ARMY OF THE DEAD
Sutradara: Zack Snyder
USA (2021)
Review oleh Krowbar
Sejak terakhir kali gua menulis resensi film, jaman telah berubah dan industri pun sudah berganti. Tiket bioskop, langganan smart TV, serta penjualan DVD hanyalah tinggal menjadi remah sisa-sisa sebuah era lama dalam artefak cara manusia menkonsumsi hiburannya. Platform streaming merupakan rezim baru yang dengan tangan besi mengendalikan arah industri hiburan modern, dan Netflix merupakan raja undisputed di puncak singgasana hierarkinya. Malah, pandemi 2020 (yang hingga sekarang belum juga berakhir) tuh sedemikian menguntungkan bagi platform streaming tersebut, gua ngga bakal heran misalnya suatu hari nanti dikasih tau bahwa virus tolol nan mengganggu saat ini tuh sebenernya hasil ciptaan mereka.
Jadi, dengan sedemikian banyak duit pecahan besar berserakan di lantai kantor mereka, apa hal paling logis untuk dilakukan behemoth korporat tersebut? Ya BIKIN FILM ZOMBI BLOCKBUSTER lah! Masuk akal. Hollywood sudah mengeksploitasi konsep itu selama 15 taun terakhir, dan mereka sepertinya tak pernah berhenti dapetin duit dari situ. Maka, Netflix pun ngelemparin duit receh mereka ke muka Zack Snyder, memberikan lampu hijau untuk proyek zombi terbarunya. Lagi-lagi, itu masuk akal. Secara sekarang Zack Snyder tuh nama besar pada ranah blockbuster Hollywood. Dia kan yang bikin semua film superhero yang bukan keluaran Marvel itu bukan? Namun sebelum itu semua, ia mengawali kariernya dengan me-remake magnum-opus zombi klasik George A. Romero: Dawn of the Dead…dan selamat tanpa berakhir disalib oleh legiun penggemar kultnya.
Army of the Dead dirilis secara mendunia tanggal 21 Mei lalu, dan menuju peluncurannya, Netflix memperlakukannya sebagai anak emas mereka. Tidak mengherankan tentunya. Bagi fanboy Zack Snyder, ini tuh film baru Zack Snyder. Sementara bagi penggemar zombi, ini tuh film zombi pertama Zack Snyder sejak Dawn of the Dead. Kemungkinan profit dari sini tuh sedemikian menjanjikan, gua yakin DJ Khaled bakalan nempelin namanya di situ kalau aja dia punya kesempatan.
Maka, inilah hasil laporan pandangan mata gua dari Army of the Dead.
Pada awalnya, sepasang pengantin baru ngelakuin sesuatu yang sangat bodoh dalam perjalanan menuju bulan madu mereka ke Vegas. Hal itu berujung pada tabrakan dengan ledakan super berlebihan ke sebuah konvoi pengawal kargo super rahasia yang seharusnya punya pengawalan jauh lebih ketat dari yang ditunjukin di film ini. Kecelakaan itu berlanjut kepada penyebaran zombi tak terkendali di kota mahadosa Las Vegas. Sampai akhirnya pasukan Amerika Serikat menutup kota tersebut pake ribuan kontainer untuk mengurung para zombie di dalamnya.

Memblokade apa pun yang tidak mereka sukai. Solusi Paman Sam pada segalanya sejak awal jaman
Itu bukan sinopsis dari filmnya, tapi cuman sinopsis dari sekuen opening filmnya, yang –SPOILER ALERT- ternyata merupakan bagian terbaik dari film ini. Kalau kalian cuma merasa perlu baca tulisan ini sampai di sini, gua mau bilang betapa gua suka banget gimana mereka mulai opening-titlenya pake tulisan “Netflix presents” trus langsung ganti shot ke sejumlah payudara, yang emang adalah alasan utama kenapa orang-orang milih buat langganan Netflix.

