ALBUM REVIEW: GENGHIS TRON – DREAM WEAPON

GENGHIS TRON ‘Dream Weapon’ ALBUM REVIEW

Relapse Records. March 26th, 2021

Progressive metal/Experimental metal

Setelah menghilang dari peredaran selama satu dekade lebih, grup experimentalist GENGHIS TRON akhirnya nongol lagi dengan formasi baru, vokalis Mookie Singerman yang sepertinya menolak ikutan reuni, telah digantikan oleh Tony Wolski, seorang sutradara video klip yang sudah beberapa tahun terakhir terlibat degan kolektif THE ARMED dan juga CONVERGE, selain merekrut vokalis baru Hamilton Jordan dan Michael Sochynsky juga turut mengajak drumer “sakit” Nick Yacyshyn (BAPTISTS, SUMAC), dengan susunan personil baru tersebut GENGHIS TRON langsung tancap gas untuk memulai proses rekaman album ketiga mereka bareng Kurt Ballou, produser yang udah ngebantuin band ini semenjak album debut. Meskipun pamornya sebelum vakum dulu emang gak gede-gede amat, GENGHIS TRON merupakan salah satu band extreme metal paling nyeleneh dari era 2000’an, dua album yang mereka rilis sebelum mati suri, “Dead Mountain Mouth” dan “Board Up the House”, menggabungkan grindcore, electronica, sludge metal, techno, braindance, matchore, ampe power noise, yang menjadikan sound unit avant-garde metal asal New York ini terbilang sangat beda daripada yang lain, sayangnya kurang lebih dua tahun setelah merilis album sophomore mereka, GENGHIS TRON malah hiatus begitu saja.

Karena landscape skena extreme metal sekarang udah sangat jauh berbeda dan lumayan oversaturated, ditambah lagi band-band sekarang udah semakin nekat, GENGHIS TRON sepertinya mencoba merekonsruksi ulang sound mereka, seluruh elemen extreme metal/grindcore dari karya-karya grup ini sebelumnya telah dibuang jauh-jauh, karena ‘Dream Weapon’ adalah sebuah album progressive metal/rock yang kontemplatif, melankolik, dan borderline psychedelic, tanpa ada blast beat, harsh vocal, bit-bit chiptune (Sekaran rada-rada mirip ZOMBI namun dengan vokal). Walaupun udah gak dijalur garis keras lagi, bukan berarti musik yang dibawakan GENGHIS TRON berubah lebih enteng, malah dengan suntikan darah baru, materi-materi terbaru mereka jadi lebih berani, ketukan Nick Yacyshyn yang metodis mampu menyamai kerapatan drum machine, namun dengan flexibilitas yang agak sulit dicapai pake komputer. Memang komposisi kedelapan lagu dalam ‘Dream Machine’ sangat berbeda dari komposisi progressive metal bombastis ala DREAM THEATER, CALIGULA’S HORSE, atau BETWEEN THE BURIED AND ME, tapi ‘Dream Weapon’ gak kalah kompleks, hanya lebih kalem saja tetap menghanyutkan, lebih menitikberatkan pada atmosifr kayak LEPROUS dan TESSERACT, dan sama seperti dua album GENGHIS TRON sebelumnya, kwartet ini masih banyak mencampuradukkan berbagai macam aliran entah itu post-rock, shoegaze, space rock, synth-pop, post-punk, industrial rock, krautrock, ambient dll, semuanya dihajar tanpa kenal batasan-batasan genre.

Perpaduan berbagai macam genre tersebut juga membuktikan kalau GENGHIS TRON masih punya ideologi yang masih sama seperti dulu, cuma sekarang udah gak diruang lingkup musik ekstrim saja. ‘Dream Weapon’ adalah album yang mustahil didengarkan secara ketengan, meskipun masih ada trek stand out macam title track, “Pyrocene”, “Alone in the Heart of the Light”, dan “Ritual Circle”, secara keseluruhan lagu-lagu dalam album ini bakalan lebih make sense kalau didengarkan langsung dari awal sampe akhir secara berkesinambungan tanpa jeda dengan khidmat, vokalis baru Tony Wolski juga punya karakter vokal yang luar biasa ngeklop sama format baru GENGHIS TRON, pembawaan-nya kadang mirip Tommy Giles Rogers Jr., namun timbre nya sedikit lebih halus dan airy aja. Sama seperti ULVER, VAURA, dan juga album paling anyar DEAFHEAVEN kemaren, metamorfosis GENGHIS TRON menjadi sekarang sebenarnya bukan sebuah hal yang aneh apalagi mengagetkan, karena emang dari awal dulu grup ini diformasikan, mereka udah berani bereksperimentasi diluar metal, dan tiga belas tahun berlalu semenjak ‘Board Up the House’, ‘Dream Weapon’ tak hanya melebih segala ekspektasi saya, GENGHIS TRON juga berhasil menciptakan album progressive metal yang cukup cathartic, dan menjadi sebuah soundtrack pengiring akhir zaman manusia paling paripurna. (Peanhead)

9.9 out of 10