AS I LAY DYING ‘SHAPED BY FIRE’ REVIEW
Nuclear Blast Records. September, 23th. 2019
Metalcore
Ketika AS I LAY DYING melepaskan video klip teranyar ‘My Own Grave’ pada akhir tahun 2018 silam setelah desas-desus comeback yang sempat berdar tak terdengar lagi, saya cukup pumped up dengan potensi album comeback yang bakal di keluarkan dari kandang, hampir satu tahun setelahnya penantian itu terjawab dengan ‘Shaped by Fire’, album pertama AS I LAY DYING semenjak ‘Awakened’ (2013) setelah menandatangani kontrak kerja sama dengan records label metal terbesar di dunia saat ini Nuclear Blast Records yang makin agresif merekrut grup musik besar dari seluruh penjuru dunia. selepas pamit dengan Metal Blade Records, yang menjadi rumah mereka selama lima belas tahun terakhir, tepatnya semenjak album kedua mereka ‘Frail World Collapse (2003). Sempat harus membubarkan diri karena Tim Lambesis harus mendekam di penjara, terjerat kasus percobaan pembunuhan, mencoba menyewa jasa pembuhun bayaran untuk menghabisi istrinya sendiri di tahun 2013, empat personil lainya akhirnya memutuskan untuk melanjutkan karir bermusik mereka dengan membentuk WOVENWAR bersama vokalis Shane Blay (OH, SLEEPER), WOVENWAR sendiri punya syle musik yang jauh berbeda dibandingkan AS I LAY DYING yang lebih dipengaruhi melodic death/thrash metal dan lebih condong ke wilayah alternative metal atau modern hard rock arus menstrim, yang memang lagi ngehits di pasar Amerika sana. Phil Sgrosso sendiri akhirnya keluar dari grup tersebut, dan memutuskan membentuk grup metalcore/thrash/grindcore POISON HEADACHE.
Setelah keluar nya sang vokalis dari hotel prodeo, ada kabar kalau Tim Lembesis akan menggunakan jasa pemain baru untuk mengisi posisi yang ditinggalkan personil lain, tapi ketika reuni akhirnya di umukan, para fans boleh bernafas lega karena Nick Hipa, Phil Sgrosso, Josh Gilbert dan Jordan Mancino, masih memperkuat formasi seperti sebelum AS I LAY DYING masuk ke fase hiatus, pengumunan reuni tersebut sempat menjadi kontroversi, apalagi bagi mereka yang masih belum bisa memaafkan kelakuan tak terpuji si pentolan band Tim Lambesis yang sepertinya sudah tobat sekarang dan mendedikasikan album ini untuk menyiarkan pesan-pesan positif, agar yang lain tak terjungkal dalam lubang yang sama. ‘Shaped by Fire’ yang merupakan album penuh pertama AS I LAY DYING setelah absen kurang lebih tujuh tahun lamanya, landscape skena metalcore saat ini pun sudah jauh berubah, gaya melodic metalcore yang jadi barang dagangan utama grup ini sudah tak terlalu di gandrungi anak muda, digantikan metalcore djenty atau nu metalcore, selama vakum posisi mereka sebagai salah satu unit metalcore di jajaran papan atas juga sudah di geser oleh ARCHITECTS, PERIPHERY, WHILE SHE SLEEPS dan band-band jebolah Sumerian Records. Setelah mendengar ‘Shaped by Fire’ secara penuh, bisa dibilang AS I LAY DYING masih belum meninggalkan formulasi-formulasi lagu straightforward yang sudah menjadi tanda khas mereka yang sama sekali belum dimodifikasi, penuh riff-riff Gothenburg teknikal, gebukan on point seperti biasanya dari Jordan Mancino, sampai breakdown yang bisa bikin leher kram, dan tentunya dinamika vokal screaming/clean dari Tim Lambesis bersama Josh Gilbert yang biasa jadi selling point dalam lagu, sebagai sebuah album comeback ‘Shaped by Fire’ berisikan koleksi lagu yang cukup catchy, jauh lebih kohesif dari ‘Awakened’ dan ‘The Powerless Rise’ (2010) secara overall, namun belum bisa melampaui tingkat kreatifitas yang mereka hadirkan dalam karya monumental ‘An Ocean Between Us’ (2007).
Kalau ditengok dari lagu-lagu yang disajikan dalam ‘Shaped by Fire’, sebenarnya dua belas track yang di muntahkan oleh Tim Lambesis and Co. terdengar cukup beragam, seperti ‘Take What’s Left’, ‘The Wreckage’ atau ‘Gatekeeper’ yang agak condong ke arah death/thrash, tapi sayangnya struktur lagu nya terlalu linear dan kebanyakan berkutat tak jauh dari rumus growled verses – clean chorus – growled verses – breakdown – guitar solo – back to chorus lalu repeat, menjadikan lagu-lagu yang ada walaupun banyak berisikan momen-momen impresif seperti ‘Blinded’, ‘Undertow’, ‘Redifined’ dan yang pasti salah satu lagu terbaik mereka buat ‘My Own Grave’. Memang mayoritas lagu terkadang masih terdengar terlalu seragam, tetapi masalah paling fatal yang ada terletak dari hasil produksi nya yang terdengar berantakan, tumpeng tindih dan belang apalagi untuk album berkelas box-office dari records label/band besar, entah mungkin karena Adam “Nolly” Getgood yang dipercaya untuk mengerjakan mixing ‘My Own Grave’ terlalu sibuk untuk mengerjakan lagu lain dan bisa juga karena jadwal rilis sudah mepet, alhasil kualitas mixing materi-materi lain oleh Joseph McQueen, gak sebagus lagu single yang sempat mengegerkan penggemar setia mereka tahun lalu, tapi AS I LAY DYING patut saya acungi jempol karena berhasil merangkul kembali semua gairah dan kebuasan mereka meskipun sepat harus bubar ditempat dan tersandung kontroversi yang gak sepele via ‘Shaped By Fire’. Secara keseluruhan ya album ini gak jelek sih dan sudah memuaskan apalagi bagi fans lama yang sudah kangen dengan AS I LAY DYING, tapi dengan eksporasi nya terlalu minim, struktur lagu yang terlalu repetitif, dan durasi nya masih terlalu gemuk, ada beberapa lagu yang sebaiknya di cut saja (‘The Toll it Takes’, ‘Only After We’ve Fallen’ & ‘Torn Between’), belum lagi masalah dalam hasil mixing carut marut yang akhirnya mengerek nilai akhir album ini menjadikanya sebuah album metalcore biasa-biasa saja. (Peanhead)
7.0 out of 10