night juga berhasil membawa image vampir keluar dari era Victorian di Transylvania, dan menempatkannya dalam lingkungan suburban Amerika modern seperti yang pernah dilakukan oleh miniseri Salem’s Lot (1979). Saya bisa membayangkan mengapa para remaja di tahun 1985 menyukai film ini. Meskipun temanya dianggap ketinggalan jaman, tetapi film ini jelas sangat menyenangkan dan memiliki semua esensi, atmosfer, serta cheesiness yang diperlukan untuk sebuah film horror 80-an yang sempurna.