CHERNOBYL DIARIES
Sutradara: Bradley Parker
USA (2012)
Review oleh Tremor
Chernobyl Diaries merupakan film horor/sci-fi debut penyutradaraan dari Bradley Parker, seorang seniman visual effect yang sebelumnya pernah bekerja untuk film-film seperti Lake Placid (1999), Fight Club (1999), xXx (2002), hingga Ad Astra (2019). Produser sekaligus co-writer dari Chernobyl Diaries sendiri adalah Oren Peli yang sebelumnya pernah memproduseri, menyutradarai, menulis, mengedit, hingga mengatur sinematografi sendiri salah satu film found-footage yang cukup sukses, yang juga merupakan debut Peli dalam dunia perfilman, yaitu Paranormal Activity (2007). Setelah itu Oren Peli juga pernah ikut memproduseri film pertama Insidious (2010) dan semua film sekuel Paranormal Activity lainnya. Maka tak heran ketika pertama kali dirilis, embel-embel “From the creator of Paranormal Activity” terpampang pada poster Chernobyl Diaries untuk menarik minat para penggemar horor. Setidaknya Oren Peli memang ikut terlibat dalam film ini sebagai co-writer bersama penulis naskah Carey dan Shane Van Dyke, sekaligus menjadi produser. Antusias para penggemar horor juga cukup tinggi karena film ini menggunakan tragedi asli dalam kehidupan nyata sebagai latar belakang plotnya, yaitu tragedi Chernobyl. Bagi yang tidak tahu, pada tahun 1986 dunia digemparkan dengan berita buruk tentang reaktor nuklir PLTN Chernobyl di Ukraina (dulu di bawah naungan Uni Soviet) yang meledak. Peristiwa itu menewaskan sekitar 30 korban secara langsung karena terkena ledakan, dan ratusan ribu penduduk yang bermukim di sekitar Chernobyl harus mengungsi meninggalkan semua yang mereka miliki saat itu juga. Diperkirakan ada ratusan ribu orang yang akhirnya meninggal dunia karena paparan radiasi nuklir Chernobyl yang berefek jangka panjang. Para ilmuwan memperkirakan kawasan Chernobyl baru bisa dihuni kembali oleh manusia sekitar 3.000 tahun kemudian akibat tingkat radioaktif yang sangat tinggi. Karena tragedi Chernobyl merupakan kecelakaan nuklir terburuk dalam sejarah, sebuah film horor Amerika dengan latar belakang yang berhubungan dengan Chernobyl seperti Chernobyl Diaries tentu akan menjadi kontroversi karena dianggap sebagai bentuk eksploitasi ofensif yang tidak etis dari sebuah tragedi besar.
Film ini berfokus pada sekelompok anak muda asal Amerika, Chris dan teman-temannya, yang sedang berlibur di Eropa Timur. Dalam perjalanan ini mereka sengaja mampir ke kota Kiev di Ukraina karena kebetulan kakak Chris yang bernama Paul menetap di sana. Setelah mengunjungi Paul, rencananya Chris dkk akan melanjutkan perjalanan ke Moskow. Namun Paul mengusulkan rencana baru, sebuah kesempatan langka yang lebih menantang, yaitu mengambil perjalanan “extreme tourism” selama satu hari untuk mengunjungi kota Prypiat, sebuah kota terbengkalai yang pernah ikut dievakuasi karena bersebelahan dengan lokasi reaktor nuklir Chernobyl yang pernah meledak puluhan tahun sebelumnya. Hingga kini kota Prypiat masih tetap diisolasi dan dijaga ketat oleh militer karena tingkat radiasi yang tinggi. Seharusnya tak ada yang boleh masuk ke area tersebut. Namun Paul memang sempat mendapat tawaran dari seorang tour guide lokal bernama Yuri yang menyediakan jasa tur ekstrim mengunjungi Prypiat. Sebagai seorang mantan tentara, Yuri memiliki akses bagi para turis yang ingin melihat langsung kota mati tersebut, dengan catatan kunjungan hanya bisa dilakukan selama jangka waktu terbatas yang aman agar para turis tidak terpapar radiasi. Chris yang awalnya keberatan dengan ide gila ini akhirnya mengalah karena teman-temannya ingin melakukan tur singkat tersebut. Mereka pun melakukan perjalanan menuju kota Prypiat bersama Yuri. Karena Chernobyl Diaries adalah film horor, bisa diduga kalau Prypiat rupanya tidak benar-benar kosong, dan kunjungan mereka di kota terbengkalai itu tidak berjalan semulus yang diperkirakan.
