ALBUM REVIEW: LACUNA COIL – BLACK ANIMA

LACUNA COIL ‘Black Anima’ ALBUM REVIEW

Century Media Records. October 11th, 2019

Alternative metal/Gothic metal

Bagi sebagian orang termasuk saya serial video games Guitar Hero lumayan berjasa memperkenalkan berbagai musik dan musisi lintas aliran, LACUNA COIL menjadi salah satu nama yang saya kental pertama kali via jalur seri ketiga Guitar Hero bersama THE FALL OF TROY,  GALLOWS, HÉROES DEL SILENCIO, dan PROTOTYPE. Meskipun “Closer” bisa dibilang jauh dari pakem gothic metal dan lebih terdengar mirip lagu penghuni chart radio rock alternatif, namun rasa penasaran membuat saya jadi kerajinan mendalami diskografi awal LACUNA COIL yaitu ‘In a Reverie’, ‘Unleashed Memories’, dan dua buah mini-album/EP dari periode 1998-2001, pada era tersebut dalam kode genetik LACUNA COIL masih kuat pengaruh dedengkot trio Peaceville Three (PARADISE LOST, MY DYING BRIDE, dan ANATHEMA), bahkan karakter vokal Cristina Scabbia, sedikit membuat déjà vu ke eks front-woman THE GATHERING, Anneke van Giersbergen. Band ini baru berhasil mengecap kesuksesan setelah merilis ‘Comalies’ (2002), dimana LACUNA COIL mengikuti tren alternative metal/nu-metal yang saat itu masih booming setahun lebih awal sebelum grup model EVANESCENCE, SKILLET, FLYLEAF, dkk mencuat lalu merajai US Modern Rock Radio.

Namun semenjak ‘Dark Adrenaline’ (2009) yang sempat nongkrong dalam US Billboard top 200 di posisi #15, progresi band asal Italia ini sepertinya jadi stagnan, album lanjutanya ‘Broken Crown Halo’ (2014) terasa hambar kek semur tanpa garam dan MSG, hal tersebut membuat saya tak meluangkan waktu satu detik-pun untuk mencoba follow-up album tersebut ‘Delirium’. Interest saya terhadap LACUNA COIL terpantik lagi saat Hammersonic Festival mengumumkan mereka sebagai salah satu penampil acara tersebut, rasa penasaran akhirnya membuat saya iseng mencoba “Sword of Anger” dari album teranyar ‘Black Anima’, dalam lagu pertama tersebut LACUNA COIL mencoba kembali membangkitkan kembali sisi gelap nya yang telah lama terkubur, bahkan materi pembuka tersebut langsung menjadi komposisi paling heavy yang pernah mereka tulis dan Andrea Ferro pun turut mengutilisasikan death growl, akan tetapi jangan salah kaprah kalau LACUNA COIL tiba-tiba menghasilkan materi layaknya gothic metal/symphonic metal era 90’an macam THEATER OF TRAGEDY ‘Velvet Darkness They Fear ‘ atau TRISTANIA ‘Beyond the Veil’, karena band ini telah menemukan titik ekuilibrium antara kompromi dengan pakem butt rock namun dengan aroma euro metal yang sangat kental, tapi yang rada disayangkan formulasi lagu-lagu dalam ‘Black Anima’ terdengar terlalu seragam dan minim inovasi, hampir 75% persen lagu menggunakan groove/breakdown chugga-chugga tipikal kayak ARCHITECTS dan POLARIS.

Untungnya kombinasi antara modern alt-metal dengan gothic metal yang diracik LACUNA COIL cukup menyatu khususnya dalam lagu “Now Or Never” dan “Veneficium”, dimana kedua lagu tersebut berhasil memadukan riffing metalcore djenty dengan atmosfir gelap symphonic gothic metal ala LEAVES’ EYES dan MOONSPELL, agak disayangkan aja guitar solo dari gitaris baru Diego “DD” Cavallotti bener-bener terlalu ala kadarnya dan terlalu pendek, tak bisa mengimbangi performa vokal fenomenal dari Cristina Scabbia. Porsi lagu-lagu radio-friendly dalam ‘Black Anima’ kali ini di isi oleh “Apocalypse”, “The End is All I Can See”, dan “Save Me” yang biasanya sering saya skip dalam rilisan terdahulu, kini justru berisikan menit-menit paling memorable sekaligus catchy tanpa terdengar cheesy, cuma ya di beberapa bagian kadang vokal Andrea Ferro lumayan annoying dan gak nyambung, dan hal yang sangat fatal untuk sekelas label besar Century Media Records, kualitas mixing/mastering album ini rada mengecewakan, semestinya dua pekerjaan tersebut dilempar saja ke produser seperti Ted Jensen, Tue Madsen atau Adam “Nolly” Getgood saja yang sudah punya track records mengerjakan album rock/metal modern tanpa harus bikin sakit kuping. Meskipun ‘Black Anima’ merupakan album paling dark dan heavy dari LACUNA COIL sejauh ini, mereka yang udah terlanjur masa bodo amat, saya yakin belum bisa merubah pikiran-nya dan meluangkan waktu untuk mendebgarkan album ini, karena jelas ‘Black Anima’ memang masih ditulis untuk mengakomodir trend musik rock/metal di pasar Amerika Serikat, dibandingkan mencoba memikat fans grup semacam SIRENIA, XANDRIA, dan DELAIN. (Peanhead)

8.0 out of 10