BLOODY HELL
Sutradara: Alister Grierson
Australia / USA (2020)
Review oleh Tremor
Bloody Hell adalah sebuah film komedi horor/thriller yang disutradarai oleh Alister Grierson dan ditulis oleh Robert Benjamin. Plot dalam film ini cukup sederhana namun padat, dengan percampuran antara horor penuh darah, komedi, kekerasan dan psikologi yang perpaduan kesemuanya bekerja dengan sangat baik. Saya pribadi cukup menikmati film ini lebih dari yang saya perkirakan sebelum menontonnya. Namun karena film ini menyimpan banyak kejutan menyenangkan, saya tidak bisa menulis terlalu banyak soal Bloody Hell.
Suatu hari seorang pria bernama Rex Coen yang sedang mengantri di bank terjebak dalam situasi penyanderaan sekaligus perampokan. Begitu ia melihat kesempatan, Rex memutuskan untuk menjadi pahlawan dan menyelamatkan para sandera. Ia berhasil merebut senjata dan segera membantai semua perampok. Kebetulan Rex adalah mantan tentara, jadi ia tahu betul cara menembak dengan efektif. Aksi Rex ini terekam dalam CCTV dan kemudian viral di dunia maya. Namun usaha penyelamatan ini justru membuat Rex dipenjara, karena jaksa penuntut berpendapat bahwa aksi Rex terlalu berlebihan dan tidak manusiawi. Rex tidak melumpuhkan perampok, tetapi membantai secara membabi buta. Walaupun beberapa orang menganggap Rex sebagai pembunuh sakit jiwa, namun ia juga dipuja-puja sebagai pahlawan oleh banyak orang lainnya yang menonton aksinya di youtube. Ia memiliki banyak penggemar dan otomatis menjadi semacam selebritis.
Setelah melewati masa tahanan penjara selama 8 tahun, Rex akhirnya dibebaskan. Namun ia tidak menikmati kebebasannya. Berita tentang keluarnya Rex dari penjara menjadi pembahasan banyak media massa. Ia masih dianggap sebagai pahlawan sekaligus orang jahat di dunia luar. Bagaikan seorang selebritis, gerombolan paparazzi selalu membuntuti kemanapun Rex pergi. Saat masih berada dalam penjara, ia memang sudah berpikir untuk pergi berlibur kalau sudah bebas nanti, dan secara acak ia memilih Finlandia sebagai tujuannya. Didorong dengan ketidaknyamanan menjadi pusat perhatian di Amerika, iapun pergi ke Finlandia dengan harapan bisa meninggalkan semua kegilaan di negaranya. Berbeda dari apa yang ia harapkan, sesampainya di Finlandia Rex langsung dihadapi dengan situasi yang jauh lebih horror dan mengerikan. Tak lama setelah mendarat di Helsinki, Rex dibius dalam sebuah taksi dan terbangun dengan kondisi digantung di sebuah ruang bawah tanah yang gelap. Tanpa ia ketahui, Rex sebenarnya sedang disekap oleh satu keluarga kanibal yang dengan sengaja menyimpannya hidup-hidup untuk dijadikan cadangan makanan. Rex adalah orang yang sering berdiskusi dengan dirinya sendiri, sebuah manifestasi dari post-traumatic stress disorder (PTSD) yang ia idap sejak dikirim ke medan perang saat masih menjadi tentara dulu. Dalam film ini, penonton bisa melihat alter ego Rex yang dipersonafikasi, lawan diskusi Rex saat menghadapi berbagai masalah. Kini Rex dan alter ego-nya harus berpikir keras dan melakukan segala upaya agar ia bisa keluar dari situasi yang mengerikan ini.
Tidak dapat disangkal lagi, salah satu kekuatan utama dari Bloody Hell ada pada Rex sebagai karakter sentral. Aktor Ben O’Toole dengan sangat baik menjalankan peran gandanya: satu sebagai diri Rex yang sebenarnya, Rex yang kebingungan dan ketakutan, dan satu lagi sebagai versi alter ego-nya yang terus menerus mendorong Rex untuk melakukan aksi di setiap kesempatan. Ini adalah plot yang menyenangkan untuk ditonton, dan juga sangat efektif karena kita bisa melihat bagaimana dan mengapa Rex mengambil keputusannya di sepanjang film atas pengaruh alter ego-nya. Kehadiran alter ego Rex juga memberi konteks yang sangat dibutuhkan dalam karakterisasi Rex, sekaligus memperjelas tentang mengapa Rex begitu impulsif dan kadang ceroboh. Bumbu komedi dalam film ini juga kerap kali muncul dari percakapan antara keduanya.
Hal lain yang sangat saya suka dari film Bloody Hell adalah, penonton seakan dibuat untuk terus menebak-nebak tanpa pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Beberapa bagian dari film ini juga sedikit mengingatkan saya pada film Parents (1989) dan The Texas Chain Saw Massacre (1974) yang dibumbui dengan sedikit unsur romance. Selain itu Bloody Hell juga menyisipkan sedikit penghargaan pada film Misery (1990) dengan sangat memuaskan. Penulis Robert Benjamin memang menuliskan kisah yang tidak masuk akal. Namun yang terpenting adalah kisah dalam Bloody Hell memang tidak perlu dianggap secara serius. Meskipun alur ceritanya klise serta penuh dengan kekonyolan dan terkadang cheesy, Bloody Hell tetap merupakan film komedi horor/thriller yang sangat menyenangkan dan menghibur untuk ditonton.
Untuk berdiskusi lebih lanjut soal film ini, silahkan kontak Tremor di email: makanmayat138@gmail.com