fbpx

ALBUM REVIEW: IHSAHN – TELEMARK

IHSAHN ‘Telemark EP’ Album Review

Candlelight Records. February 14th, 2020

Progressive black metal

Sebagai salah satu musisi metal paling aktif dan produktif, Vegard Sverre Tveitan alias IHSHAN tak perlu waktu lama untuk melepaskan materi baru untuk melanjutkan album ketujuh nya ‘Ámr’ (2018), Sebuah opus progressive extreme metal yang terkontaminasi sensibilitas pop lumayan kental, dalam album itu IHSAHN turut mengutilisasikan analog synth sampai drum machine ikonik TR-808, dan banyak terpengaruh musik pop era sekarang seperti The Weeknd dan Kanye West khususnya album ‘808s and Heartbreak’. Setelah respon yang sangat positif untuk ‘Ámr’, IHSAHN telah menyiapkan bukan hanya satu rilisan tahun 2020 ini, namun dua buah mini-album/EP sekaligus, dimana masing-masing EP memiliki konsep musik dan estetika yang sangat kontras satu sama lain, menapilkan dua polar berbeda yang mempengaruhi musik nya selama ini. Mini-album pertama bertajuk ‘Telemark’ dirilis lebih dahulu pada bulan Februari 2020, sedangkan ‘Pharos’ bakal menyusul pada akhir 2020, kedua mini-album tersebut nantinya bakal di ikuti dengan konser dan tour dengan konsep ambisius, dimana nantinya kedua mini-album bakal punya estetika dan live set uniknya masing-masing, yang sayang nya harus ditunda karena pandemik Covid-19.

Dalam mini-album/EP yang dirilis lebih dahulu ‘Telemark’, IHSAHN menghadirkan sisi gelap dan agresif nya, mencerminkan periode ketika dia masih bersama band black metal influental EMPEROR, namun dalam ‘Telemark’ IHSAHN tetap mempertahankan elemen progressive metal yang telah menjadi karakteristik album solo nya, jadi jangan berharap bahwa IHSAHN menulis materi yang mirip-mirip ‘Wrath of the Tyrant’ atau ‘Prometheus: The Discipline of Fire & Demise’ sekalipun, meskipun tiga lagu utama dalam ‘Telemark’ merupakan materi paling ekstrim dari nya semenjak ‘The Adversary’ (2006). Keputusan  IHSAHN untuk tidak benar-benar balik ke akar trve Norwegian black metal, malah sangat tepat karena alih-alih bikin materi EMPEROR-lite, justru ‘Telemark’ berhasil menggabungkan tremollo riffing berhawa dinging Norwegian black metal dengan twist bertendensi eksperimental, seperti dalam lagu pembuka yang cukup brutal “Stridig” . Selain itu karena mini-album ini memang merepresentasikan masa lalu nya, IHSAHN banyak memboyong banyak elemen classic rock dari DEEP PURPLE, BLUE OYSTER CULT dan URIAH HEEP dll, mulai dari chorus super catchy dan guitar solo dalam “Nord“ yang kental aroma-aroma arena rock era 70’an/early 80’s, hingga nada-nada medival/oriental ala DEEP PURPLE setelah masuknya Steve Morse pada title track. Selain “Stridig”, “Nord” dan “Telemark”,  IHSAHN menambahkan dua buah cover song, pertama ada lagu hard rock klasik era 90’an dari Lenny Kravitz yaitu “Rock and Roll Is Dead”, lalu lagu IRON MAIDEN ketika masih diperkuat Paul Di’Anno “Wrathchild”.

Ketika tracklist ‘Telemark’ pertama kali diumumkan pemilihan dua lagu tersebut rada sedikit membingungkan karena nuansa upbeat kedua lagu itu bertolak belakang dengan konsep dan estetika tiga lagu sebelumnya yang banyak mengambil inspirasi dari masa-masa ketika IHSAHN masih sering nongkrong bareng “Black Circle” di Helvete, Tapi ketika akhirnya bisa mendengarkan ‘Telemark’ secara utuh, ternyata “Rock and Roll Is Dead” dan “Wrathchild” dibawakan dengan sangat baik, berhasil mempertahankan spirit kedua lagu meskipun dibawakan dengan harsh vokal, sekaligus sejalan dengan karakter nyentrik materi-materi IHSAHN sebelumnya. Meskipun hanya berisikan lima lagu dengan total durasi kurang dari 25 menit, ‘Telemark’ tak terdengar nanggung sama sekali apalagi di dukung kualitas produksi terbaik dari IHSAHN sejauh ini, karena mini-album ini telah dirancang sedemikian rupa agar bisa jadi karya standalone bukan sekedar appetizer sebelum full album atau kumpulan lagu sisa/b-sides belaka seperti kebanyakan extended play yang beredar di pasaran. Selain itu banyak yang beropini menyayangkan kenapa ‘Telemark’ gak sekalian dirilis jadi satu dengan ‘Pharos’ saja, yang langsung terjawab setelah dirilisnya “Spectre of the Feast” dari ‘Pharos’ yang jauh lebih mellow dan atmosfirnya seperti bumi dan langit kalau digabungkan dengan ‘Telemark’. (Peanhead).

8.7 out of 10