JINJER ‘Wallflowers’ ALBUM REVIEW
Napalm Records. August 27th, 2021
Progressive Metalcore/Groove metal
Tak seperti ‘Micro/Macro’ yang hype-nya luar biasa tinggi, efek melejitnya popularitas “Pieces” dan “I Speak Astronomy”, yang tiba-tiba meroket pamornya baru dua tahun setelah albumnya sendiri (‘King of Everything’) dirilis, ‘Wallflowers’ yang disebarluaskan oleh JINJER dan Napalm Records pada akhir Agustus 2021 kemarin malah kayak kurang bergema, mungkin karena trend nya udah mulai turun dan bergeser ke band lain seperti SPIRITBOX dan SLEEP TOKEN. Berhubung dulu ‘Micro EP’ dan juga ‘Macro’ terasa banget penurunan drastis materinya dari segi kualitas apabila dibandingkan ‘King of Everything’ dan ‘Cloud Factory’, bikin ogut jadi kurang tertarik dan malah cenderung masa bodoh ketika JINJER mengumumkan full-length keempat mereka ‘Wallflowers’, apalagi single pertama dari album tersebut, “Vortex” kurang nendang dan agak generik. Atensi saya baru terpantik ketika official video buat “Mediator” dilepaskan ke publik, dengan komposisi lebih agresif dan rada nyerempet sound PROTEST THE HERO namun dengan vokal lebih galak, yang akhirnya bikin penasaran sama wujud album penuhnya nanti, apakah bakal lebih banyak track segarang “Mediator”, atau malah banyak yang generik macam “Vortex”.
Dibandingkan dengan album sebelumnya, ‘Wallflowers’ bakal terdengar lebih straightforward alias lempeng, tak terlalu banyak memasukan unsur diluar aliran metal kayak album sebelumnya yang memadukan elemen jazz, reggae, slavic folk, hingga ambient/electronica, ‘Wallflowers’ meskipun minim variasi sound dan eksperimentasi secara keseluruhan jelas lebih heavy dan brutal dari album sebelumnya, dibuka langsung nyelonong oleh “Call Me a Symbol” yang berkecepatan tinggi, dan disokong blast beat berserta groove lumayan gurih, kemudian disambung dengan “Colossus” yang lebih rendah BPM-nya namun tetep nonjok pelipis apalagi pas bagian breakdown mulai masuk. Sama seperti “Vortex” yang kelewat datar diluar breakdown pas akhir-akhir, lagu keempat “Disclosure!” adalah lagu paling ampas dalam ‘Wallflowers’, format nu-metalcore + grunge yang diusung kurang nyambung dan kelewat hambar. Setelah dua trek hit-or-miss JINJER langsung berpacu tak terkendali dari track kelima “Copycat” hingga lagu penutup, “Copycat” sendiri ada rasa-rasa post–thrash kental yang bakalan wajib masuk setlist manggung JINJER nantinya. Tiga lagu selanjutnya “Pearls and Swine”, “Sleep of The Righteous”, dan “Wallflower” kembali menurunkan tempo, karena sudah saatnya gantian menampilkan muka progressive metal JINJER yang jelas pengaruh band macam OPETH, THE GATHERING, dan tentunya bapak djent MESHUGGAH.
Dalam title track “Wallflower” dan “Sleep of the Righteous” timbre vokal Tatiana Shmailyuk jadi kayak mirip-mirip Anneke van Giersbergen, antara emang bener mirip atau karena efek kebanyakan dengerin DEVIN TOWNSEND PROJECT aja mungkin. “Dead Hands Feel No Pain” dan “As I Boil Ice” masih tetap nge-prog seperti empat lagu sebelumnya, namun keduanya terasa sedikit lebih agresif, sebagai pengantar menuju lagu terakhir yang ekplosif yaitu “Mediator”. Karena personil-personil JINJER udah terkenal sakti mandraguna, jadi gak perlu dipertanyakan lagi musikalitas Roman Ibramkhalilov, Eugene Abdukhanov, dan Vladislav Ulasevich dalam merancang aransemen lagu, dan tentunya Tatiana Shmailyuk walaupun masih belum menyamai performa dalam ‘King of Everything’, range vokalnya tetap fantastis baik itu clean ataupun growl artikulasinya jelas, bisa ngalahin pentolan band dari UK atau US malah. Dari segi produksi ‘Wallflowers’ juga mengalami improvement, paling kerasa di departemen drum yang lebih terdegar organik dan powerfull kalau dibandingkan dengan ‘Micro’/‘Macro’. Meski sempat memble dalam album nomor tiga, JINJER telah kembal di jalur yang benar dalam ‘Wallflowers’, tak terlalu banyak bereksperimen dan lebih fokus, toh fanbase udah lumayan solid gak perlu coba-coba buat mencari bibit-bibit penggemar baru lagi. (Peanhead)
8.5 out of 10