Extreme tourism seperti yang diorganisir oleh Yuri bukanlah sesuatu yang fiktif. Dari apa yang saya baca, di Ukrania sendiri memang ada banyak agen wisata berlisensi yang menawarkan perjalanan ke Chernobyl dengan tarif antara $100-$200 per orang. Salah satu docu-series buatan Netflix yang berjudul Dark Tourist juga pernah meliput tour ekstrim semacam itu, yaitu perjalanan satu hari mengunjungi kota terbengkalai Tomioka di Jepang yang penduduknya dievakuasi setelah bencana kebocoran nuklir di PLTN Fukushima akibat gempa bumi pada tahun 2011. Dalam dokumenter itu, para turis yang dibekali alat pendeteksi radiasi geiger counter mulai cemas dan ingin menyudahi perjalanan wisata mereka setelah menemukan kalau tingkat radiasi di Tomioka terhitung sangat tinggi. Namun ancaman dalam Chernobyl Diaries bukanlah tingkat radiasi yang tinggi saja, melainkan juga para “penghuni” kota Prypiat yang berlarian dalam kegelapan kota Pripyat untuk berburu. Saya asumsikan makhluk-makhluk ini sebagai para korban radiasi ledakan Chernobyl yang dirahasiakan oleh militer dan diisolasi di Prypiat karena mereka telah bermutasi menjadi mutan kanibal yang ganas. Wujud para mutan ini tidak pernah benar-benar terlihat sepenuhnya dengan jelas, menjadikan ancaman mereka terasa misterius dan mencekam. Tapi jujur saja, saya agak kecewa, mungkin karena saya berekspektasi bisa melihat desain monster mutan yang bentuknya ganjil dan mengerikan. Tapi saya bisa memaklumi hal ini karena mungkin bajet film ini agak terbatas.
Kekuatan Chernobyl Diaries mungkin bukan pada monsternya, melainkan pada kerja kameranya. Meskipun Chernobyl Diaries bukanlah film found-footage seperti yang sebelumnya dibuat oleh produser Oren Peli, tapi film ini menggunakan teknik pengambilan gambar dengan kamera genggam layaknya film found-footage. Hasilnya cukup efektif dalam meningkatkan ketegangan, terutama pada adegan kejar-kejaran yang membuat penonton seakan ikut berlarian dengan para karakter di dalam film. Selain itu saya juga selalu suka melihat bidikan kota terbengkalai yang sepi. Meskipun lokasi pembuatan film ini berada di Hongaria dan Serbia, dan bukan di Prypiat yang sebenarnya, tetapi semuanya sekilas terasa otentik mirip dengan apa yang saya pernah lihat dalam beberapa foto dan dokumenter soal Chernobyl. Penampakan kota terbengkalai seperti ini selalu terasa mencekam karena ada rasa asing, ganjil sekaligus sendu di dalamnya. Itu jugalah yang membuat tour ekstrim semacam ini cukup masuk akal untuk ada di dunia nyata, karena seperti kita tahu selain para pencari adrenalin, ada banyak orang juga yang meminati eksplorasi reruntuhan dan bangunan-bangunan terbengkalai sebagai kegiatan rekreasi, sebuah hobi yang disebut urban exploration atau kadang disingkat urbex.
Premis Chernobyl Diaries sebenarnya cukup menjanjikan dan penuh potensi karena berlatarkan lokasi terbengkalai yang berhubungan dengan sejarah bencana nuklir. Tak banyak film horor yang berani menggunakan Chernobyl sebagai latar belakang, jadi mungkin seharusnya ada banyak hal unik yang bisa diolah. Namun sayang sekali tidak ada yang istimewa dari Chernobyl Diaries karena film ini dieksekusi dengan sangat datar dan generik. Tidak ada satupun mutan yang terlihat dengan jelas, dan tidak ada adegan kematian yang diperlihatkan. Meskipun ditulis beramai-ramai oleh tiga orang, plotnya juga sangat basic dan tidak menawarkan apapun yang memorable. Para karakternya juga terasa sangat membosankan dan klise. Saat para turis Amerika tersebut diburu satu persatu, saya tidak merasa khawatir sama sekali. Satu-satunya karakter yang saya pedulikan hanyalah Yuri, sementara karakter yang paling saya benci adalah Paul, seorang douchbag yang saya harapkan menjadi korban pertama dalam film ini. Sayangnya Paul hidup cukup lama hingga film hampir selesai. Meskipun ada terlalu banyak kekurangan, film ini dibuat cukup bagus dalam aspek teknis dan visualnya. Setidaknya Chernobyl Diaries merupakan upaya debut yang lumayan dari sutradara Bradley Parker yang terbukti mampu menciptakan atmosfer mencekam di sepanjang film.