fbpx

ALBUM REVIEW: VENOM PRISON – SAMSARA

VENOM PRISON ‘SAMSARA’

PROSTHETIC RECORDS. MARCH 15TH. 2019

DEATH METAL/HARDCORE

Sempat bikin panas scene death metal beberapa tahun lalu melalui debut album Animus (2016), yang sangat frontal menyoroti kebangkitan fasisme, isu sosial-politik, kerusakan lingkungan, kesehatan mental, sampai tentunya tema anti-mysogyny/rape-culture lengkap dengan skenario balas dendam brutal potong kelamin dalam lagu “Perpetrator Emasculation”, akhirnya setelah tiga tahun VENOM PRISON kembali lagi membuat headline belantika musik metal setelah album kedua-nya digadang-gadangkan oleh dua media besar Britania Raya (Kerrang! Dan Metal Hammer) sebagai salah satu album yang paling di antisipasi tahun 2019. Dibentuk di South Wales, U.K. dan mengantongi dua buah mini album yang salah satunya (‘Defy the Tyrant’) pernah dirilis oleh salah satu label asal Yogjakarta yaitu Samstrong Records, VENOM PRISON memainkan versi death metal yang terinspirasi senior satu negaranya yang lahir dari scene Punk U.K. seperti NAPALM DEATH, BOLT THROWER, CARCASS sampai raksasa USDM SUFFOCATION dan DYING FETUS tapi dengan twist mereka sendiri, dan mengingat mayoritas personilnya lahir dari scene hardcore/metalcore, Larissa Stupar (WOLF DOWN), Ash Gray (BRUTALITY WILL PREVAIL), dan Ben Thomas (DIGNITY WILL DIE FRIST) juga turut serta menginjeksikan serum agresi dari EARTH CRISIS, WALLS OF JERICHO, HEAVEN SHALL BURN, bahkan kalau saya pikir benang merah musik mereka bisa ditarik dari Belgian Hardcore H8000 yang lumayan brutal dan sama-sama frontal penuh influence dari extreme metal yang menjebolkan nama-nama seperti LIAR, CONGRESS, ARKANGEL, DEFORMITY etcetera.

VENOM PRISON kembali lagi memuntahkan sepuluh nomor lagu dalam album berjudul ‘Samsara’, memang meskipun tak se-frontal “Perpetrator Emasculation” jelas Larissa Stupar belum puas mencampurkan racun dalam tinta pena-nya yang kali ini banyak dipenuhi simbol-simbol agama timur, tapi karena saya rasa sudah banyak yang membahas tuntas konten lirik dalam ‘Samsara’ saya akan lebih fokus menyoroti musik dan produksi nya saja disini. Dalam ‘Samsara’ sebenarnya VENOM PRISON tidak terlalu banyak memodifikasi formulasi musik mereka, Sama seperti rilisan pendahulunya ‘Samsara’ masih terdengar layaknya sebuah missing link antara ‘Pierced from Within’, ‘Killing on Adrenaline’, ‘Necroticism – Descanting the Insalubrious’ dan ‘Heartwork’ dengan deathcore pertengahan 2000’an, jadi walaupun masih dipenuhi breakdown di setiap lagu tapi hal tersebut bukan dijadikan sebagai hidangan utama kayak kebanyakan deathcore kotemporer, Ash Gray dan Ben Thomas berhasil menyajikan riff-riff gurih variatif yang bisa membuat metalhead sekolah lama ngangguk-ngangguk dan di padukan dengan pattern gebukan Jay Pipprell yang tidak pernah kaku dengan transisi yang begitu halus. VENOM PRISON juga sepertinya ogah menulis lagu dalam struktur lagu tradisional, mungkin yang masih bisa dibilang agak lempeng hanya ‘Uterine Industrialisation’, sementara lagu lainya tak pernah betah berkutat dalam satu bagian sebelum pindah ke part berikutnya tanpa pengulangan, hal tersebut bukan hal baru sebenarnya BLOOD INCANTATION dan SCORCHED adalah salah satu yang sukses menghindari penulisan lagu menggunakan traditional song structure, Kelihaian VENOM PRISON dalam menggarap lagu yang penuh riff, chord progression, pattern change tersebut malah bisa jadi semacam senjata makan tuan yang membuat ‘Samsara’ minim momen memorable. Sebenarnya hal tersebut mudah di atasi seperti misalkan membiarkan bagian stomp riff ‘Matriphagy’ untuk bisa berkembang lagi atau dalam ‘Megillus & Leana’ section riff dan melodi yang rada Gothenburg-esque tersebut bisa lebih dipanjangin dikit biar pendengar bisa sedikit familiar, karena ada dua trek tetap memorable meski tetap lasak seperti lagu-lagu lainya yaitu ‘Asura’s Wrath’ yang dibuka dengan permainan lead masif dan ‘Naraka’ yang sedikit punya hawa dingin black metal. Namun problem paling fatal dari ‘Samsara’ ada di departemen produksinya, semuanya terdengar seperti tumpang tindih, dan compression level yang sampai DR4 bisa bikin sulit telinga untuk menseparasi masing-masing instrument khususnya bass belum lagi dampaknya pada telinga yang bisa cepat kelelahan. Hal tersebut tentunya sangat disayangkan mengingat ini sudah album kedua ditambah saat ini banyak grup musik, label, produser, sampai pendengar sudah banyak yang lebih melek atas masalah loudness war tersebut. ‘Samsara’ adalah salah satu contoh konkret sebuah album yang justru terlalu di bebani oleh hype nya, walaupun saya tidak menemukan permasalahan fatal dalam urusan songwriting dan performa masing-masing personel, sayangnya album ini masih jauh dari ekspektasi apalagi ditengah gempuran rilisan death metal berbahaya lainya yang membanjiri tahun 2019, jadi saya berharap pada Prosthetic Record misalkan masih dapet mandat untuk berkerja sama tidak terlalu pelit seperti dalam kasus DRAGGED INTO SUNLIGHT kemarenan, dan memberikan biaya produksi lebih buat next album. (Peanhead)

7,2 out of 10