Netflix presents: TITS! LOTS OF ‘EM!!
Dari situ, dimulailah sekuen opening-title Army of the Dead. Dan, OMG gaess, itu punya segalanya; zombi-showgirls, zombi-Elvis, tentara! Baku tembak berdarah! Momen-momen emosionil! Senjata-pembunuh-zombi kreatif! Foreshadowing karakter! Semuanya dalam montase ekplosif yang menuturkan cerita secara efektif. Sumpah gua ancungin dua jempol deh buat bagian ini. Zack Snyder bahkan masukin reka ulang adegan legendaris ikonik Dawn of the Dead, sebelum menutupnya dengan serangan udara super bombastis yang bakal langsung bikin Michael Bay sibuk nelponin pengacaranya jam dua pagi.

Kobaran api di atas merepresentasikan nominal budget yang Netflix bakar buat bikin ini
Pertanyaannya adalah: dari situ, film ini mau lanjutinnya gimana?
Ternyata, jawabannya adalah “dengan mengecewakan.”
Jadi, sekian taun setelah “perang zombi” tadi, pemerintah AS memutuskan buat menjatuhkan bom nuklir di Las Vegas untuk menghabisi populasi zombi di situ. Maka, 2×24 jam sebelum pemboman, seorang bilyuner bernama Bly Tanaka (Hiroyuki Sanada) tiba-tiba keingetan “anjing! Gua masih punya 100 juta dalam brankas di situ!” lalu memutuskan bahwa dia pengen mengirim tim operasi rahasia khusus buat ngambilnya. Kebetulan, Dave Bautista lagi ngga punya kerjaan karena Avengers udah tamat dan sekuel Guardians of the Galaxy mundur produksi gara-gara pandemi. Jadi dia pun setuju buat mengumpulkan sejumlah orang yang paling menyerupai karakter-karakter casting Aliens untuk masuk ke dalam Zona Otonomi Zombi lalu mengambil duit dalam brankas Tanaka.

Yang ternyata bukan ada di Vegas, tapi salah satu level Gears of War 2
Mari kita elaborasikan rencana/plot dari “blockbuster Netflix Original” ini: sekelompok pria dan wanita gagah, bersama seorang yang ngga gagah tapi tau cara ngebongkar brankas, bakalan bawa senjata-senjata gagah ke dalam zona khusus makhluk gagah buat, dengan gagah, nembakin zombi. Masuk kasino. Retas brankas maha gagah dengan mengandalkan “pendengaran.” Ambil semua isinya. Setelah itu secara gagah naik ke atap gedung, di mana sebuah helikopter menunggu untuk membawa mereka kabur dengan gagah dari ledakan bom nuklir nan gagah. Simple plan, amirite? Tentunya, kaya Simple Plan juga, maaf tapi tidak semua hal itu bisa “perfect.”

“Hey, Dad, look at me, think back and talk to me. Did I grow up according toooo plaaaan?”
Salah satu hal paling aneh dari rencana ini tuh gimana mereka menggantungkan pelariannya semata-mata pada sebuah helikopter yang udah ada di atap. Berhubung ngga ada cerita soal gimana itu bisa ada di sana, jadi gua asumsiin helikopter tersebut emang udah parkir di situ sejak sebelum zombi-apokalips terjadi. Yup, mari menantang gravitasi bersama pria-pria berotot membawa kantung-kantung penuh uang seisi brankaseun selama beberapa ratus kilometer di dalam satu benda metal yang udah bertaun-taun ditinggal di tempat terbuka tanpa diurus! Sip! Kedengerannya kaya sebuah rencana tunggal nan sangat optimistis bukan?

Kenapa ngga satu pun dari orang-orang itu ada yang pernah nonton Rambo III?
Tapi gua ngga punya masalah sih sama itu, film zombi mana coba yang bisa memajukan plot tanpa melibatkan misi bunuh diri idiotik tertentu di dalamnya? Jika berdiri sendiri, plot model gitu sebenernya fine-fine aja. Adalah bagaimana itu kemudian dicampur-campur dengan sub-plot idiotik lain yang bikin Army of the Dead kehilangan gregetnya. Pertama, mari kita berkenalan dengan manusia paling menyebalkan dalam film ini (dan itu termasuk orang ADD yang ngedit adegan action-nya): Kate Ward.

