MOVIE REVIEW: BIRTH/REBIRTH (2023)

BIRTH/REBIRTH
Sutradara: Laura Moss
USA (2023)

Review oleh Tremor

Birth/Rebirth adalah sebuah film drama horor psikologis, debut penyutradaraan yang cukup memuaskan sekaligus provokatif dari Laura Moss yang sebelumnya lebih banyak membuat film pendek. Film yang ia tulis bersama Brendan J. O’Brien ini terinspirasi oleh novel klasik Frankenstein karya Mary Shelley, terutama pada konsep horror seputar ilmuwan gila, sains yang disertai perdebatan moral, hingga perenungan seputar etika medis. Menariknya, Laura Moss menggunakan sudut pandang keibuan dalam kisah gelap ini yang berfokus pada perjuangan seorang ibu demi anaknya, sambil sesekali menyuntikkan humor gelap di dalamnya. Selain karya klasik Frankenstein, saya yakin sedikitnya Laura Moss juga terinspirasi oleh film Re-Animator (1985). Apa yang mengingatkan Birth/Rebirth pada Re-Animator adalah plot dasarnya yang memiliki kemiripan: dua orang dengan latar belakang medis, yang satu memiliki obsesi tidak sehat terhadap eksperimen ilegal atas nama sains untuk melawan kematian, sementara karakter yang lainnya sebenarnya adalah karakter baik hati dan mau ikut membantu karena termotivasi oleh kasih sayang terhadap seseorang yang sudah meninggal dan sangat dicintainya.

Celie, seorang perawat persalinan di sebuah rumah sakit, membesarkan putri semata wayangnya yang bernama Lila seorang diri. Namun karena Celie yang gila kerja lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja lembur, ia sering menitipkan Lila di tempat penitipan atau di rumah tetangganya. Kehidupan Celie berubah total ketika suatu hari Lila yang ia tinggal selama beberapa hari di rumah tetangganya dalam keadaan sakit, meninggal dunia secara mendadak karena penyakit meningitis bakterial. Penyesalan dan perasaan bersalah menghantuinya karena ia merasa tidak cukup memperhatikan Lila. Ia bahkan sempat mengabaikan panggilan telepon dari putri semata wayangnya sebelum Lila sakit dan meninggal. Ketika hendak mengambil jenazah putrinya, pihak rumah sakit kebingungan karena jenazah Lila tidak ada di manapun. Celie menaruh curiga pada dokter Rose Casper, seorang dokter ahli patologi yang bekerja mengurus jenazah di kamar mayat. Meskipun bekerja di rumah sakit yang sama, Celie dan Rose tidak saling mengenal. Dokter Rose sendiri adalah seorang yang anti-sosial, selalu terlihat canggung dan sangat jelas dari gelagatnya kalau ia menyimpan rahasia. Setelah mengkonfrontasi dan memaksa masuk ke dalam apartemen Rose, Celie menemukan jenazah Lila terbaring di kasur, lengkap dengan peralatan penunjang kehidupan layaknya di ruang ICU. Rupanya sudah sejak lama Rose diam-diam melakukan eksperimen untuk bisa menghidupkan kembali yang sudah mati, di mana ia pernah berhasil meskipun subjek eksperimennya adalah seekor babi yang ia pelihara sampai sekarang. Ketika menerima jenazah Lila di kamar mayat, ia melihat peluang untuk melakukan eksperimen pamungkas yang ia tunggu-tunggu karena golongan darahnya yang sama langkanya dengan Rose. Celie merasa kacau sekaligus senang ketika menyaksikan putrinya tampak belum meninggal, namun tidak bisa dibilang hidup juga. Setelah mengetahui apa yang Rose lakukan pada putrinya, Celie bertekad untuk membantunya, karena jalan menuju keberhasilan eksperimen ini masih panjang. Bagi Rose, apa yang ia lakukan secara sembunyi-sembunyi ini adalah demi kemajuan sains yang dimotivasi oleh duka masa lalunya. Tapi bagi Celie, ini adalah tentang mendapatkan kembali putrinya. Karena perasaan bersalah dan rasa cinta pada putrinya, Celie siap menggunakan apa pun, dan siapa pun, untuk bisa melihat Lila bangkit dari kematian.

