DREAM UNENDING ‘Tide Turns Eternal’ ALBUM REVIEW
20 Buck Spin, November 19th, 2021
Death/doom
Tak hanya ‘Foreverglade’ dari WORM saja yang sempat bikin heboh dunia persilatan doom metal akhir tahun kemarin, berselang satu bulan saja setelah album tersebut keluar dari kandang macan, 20 Buck Spin menggelontorkan lagi rilisan death/doom yang gak kalah ngehype. Dimotori oleh Derrick Vella (TOMB MOLD, OUTER HEAVEN) dan Justin DeTore (INNUMERABLE FORMS, MAGIC CIRCLE, SUMERLANDS), dua nama yang tentunya sudah tidak asing lagi bagi mereka yang rajin ngikutin perkembangan scene death metal kekinian, produser kenamaan Arthur Rizk juga ikutan nimbrung pada departemen produksi, alhasil pas single perdana ‘In Chiper I Weep’ dirilis, project yang diberi nama DREAM UNENDING ini langsung rame diperbincangkan di dunia maya oleh para penikmat musik doom metal seantero planet namek. Sama seperti band utama dua personilnya, DREAM UNENDING masih terinspirasi karakteristik sound jaman keemasan musik metal kematian dari periode late 80’s hingga 90’an, namun alih-alih ngulik grup legendaris jebolan Florida, Bay Area, New York, atau Skandinavia, Vella dan DeTore justru mencoba membangkitkan lagi death/doom ala album awal MY DYING BRIDE, KATATONIA, dan yang paling ketara, ANATHEMA era ‘Serenades’, ‘Pentecost III’, juga ‘The Silent Enigma’.
Dibandingkan dengan WORM paling anyar, debut album DREAM UNENDING, yang bertajuk ‘Tide Turns Eternal’ tergolong agak konservatif dan orthodox dari segi komposisi, tetapi Derrick Vella sepertinya memanfaatkan project terbarunya ini untuk banyak bereksperimen, buktinya selain menggunakan fretless bass dan 12 strings guitar, ia mencoba mencampuradukan tekstur petikan-petikan gitar goth rock, dreampop, dan prog model THE CURE, COCTEAU TWINS, hingga PINK FLOYD, sama seperti senior idola mereka, namun bedanya DREAM UNENDING masih mempertahankan pakem death/doom tak ujug-ujug jadi full mellow layaknya ‘Eternity’ dan ‘Discouraged Ones’, perpaduan tersebut menjadikan format death/doom yang mereka bawakan cukup segar (setidaknya buat beberapa tahun terakhir), dan atmosfirnya juga luar biasa pekat, karena bisa membawa pendengar langsung terkapar dilantai, terbawa nuansa lagu-lagunya, yang memancarkan hawa penuh kehampaan dan keputusasaan, membuat seperti terjebak dalam mimpi buruk yang tak berujung, sesuai nama band-nya. Berhubung vokalnya rada monoton (karena memang sudah ciri khas si Justin DeTore), yang banyak berbicara justru gitarnya, kayak bagian dari menit ke 3:30 “Adorned In Lies” yang mampu membawa anda ikutan naik delman feeltrain begitu pula dari buildup sampai detik-detik akhir “Tide Turns Eternal”.
Struktur lagu-lagu dalam ‘Tide Turns Eternal’ juga tak terlalu banyak memberikan twist aneh-aneh seperti ‘Foreverglade’, progresinya pun lumayan ketebak dan cenderung dadakan (“In Cipher I Weep” misalnya), tapi karena racikan komposisinya mumpuni, durasi sebelas menit-an kayak lagu self-titled “Dream Unending” gak bikin bosen, namun tetep… kekuatan DREAM UNENDING berada dalam lagu-lagu dengan runtime gak panjang-panjang amat, karena lagu yang ditulis meskipun gak terlalu memorable, masih ada momen-momen kuat yang bisa buat pendengar saklek pas dengerin lagi kapan hari nanti, lagian sekarang udah bejibun yang maenin funeral doom metal atau death/doom busuk, malah jarang yang funeral death/doom versi lite kayak gini, ritme nya masih suka fluktiasi gak letoy melulu, jadinya yang gak biasa dengerin ESOTERIC, LOSS atau MOURNFUL CONGREGATION dan early ANATHEMA pun, bakalan gampang nangkep ‘Tide Turns Eternal’, tanpa perlu sesi pemanasan terlebih dahulu, yang penting pas muter, suasana kejiwaan dan hati lagi tak sedang terganggu. Walaupun belum bisa melampaui kedigdayaan full-length terbaru dari WORM dan KHEMMIS di kategori doom metal, DREAM UNENDING, meskipun ditengah gempuran rilisan luar biasa masif aliran death/doom tahun lalu, telah menghasilkan album paling noteworthy aliran tersebut dari tahun 2021,. (Peanhead)
8.7 out of 10