Tergambar di atas: Hal yang lebih bermanfaat dalam film ini dibanding Kate Ward
Kate Ward itu hal paling tidak berguna dalam dunia sinema sejak kode region DVD. Gua pernah liat figuran CG pasukan klon di Star Wars yang masih memberikan kontribusi lebih esensial pada plot-development. Karakternya lebih mengganggu cerita daripada orang yang ngobrol pake speaker-phone di dalam bioskop, dan dedikasinya untuk jadi luar biasa menyebalkan sementara meyakini dirinya tuh lagi berbuat sesuatu yang baik cuman bisa dikalahin SJW twitter. Segala bentuk aksi doi di sepanjang film ini semuanya selalu berujung menyusahkan semua orang lain. Asli, cewe ini kaya apa hasilnya kalau utang IMF dikasih nyawa.

Kalau dia dinyatakan positif covid dan harus isolasi dua minggu, film ini bakalan jadi 60x lebih bisa ditoleransi
Setiap kali alur film ini menemukan celah buat bergerak dari satu titik ke titik lain, Kate Ward dijamin bakal menemukan cara buat memperlambatnya. Cewe ini bener-bener koneksi Indihome berjalan. Pada momen-momen di mana semuanya berlangsung mulus sehingga bisa dinikmati, doi selalu merusaknya dengan inkompetensi total dirinya untuk berfungsi sebagaimana mustinya. Sebuah pencapaian fantastis mengingat fungsinya di sini tuh cuman sekedar “tutup mulut dan pastikan diri tidak mengganggu yang lain.” Kenapa seseorang bisa gagal segagal-gagalnya memenuhi dua tugas sesederhana itu? Apa doi vegan??
Sejujurnya, karakter space-marines Aliens lainnya juga sama sekali tidak ditulis dengan baik, tapi setidaknya mereka ngga annoying. Coba kita liat:
Ada orang yang ditunjukin ngebunuhin zombi pake sejenis gergaji mesin di pembukaan. Terus sepanjang film mulai ngga pernah ngelakuin itu lagi.

Di tengah-tengah jalan, dia memutuskan untuk main di film lain yang lebih menguntungkan
Ada orang diam-diam jahat yang dari pertama muncul semua langsung tau bahwa dia tuh diam-diam jahat.

Niat jahatnya terlihat menembus fitur bokeh yang diabusif Zack Snyder kaya gadis 13 taun yang baru nemuin itu di kamera hapenya
Ada selebriti sosial-media. Karena jika ada satu hal nan krusial bagi sebuah misi rahasia, itu pastilah orang yang rajin mengupload segalanya di sosial-media.

Hashtag buatygtau2aja
Ada pembongkar brankas yang gua curiga suka masturbasiin brankas (di dalam brankas).

“Liat ini? G-spotnya terletak persis di situ”
Ada cewe yang pekerjaannya adalah jadi tourist-guide ke dalam zona zombi. Mungkin karena pemandangan di sana tuh sangatlah instagrammable.

Menjelaskan kenapa doi butuh eyeliner buat bertahan hidup dalam zona apokaliptik
Dan tentunya, ada Vasque-
Oh, maaf, maksud gua ada “Chambers”. Yang berperan sebagai Vasquez. Yang kita semua tau pasti mati duluan.

Bandana merah adalah pertanda seorang wanita tangguh dalam film ngga akan pernah liat kredit akhir bergulir
Kayanya sih ada juga karakter-karakter lain yang gua sama sekali ngga inget.
Tau apa yang menyedihkan? Semua yang disebutkan di atas tuh kalah berkesan sama tokoh zombi-macan yang cuman muncul –lebih kurang- 10 menit di layar. Sejujurnya, zombi-macan tuh salah satu ide paling gemilang dari fim ini. Sangat disayangkan penggambarannya terlalu ngingetin gua ama kucing kampung malnutrisi borokan abis kecebur got di deket kosan buat bisa bikin gua punya perasaan apa pun selain kasian pas ngeliatnya.

