PHRENELITH ‘Chimaera’ ALBUM REVIEW
Nuclear Winter Records. December 10th, 2021
Death metal
Meskipun belum masuk kategori modern death metal classic, debut album PHRENELITH ‘Desolate Endscape’, yang dirilis tahun 2017 lalu, sering disebut-sebut sebagai salah satu album old school death metal revivalist era 2010’an paling garang, namun unit death metal asal Denmark ini masih kalah produktif kalau dibandingkan dengan band seangkatan mereka macam TOMB MOLD, HYPERDONTIA, dan WITCH VOMIT, hal tersebut mungkin karena sang frontman/axeman David Torturdød, lumayan disibukkan dengan UNDERGANG. Album kedua PHRENELITH, ‘Chimaera’, menjadi full length pertama mereka yang dirilis oleh Nuclear Winter Records, label yang dimotori oleh Anastasis Valtsanis (DEAD CONGREGATION), dan tentunya merupakan salah satu rilisan extreme metal paling ditunggu-tunggu pada akhir tahun lalu, tapi kayaknya ‘Chimaera’ dianggap agak mengecewakan oleh mereka-mereka yang udah nungguin follow-up ‘Desolate Endscape’ dari kapan tau, pasalnya album yang berdurasi 31 menit tersebut, gak murni berisikan materi baru, karena sepertiganya merupakan versi rekaman ulang “Gorgonhead”, “Kykytos”, dan “Chimaerian Offspring Part 1”, ketiganya sebelumnya udah pernah dirilis empat tahun lalu dalam EP ‘Chimaerian Offspring’, yang dicetak dalam format kaset pita hanya 100 kopi saja.
Berhubung saya rada males ngulik-ngulik demo/EP, dan gak pernah nyicipin ‘Chimaerian Offspring’, jadinya ‘Chimaera’ masih terasa lumayan fresh, namun sesuai dengan gambar sampul karya Timo Ketola (R.I.P 2020), yang lebih gelap dan kelam, materi-materi yang dipersembahkan PHRENELITH dalam LP kedua mereka jauh lebih suram, mungkin mereka sengaja sedikit menjauhkan diri dari pendekatan INCANTATION-core/cavenouscore “ugga-bugga” kayak ‘Desolate Endscape’, yang emang udah terlalu pasaran sekarang, alhasil approach terkini PHRENELITH tersebut membuat ‘Chimaera’ terdengar seperti sebuah album atmospheric death metal, lebih fokus membangun atmosfir daripada melontarkan riffing gahar dan tajam yang bisa mematahkan leher, lagu-lagu dalam ‘Chimaera’ pun kalau dipikir-pikir bakalan lebih cocok didengarkan lagi ujan deres sambil mojok dan meratapi nasib sendirian di sudut ruangan pas lagi mati lampu pula, daripada didengerin dalam konteks live show, karena “Awakening Titans” jangankan buat moshing, buat headbang dewekan aja rada susah, walau secara keseluruhan pastinya kalah barbar dari debutnya dulu, PHRENELITH masih tetap menggila, misalnya dalam “Chimaerian Offspring – Part I”, gak masalah lah lagu udah dari kapan tau, karena dengan hasil rekaman baru, track tersebut jadi lebih nonjok.
Meskipun sebenernya durasi 30 menit-an itu fine-fine aja, tapi gara-gara ‘Chimaera’ diselipin dua buah interlude “Phlegethon” (yang berdurasi 4 menit) dan “Χίμαιρα”, membuat album ini rada kurang padat, dan overall terasa layaknya sebuah satu lagu panjang yang nyambung dari awal hingga akhir, daripada sebuah koleksi lagu, tetapi sayangnya pas masuk trek keempat (“Gorgonhead”), flow nya jadi rada caur, jatuhnya kayak intermisi belaka, iklan selingan sebelum babak kedua (“Kykytos” – “Χίμαιρα” – “Chimaerian Offspring – Part II”) dimulai. Sebagai sebuah band pengusung old-school death metal tentunya perihal produksi gak bisa dianggap remeh, karena itu David Torturdød and co. menunjuk pembetot bass AUTOPSY/BRAINOIL, Greg Wilkinson, buat ngerjain mixing/mastering album ini, hasilnya jelas maknyus, nuansa penuh keputusasaan dan kehampaanya dapet, dan ia berhasil mengemas penampilan paripurna sang drummer, Paweł Tunkiewicz bersama PHRENELITH, dengan sangat baik, karena bagi saya gebukanya merupakan daya tarik utama ‘Chimaera’. Kekecewaan para pemuja ‘Desolate Endscape’ tentunya sangat dimaklumi, karena ‘Chimaera’ adalah monster yang berbeda, namun kalau anda masa bodoh sama sound dari rilisan sebelumnya, album ini sangatlah direkomendasikan kalau lagi nyari death metal yang berbeda. (Peanhead)
8.7 out of 10
https://www.youtube.com/watch?v=cYlZCfn6hZI