SIGH ‘Shiki’ ALBUM REVIEW
Peaceville Records. August 26th, 2022
Avant-garde/Black metal
Meskipun sudah aktif dari akhir 1980’an dan menjadi salah satu band yang sempat dirilis label Deathlike Silence Productions, kepunyaan Øystein Aarseth aka Euronymous (R.I.P), SIGH, band black metal legendaris asal Tokyo, Jepang ini terbukti masih sangat produktif sampe sekarang, dan tak seperti kebanyakan band senior seangkatan mereka yang lebih sering jualan nostalgia materi lama doang, dan kalau ngeluarin album pun kayaknya numpang lewat saja, SIGH sama (seperti ENSLAVED) justru semakin kesini malah makin nyeleneh, selalu menghasilkan album yang menerobos batas-batasan genre, yang menjadikan materi-materi baru dari mereka selalu tetap relevan. Setelah sibuk sedikit menoleh kebelakang dengan merayakan ulang tahun 30 tahun, sekaligus merilis album kompilasi ‘Eastern Darkness’ yang berisikan demo, split, rare recordings, hingga EP ‘To Hell and Back – Sigh’s Tribute To Venom’ yang banyak dicari-cari orang, SIGH tahun lalu akhirnya melepaskan follow up ‘Heir To Despair’, yang tentunya sudah sangat banyak orang tunggu-tunggu.
Mengikuti jejak album sebelumnya yang mayoritas ditulis menggunakan bahasa jepang, lirik album kedua belas SIGH yang berjudul ‘Shiki’ ini sudah sepenuhnya dituliskan dalam bahasa jepang, lengkap dengan gambar sampul yang menggunakan art-style tradisional. Kalau dari segi musik sih mungkin ‘Shiki’ merupakan album mereka yang paling gampang dicerna sejak debut ‘Scorn Defeat’ dulu, apalagi didukung produksi lebih modern dari Lasse Lammert (LSD-Studios, Jerman), yang udah biasa nanganin band-band kekinian model SAOR, GLORYHAMMER, hingga ALESTORM, hal tersebut membuat album ini menjadi lebih crunchy dan punchy dari biasanya. Tentunya ‘Shiki’ masih menyimpan momen-momen aneh nan nyeleneh, meski terdengar lebih lempeng dari biasanya, lebih dekat pada traditional black metal dengan elemen heavy metal yang kuat, namun entah kenapa Mirai Kawashima hanya melibatkan Dr. Mikannibal saja dalam proses rekaman album ini, dan justru ngajak Frédéric Leclercq (KREATOR, ex-DRAGONFORCE) sebagai gitaris/bassist dan penggebuk drum MALIGNANCY/ex-FEAR FACTORY, Mike Heller, dariada personil inti SIGH lain, Satoshi Fujinami pun hanya ikutan di trek keenam saja.
Bukan SIGH namanya kalo gak genre-bending meskipun agak lebih primitive dan straightforward black metal dari biasanya, setelah nomor lagu pertama, “黒い影 (Kuroi Kage)” yang pas banget vibe epic doom-nya buat jadi pembuka konser, ‘Shiki’ dilanjutkan dengan trek cukup brutal “生者必滅 (Shoujahitsumetsu)”, dengan solo section jadi kayak power metal on steroid, yang disamber tanpa jeda oleh “屍 (Shikabane)”. “殺意~夏至のあと (Satsui – Geshi no Ato)” bisa dibilang menjadi salah satu track favorit saya dari album ini, dengan nada-nada middle-eastern kental dan chorus simpel tapi sangat catchy, yang seenak jidat malah diakhiri dengan beat hip-hop, sedangkan “冬が来る (Fuyu ga Kuru)” meskipun riff-nya ada aroma medok CELTIC FROST, tengah-tengahnya kok jadi tiba-tiba medival folk-an, sebelum nyebrang progy black metal terus nge-jazz di penghujung lagu.
Dua lagu terakhir (plus interlude dan outro sebiji) “Shiki” pun gak kalah sedeng lurd, dari lagu symphonic black metal epik dan gurih “生苦 (Shouku)”, yang menjadi bukti jelas mengapa Mirai Kawashima ngajak Frédéric Leclercq dan Mike Heller, “真夜中の怪異 (Mayonaka no Kaii)” juga merupakan salah satu highlight album ini, dengan nuansa semerbak classic heavy metal dan late 60’s & 70’s progressive/ psychedelic rock, lengkap dengan extended instrumental section tralala-trilili. Lewat ‘Shiki’ SIGH kembali lagi membuktikan kalau mereka salah satu band extreme metal paling jenius sepanjang masa, memadukan dengan berhasil black metal, traditional heavy metal, musik-musik tradisional jepang, prog rock, psychedelia, dll dengan sempurna tanpa cacat, dan lewat dukungan produksi lebih modern dan nendang dari sebelumnya plus estetika yang dapet banget, saya rasa ‘Shiki’ dan juga album sebelumnya ‘Heir To Despair’ punya kans besar merangkul fans-fans baru, diluar masa black metal atau yang orang yang doyan ngulik musik-musik ajaib. (Peanhead)
9.8 out of 10