Di sepanjang sejarah genre horor, banyak penggambaran tentang peran ibu dan betapa tidak mudah menjadi seorang ibu lewat pendekatan horor dengan cara yang berbeda-beda, dari mulai Rosemary’s Baby (1968), Hereditary (2018), The Babadook (2014), Mother! (2017) hingga Huesera: The Bone Woman (2022). Dalam Birth/Rebirth, Laura Moss menggambarkan perjuangan seorang ibu yang berduka dan merasa bersalah. Ia siap melakukan apapun untuk mendapatkan kembali anaknya, demi menebus perasaan bersalahnya karena telah banyak mengabaikan anaknya. Begitu juga dengan Rose saat kita mengetahui apa yang mendorongnya sangat terobsesi dengan eksperimen ilegal ini, yang lagi-lagi erat kaitannya dengan peran seorang ibu. Selain tema tentang keibuan dan pengorbanan, tema lain yang terasa cukup kuat dalam film ini adalah tentang etika profesi medis, di mana kita bisa menyaksikan etika Celie sebagai perawat yang baik secara perlahan mulai terkikis, dan mungkin juga kejiwaannya.

Menurut saya, keberhasilan Birth/Rebirth ada pada penulisan yang baik, serta penampilan dari dua aktris utamanya dalam memerankan karakter yang sama-sama kompleks dan berlapis, terutama sekali karakter Rose yang diperankan dengan menakjubkan oleh aktris Marin Ireland. Karakter Rose yang dingin terkadang bisa terasa meresahkan, namun tidak pernah tampak seperti psikopat jahat. Ia seperti seseorang yang sangat aneh dan sibuk dengan dunianya sendiri, dan jelas bukanlah tipe orang yang akan disukai dalam lingkungan kerjanya. Karenanya, bekerja sendirian di kamar mayat adalah posisi yang paling tepat baginya. Ia hanya terlihat sedikit memiliki gangguan dalam pikirannya saja lewat tatapan matanya yang kadang terlihat kosong. Rose seringkali terlihat canggung dan kebingungan. Namun, dari hal-hal yang berkaitan dengan karakter Rose (dan babi peliharaannya) lah terkadang muncul unsur dark comedy yang membuat Birth/Rebirth terasa sedikit lebih ringan.

Sebenarnya tidak mudah untuk mendefinisikan Birth/Rebirth ke dalam genre tertentu. Meskipun ide dasarnya mengganggu dan bernuansa horor, namun sebenarnya tidak terlalu banyak adegan horor dalam film ini kalau kita mau membandingkannya dengan kebanyakan film horor modern yang penuh adegan kekerasan dan darah. Unsur horor dalam Birth/Rebirth bisa dibilang cukup halus, dengan sedikit darah yang diperlihatkan dalam beberapa adegan prosedur medis yang tampak menyakitkan dan tampak cukup akurat, setidaknya bagi orang awam. Walaupun film ini menyorot usaha ilmiah untuk membangkitkan orang mati, tapi para penonton yang mengharapkan adanya adegan aksi zombie brutal dan kejam boleh kecewa karena Birth/Rebirth bukanlah film seperti itu. Birth/Rebirth mungkin lebih cocok disebut sebagai drama thriller yang berpusat pada dua pekerja medis yang kehilangan penilaian moral dan etikanya, yang bekerja sama karena kesamaan dalam keputusasaan, obsesi dan trauma. Apa yang mengerikan dari film ini mungkin lebih pada bagaimana Celie dan Rose mengatasi rintangan-rintangan yang dihadapi dalam eksperimen gila mereka.

Pada sisi dramanya, Birth/Rebirth banyak berbicara tentang duka dan ketidakmampuan seorang ibu menerima kenyataan tentang kematian. Bagi Celie, meskipun apa yang ia lakukan jelas salah kalau dilihat dari kacamata moral pada umumnya, tetapi itu tetap menjadi pilihan yang lebih baik daripada tersiksa dalam sakitnya rasa duka dan penyesalan setelah putrinya meninggal. Pertanyaan-pertanyaan seperti “sejauh mana seseorang akan melakukan sesuatu untuk mendapatkan kembali orang yang dicintai?” hingga “Sanggupkah seseorang mengorbankan yang lainnya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan?” juga menjadi fokus dari Birth/Rebirth. Dari sisi Rose, penonton juga akan memahami mengapa ia begitu terobsesi untuk bisa mengakali kematian, yang juga berhubungan dengan sosok ibu, hingga ia sanggup mengorbankan segalanya hanya untuk keberhasilan eksperimen ilmiahnya ini. Saya pribadi sangat suka dengan bagaimana film ini tidak menghakimi para karakternya meskipun dengan unsur perdebatan moral yang kuat. Film ini juga akan membuat penontonnya diam-diam berharap eksperimen yang Rose dan Celie lakukan akan berhasil, sesalah apapun jalan yang mereka tempuh di mata moralitas. Birth/Rebirth mungkin bukanlah film yang sempurna. Namun sebagai sebuah debut, film ini membuat saya akan menunggu karya Laura Moss berikutnya.