Mengingat ginian biasanya bisa diusir cukup dengan ditimpuk sendal jepit
Namun meski semua tokoh dalam film ini tuh sama sekali tidak ada yang berarti, tapi setidaknya kita tau bakal nambahin body-count. Dan dalam film zombi, lebih banyak body-count selalu bikin segalanya semakin meriah, yang membawa kita pada poin berikutnya: adegan action.
Mari kita kilas balik ke pertanyaan gua di paragraf ke tujuh; setelah membombardir kita pake sekuen nan sedemikian bombastis pada 10 menit pertama, Zack Snyder mau nge-follow up itu pake apa? Oh, dengan sekuen-sekuen pertempuran ruang sempit yang di-shot secara close-up tentunya! Tambahin editing cut ngebut buat memastikan bahwa penonton ngerasa kaya lagi ngeliatin sudut pandang kamera orang yang ngga sengaja neken tombol video-call dalem sakunya. Karena adalah wajib hukumnya buat film action masa kini untuk keliatan kaya video bokep amatir 3GP taun 2005.

DOP film ini adalah penggemar berat seni ekspresionisme Jerman
Oke, jadi ceritanya sedikit menggelikan, karakter-karakternya mudah dilupakan, adegan aksinya 80% tidak impresif. Terus apa yang mengesankan dari fim ini? Bagaimana dengan unsur kritik sosialnya? Semua tau genre zombi semuanya merupakan komentar satire metaforikal terhadap tatanan sosial masyarakat yang membusuk, termakan ekses dari semua candunya pada budaya konsumerisme instan.
Waduh, ngga tau juga.
Mereka rutin nunjukin orang-orang bersenjata otomatis nembakin zombi-zombi tidak bersenjata, yang merupakan kritik sosial terhadap… tidak memiliki senjata buat membela diri???? Gua ngga tau. Tapi ada sih zombi Debbie Harry, yang gua curiga merupakan pesan terselubung bahwa Debbie Harry tidak akan pernah meninggal. Sama zombi Criss Angel, yang jelas adalah penggambaran visual dari nasib karier Criss Angel.

Untuk trik berikutnya, saya akan secara magis membawa kalian semua ke dalam sebuah adegan spesifik pada franchise Alien
Ada juga kaos The Exploited, untuk mengingatkan penonton bahwa ada hal-hal yang lebih menyedihkan jikalau itu dipaksain buat tetap hidup melewati waktunya.

“PUNK SHOULD’VE DIED BY NOW!”
Plus ada juga shot zombi di puncak patung liberty, yang adalah sebuah simbol metaforikal dari Presiden Amerika Serikat saat ini.
Sekarang, mari kita masuk ke poin terakhir; durasinya. Film ini panjangnya 2 jam 28 menit. Sekedar sebagai studi banding, gua bakalan memberi fakta bahwa itu 98 menit lebih lama dari tes CPNS. Jujur aja, tak ada film zombi yang butuh waktu selama itu. Film zombi tuh, pada akar busuknya yang paling mendasar, merupakan hiburan bodoh sederhana. Ada alasannya kenapa film-film zombi terbaik, bahkan dengan semua komentar subtil sosialnya, bisa selesai dalam 1 jam 45 menit. Karena setiap orang yang menonton punya hidup mereka masing-masing buat dilanjutin, dan atensi manusia memiliki batas waktu tertentu untuk menikmati sebuah cerita sebelum tingkat kepeduliannya mencapai titik nadir.
Ada kecenderungan pada sineas-sineas modern untuk beranggapan bahwa budget besar = kualitas dan durasi panjang = epik. Ngga gitu sih sebenernya. Apa orang-orang ini ngga belajar apa-apa dari film bokep? Kita ngga pernah peduli kelamin prianya segede sama sepanjang apa, tapi pada siapa dan bagaimana dia menggunakannya. Itulah masalah utama dari Army of the Dead; dia terlalu sibuk memamerkan betapa panjang dan gagah alat kelaminnya, sehingga tak pernah menyadari bahwa, tanpa konteks serta pencapaian nan berarti, apa yang sedang ia lakukan tidak akan meninggalkan kesan apa pun untuk orang lain. Punya kelamin berukuran massif tidak terlalu spektakuler kalau seseorang cuma rutin menggunakannya buat ngebolongin adonan donut sebelum dimasukin panggangan.
Toh, mungkin itu memang deskripsi paling akurat dari Army of the Dead. Film ini tuh ibarat ereksi 30 cm yang keseret-seret di tanah tanpa tujuan pasti. Bukan hanya itu sama sekali ngga ada gunanya, tapi juga menjadi beban ekstra tanggungan si pemilik saat berusaha mencapai kemajuan dalam hidupnya.