fbpx

ALBUM REVIEW: MAKE THEM SUFFER – HOW TO SURVIVE A FUNERAL

MAKE THEM SUFFER ‘How To Survive A Funeral’ Album Review

Rise Records. June 5th, 2020

Metalcore

Muncul ketika popularitas deathcore sedang berada di puncak popularitas, disokong grup seperti SUICIDE SILENCE dan WHITECHAPEL, Nama MAKE THEM SUFFER langsung meroket naik kepermukan, berkat debut album fenomenal ‘Neverbloom’, meskipun harus bersaing dengan ratusan ribu band deathcore yang sedang sangat menjamur saat itu. Konsep Symphonic deathcore yang MAKE THEM SUFFER bawakan sebenarnya gak baru-baru amat, mengingat WINDS OF PLAGUE dan ABIGAIL WILLIAMS (era awal) sudah mencoba format tersebut sejak pertengahan 2000’an, namun komposisi brutal dalam mini-album/EP “Lord Of Woe” berhasil menarik perhatian major label sekelas Roadrunner Records yang langsung tak pikir panjang, langsung menawarkan kontrak pada sekelompok muda-mudi asal down under ini. Tiga tahun pasca ‘Neverbloom’, MAKE THEM SUFFER merilis album kedua mereka ‘Old Souls’, dan langsung mendapat kritik pedas dari pendengar yang terpikat dua rilisan sebelumnya, karena meski masih menyimpan beberapa lagu detkor simfonik seperti “Requiem”, “Threads”, dan “Marionette”. ‘Old Souls’ mendandakan transisi menuju teritorial djent terinspirasi grup macam AFTER THE BURIAL dan BORN OF OSIRIS, yang lagi bener-bener ngetren pada tahun tersebut, akhirnya cap sell-out sudah tak terelakan lagi, apalagi dua tahun setelahnya, mereka merilis ‘Worlds Apart’ yang bisa dibilang membuang hampir seluruh elemen extreme metal dari dua album terdahulu, semakin nyaman di jalur progressive djentcore.

Lewat album penuh kedua dbawah naungan Rise Records, MAKE THEM SUFFER mencoba untuk membawa kembali agresi dan heaviness dari era ‘Old Souls’, sebuah keputusan sangat baik karena ‘Worlds Apart’ walau belum bisa dikategorikan sebagai album gatot, komposisinya terlalu datar, bertele-tele dan kurang nendang. Tak seperti ‘How To Survive A Funeral’, yang lebih straightforward dari trek pertama “Step One”, dengan breakdown yang bisa bikin ngangguk-ngangguk, apalagi lagu tersebut langsung disambar “Falling Ashes”, sebuah lagu tanpa basi-basi yang intensitas-nya bikin mengingatkan pada dua opener album beringas SLIPKNOT, “(sic)” dan “People = Shit”, sekaligus jadi salah satu lagu paling eksplosif dalam diskografi MAKE THEM SUFFER. Namun tak mau melupkan evolusi musikal nya selama satu dekade ini, Dalam“Bones” band ini menurunkan tempo lagu dengan aransemen yang sangat jelas terinspirasi DEFTONES, dan didukung oleh chorus yang sangat memorable. “Drown With Me” walaupun rada generik mengikuti formulasi yang sama dengan lagu sebelumnya, namun Booka Nile gentian mengambil alih melodi reffrain. “Erase Me” yang merupakan lead single dari album ini, tentunya merupakan highlight dalam ‘How To Survive A Funeral’, dan layaknya lubang hitam, lagu ini lah yang menarik saya untuk akhirnya memberi kesempatan pada album ini, setelah sedikit dikecewakan album sebelumnya. “Erase Me” punya semua elemen yang membuat saya ikut metalcore bandwagon pada tahun 2003 dulu: sick breakdown, catchy chorus, bahkan MAKE THEM SUFFER menyisipkan bagian sing-along yang sudah pasti bakalan pecah past live nya nanti.

Dua lagu berikutnya “Soul Decay” dan “Fake Your Own Death” kurang lebih masih mengikuti ritme dan kocokan khas band Sumerian-core namun dengan nu-metal twist. Meskipun sudah masuk tiga lagu terakhir, MAKE THEM SUFFER tetap tak kendor melontarkan mater-materi ngeri, layaknya title track dengan reff berasa dream pop, alt-rock power ballad “The Attendant” (lagi-lagi terinspirasi DEFTONES sepertinya), dan lagu terakhir “That’s Just Life”, yang jadi lagu paling mirip dengan materi ‘Worlds Apart’, dan part vokal Booka Nile dalam lagu tersebut jadi déjà-vu pada Anneke van Giersbergen dalam lagu-lagu karya Devin Townsend. ‘How to Survive a Funeral’ berakhir ketika runtime menginjak 35 menit lebih 14 detik, emang untuk sebuah ­­full-length agak pendek, tapi dengan materi dan komposisi sepadat dan variatif album ini, durasi setengah jam lebih sedikit sudah sangat pas, apalagi semua lagu dalam ‘How To Survive A Funeral’ sangat memorable, minim filler. Mungkin kekurangan album ini adalah sound drum (khususnya snare) nya yang terlalu robotik dan kurang organik, tapi hal tersebut saya rasa sudah jadi problem standard rilisan-rilisan metal jaman sekarang, yang dinamika nya kurang di perhatikan dan level kompresinya terlalu berlebihan. ‘How To Survive a Funeral’ bukan hanya menjadi album metalcore terbaik 2020 namun juga rilisan terbaik yang pernah dicetak MAKE THEM SUFFER sejauh ini. (Peanhead)

9.5 out of 10